3

29 36 16
                                    

Saat ini Piter, Teo, Yoan dan Vion sedang berada dikantin untuk mengisi perut mereka. Kantin ini terlihat ramai karena memang sudah memasuki jam istirahat, para murid berdesakkan memilih makanan yang hendak mereka beli.

Empat remaja ini terlihat kebingungan duduk disalah satu meja. Mereka bingung harus membeli apa karena para pedagang itu tertutupi oleh banyaknya murid yang mengantri membeli.

"Jadi kita makan apa?"

"Itu kayanya enak deh, paling rame juga" ucap Yoan menunjuk ke salah satu makanan.

"Itu siomay, lo mau?"

"Gw beli, kalian tunggu disini" Piter akhirnya melangkah menuju penjual siomay yang ramai pembeli itu. Memesan empat mangkok siomay tentunya untuk dirinya dan ketiga temannya.

"Minggir woi gw udah bayar!"

"Gw juga udah bayar bukan lo doang!"

"Bangg, bakso saya manaaaa"

Tunggu, Piter seperti mengenali suara itu. Ia menoleh kesamping dan mendapati Adnan beserta teman-temannya tengah mengantri bakso. Suara Adnan dan teman-temannya mendominasi, para murid yang berdesakan mau tak mau akhirnya mengalah dan memberi jalan karena katanya mereka sudah membayar.

"Hehe, bakso nya 5 ya bang, nih duitnya"

"WOI! KATA LU UDAH BAYAR?!" Protes seorang siswa yang mendengar ucapan Rigan, teman Adnan.

"Udah, lu ga liat barusan gw nyodorin duit?! Apa? Apa?"

Benar-benar seperti pasar ikan.

Piter mengurungkan niatnya untuk membeli siomay, ia lantas menuju ke gerobak bakso yang menarik perhatian itu. Kini gerobak bakso tersebut sudah didominasi oleh Adnan beserta teman-teman nya.

"Bang, baksonya 4 ya" ucap Piter sambil menyodorkan uang nya.

Adnan menoleh lalu menyapa Piter dengan menepuk pundaknya, sementara Piter hanya membalasnya dengan anggukan.

"Siapa nan?" tanya Rigan.

"Anak baru dikelas gw, berempat. Ini dia salah satunya"

"Jupiter" ucap Piter sembari mengajak Rigan berjabat tangan, tak lupa juga dengan teman Adnan yang lain nya. Rigan menatap Piter dari atas sampai bawah, merasa tak asing dengan sosok Piter.

"Gw kaya kenal lo deh" ucap Deren, mewakili pikiran Rigan.

"Kita pernah ketemu?" tanya Piter.

"Mungkin iya, mungkin juga engga"

"Eh, yaudah. Gw duluan ya" ucap Piter.

Piter berjalan dengan membawa empat mangkok bakso menuju meja dimana teman-temannya menunggu. Ia meletakkan bakso itu satu persatu didepan teman-temannya.

"Sejak kapan siomay bentukannya kaya bakso?" tanya Vion.

"Em, bakso lebih menarik. Udah makan aja"

"Gw tadi kenalan sama temen-temennya Adnan. Salah satu dari mereka katanya kaya ga asing sama gw" ucap Piter membuka percakapan.

"Siapa?"

"Derren, namanya Derren. Katanya pernah liat gw"

"Lo tau dia anak kelas mana?"

"Gatau, ga gw tanyain. Tapi bukan dia doang, temen-temennya yang lain ngeliatin gw juga kek terheran-heran gitu"

"Lo bawa makhluk halus kali" timpal Teo sambil mengunyah baksonya.

"Enak aja lo!"

*****

Lagi, empat remaja itu mengunjungi makam Zeline sepulang sekolah hari ini. Mereka membawa satu bunga Lily kesukaan gadis itu, juga membawa matcha latte favorite-nya.

"Karena lo ga bisa minum matcha lagi, kita wakilin lo. Rasanya not bad sih, ga kaya rumput" ucap Teo membuka suara memecah keheningan.

Selesai berdoa untuk Zeline, mereka duduk dengan tatapan kosong. Tak ada yang mau membuka suara terlebih dahulu kalau saja Teo tidak memulai.

"Untuk gantiin satu tahun lo yang sepi lin, kita sekarang bakal lebih sering kesini" ucap Yoan.

Ya, satu tahun semenjak kepergian Zeline mereka berempat tak pernah datang mengunjungi. Amat berat jika rumah yang harus dikunjungi itu adalah sebuah gundukan tanah. Selama satu tahun mereka pun menutup diri dari dunia luar, turut merasa bersalah atas kepergian Zeline, walau mereka tau, itu bukan kesalahan mereka.

Memutuskan untuk pindah kesekolah yang dahulunya merupakan tempat Zeline menimba ilmu, keputusan yang berat namun harus mereka lakukan.

Zeline mungkin tak begitu beruntung berteman dengan mereka. Namun, dapat dipastikan bahwa mereka amat sangat beruntung memiliki Zeline.

"Sedikit telat lin, tapi gapapa kan? kita bakal mulai dari sekolah lo. Kalo polisi menutup kasus lo tanpa kejelasan, mulai hari ini kita bakal cari tau sendiri lin" ucap Vion.

"Gw ga yakin, cewe semanis dan seceria lo itu bakal bunuh diri, kita berempat bakal cari alesan nya, dan kita bakal pastiin kalo lo ga sebodoh itu" ucap Piter.

Yoan berdiri, memberi isyarat pada teman - temannya untuk ikut berdiri juga. Hari sudah mulai gelap, sudah waktunya mereka pulang.

"Zeline, nanti kita kesini lagi" Yoan mengepalkan tangannya lalu mengarahkan nya kedepan.

Teo, Piter dan Vion pun melakukan hal yang sama. Ini selalu mereka lakukan saat berkumpul dan saatnya pulang sudah tiba.
Mereka berempat tersenyum, menyatukan kepalan tangannya. Suasana hati mereka menghangat, Zeline benar - benar terasa bergabung bersama mereka melepas rindu.

BAD REPUTATION [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang