"Kenapa enggak dimakan? Enggak suka? Awas enggak dimakan! Sia-sia buang duit."
Luffy cemberut. Menatap ke mangkuk, semuanya cuma sayuran. Walau pun tampak indah karena sayurannya warna-warni, tetap saja sayuran! Ada satu mangkuk lagi dan itu isinya buah-buahan semua. Lebih baik sih, tetapi ....
"Gue bukan vegetarian, Nami! Daging! Gue mau pesan daging!" Luffy yakin Nami tahu makanan kesukaannya. Malah tetap dipesan salad-salad seperti ini.
BRAK!
"Banyak bacot! Makan ya makan aja. Lo kira gue makan daging? Makan aja ribet amat!" Memang pesanan mereka sama, tetapi tetap saja Luffy tidak suka. Daging tetap lebih enak!
"Terus kenapa lo enggak makan daging? Diet? Mau sekurus apa emangnya? Sampe sisa tulang doang?"
Nami tak menjawab. Dia cuma menatap Luffy. Iya, ditatap terus dengan ekspresi datar. Tatap ... tatap ... lihat dulu pokoknya! Tonjoknya entar saja.
"Makan, ya, Sayang." Suara Nami dilembut-lembuti sambil memamerkan kepalan tinjunya.
Luffy bergidik membayangkan dirinya harus kena gebukan lagi. Sudah cukup di rumah babak belur mana dalam perjalanan masih kena cubit, cekek juga. Mau tak mau, dia menyantap makanannya meskipun dengan berat hati.
Nami tersenyum melihatnya. Senyuman yang justru bikin merinding.
Menyeruput jus jeruknya, Nami melirik ke bangku sebelah Luffy. Orang-orang akan memandang itu kosong, tetapi dalam penglihatan Nami ada sosok Luffy dalam bentuk pangeran tengah makan daging dengan lahapnya. Pemandangan itu menghangatkan hati Nami dan menjadi alasan kedua mengapa Nami melarang Luffy pesan daging.
***
Di sebuah ruangan bernuansa putih, seorang gadis berambut hitam tergerai duduk bersandar di atas ranjang. Ia tengah membaca sebuah buku di tangannya. Dia lebih pucat karena sehabis kemoterapi, tetapi aura penuh kedamaian dengan senyum yang selalu terpatri di wajahnya masih terasa.
Indra pendengarannya menangkap bunyi pintu didorong, tetapi perhatiannya masih terpaku ke buku. Lalu disusul pintu ditutup dan barulah Robin mengangkat wajahnya.
"Gimana?" Sanji bertanya sambil meletakkan salah satu novel terbaru di atas nakas samping ranjang.
Robin sudah tahu kebiasaan Sanji. Setidaknya setiap minggu pasti Sanji memberinya novel-novel. Ditolak pun percuma, jadi Robin membiarkannya. "Seperti biasa."
"Oh, baguslah."
"Hm."
"Luffy enggak datang?"
"Dia lagi jalan sama Nami."
Mendadak keheningan tercipta. Sanji tak membalas lagi. Alih-alih beranjak, tangannya merogoh saku celana dan mengambil ponsel. Dibukanya salah satu akun sosial media dan melihat foto Nami sedang makan bersama Luffy. Dia tersenyum tipis lalu pergi tanpa mengatakan apa pun.
Robin menatap punggung Sanji yang mulai menjauh lalu menghilang dari balik pintu. Menghela napas berat, diliriknya novel yang tadi dibawa Sanji. Robin mengambil; membuka plastik yang menandakan novel itu masih baru.
Robin suka membaca. Sanji tahu itu dan itulah mengapa setidaknya dalam seminggu dia akan memberi buku. Entah benar-benar baca atau cuma dijadikan pajangan, dia tidak peduli. Tidak ada penolakan dan Robin menyerah dengan sifat keras kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alter Ego
FanfictionLuffy dan Nami dirumorkan berpacaran. Faktanya mereka bukan pacaran, tetapi dijodohkan. Luffy selalu bersikap menyenangkan dan rajin menggoda Nami, tetapi apakah Nami suka? "Lo bukan Luffy!" Di lain sisi, teman-temannya punya masalah tersendiri. Pud...