9

4 5 4
                                    

+62878xxxxxxxx:
Gw tau kalian dateng ke SMA Saguna buat Zeline Onella Eve.

Vion mengernyitkan dahinya saat mendapatkan pesan dari nomor yang tak dikenal, terlebih lagi dengan isi pesan yang aneh. Mengetahui bahwa ada seseorang yang tau mengenai tujuannya pindah ke SMA Saguna, ia tak diam.

Vion tanpa pikir panjang segera menghubungi nomor yang tertera pada pesan tersebut.

Satu kali mencoba, tak ada jawaban. Saat mencoba menghubungi nomor tersebut untuk kedua kalinya, nomor tersebut ternyata sudah tidak aktif.

Jika pesan ini dikirim oleh salah satu murid SMA Saguna, artinya ada yang mengenali mereka? Artinya ada seseorang yang memantau mereka dan diam-diam mengamati perkembangan rencananya dan teman-temannya. 

Malam ini Vion berencana bermain bersama teman-teman SMP nya yang tak pernah absen untuk berkumpul kapanpun mereka bisa. Namun, ia mengurungkan niatnya dan memilih untuk berkunjung ke rumah Piter untuk menunjukkan isi pesan anonim yang ia terima.

Ia melajukan motornya membelah jalanan kota yang terbilang cukup ramai dengan kecepatan diatas rata-rata. Jarak rumahnya dan Piter pun tak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit untuk sampai.

Piter tinggal sendirian dirumah mewah dikomplek yang cukup sepi. Itu membuat Vion leluasa untuk langsung masuk saja jika pintu utama tidak terkunci.

Seperti sekarang ini, Vion sudah menginjakkan kakinya dirumah Piter membuat sang tuan rumah terheran, karena jarang sekali Vion akan datang jika tak ada rencana untuk berkumpul bersama Teo dan Yoan.

"Kenapa lo? Tumben?" tanya Piter yang hanya menggunakan celana boxer pendek berwarna hitam dengan baju kaos senada. Ia memegang secangkir kopi hangat di tangan kirinya.

"Lo harus liat." Vion menyerah kan hpnya dengan layar hp yang memperlihatkan isi pesan anonim yang ia dapatkan beberapa saat lalu.

"Ini siapa? Udah coba hubungin?"

"Udah, tapi ga ada jawaban."

Piter melangkah menuju ruang keluarga yang disana terdapat televisi yang menyala menunjukkan program komedi malam hari, ia memberikan isyarat kepada Vion agar ikut duduk bersamanya.

Tak lama sebuah pesan anonim masuk dengan nomor yang berbeda. Kali ini, pesan tersebut memuat kalimat yang cukup panjang.

+62 853xxxxxxxx:
Saya punya penawaran yang cukup menguntungkan kalian. 1x24 jam, jangan bergerak terlalu lambat.

Dengan cepat Piter langsung menghubungi nomor tersebut sebelum kembali di non-aktifkan oleh sang pemilik. Beruntung, kali ini panggilan telefon itu tersambung.

"Halo? Lo sia-"

"Taman belakang sekolah, saya tunggu di jam pelajaran ke empat."

Tut.

Panggilan telefon tersebut diputuskan sepihak oleh orang tersebut tanpa memberikan kesempatan kepada Piter untuk membuka suara. Mengapa ia ingin bertemu di jam pelajaran berlangsung?

"Apa yang mau dia lakuin?" tanya Vion.

"Gw gatau, tapi biar jelas kita harus pastiin besok."

"Gimana caranya keluar kelas di jam pelajaran?"

"Izin satu-satu. Kalo ga bisa, pake opsi kedua, bolos kelas."

Mereka tak bisa membuang waktu lebih lagi, sudah sebulan sejak mereka pindah, hanya mengharapkan Adnan tak akan membantu banyak.

*****

Teo, Vion, Piter dan Yoan tak fokus pada pelajaran kali ini. Ini sudah masuk ke pelajaran ke empat, itu artinya mereka harus pergi ke taman belakang sekolah untuk menemui orang yang mengirimkan pesan anonim semalam.

Mereka berempat saling pandang satu sama lain menunggu waktu yang tepat untuk keluar dari kelas, dimana tengah berlangsung pembelajaran bersama guru yang terbilang cukup killer.

"Bu!" Piter mengacungkan tangan membuat guru mengalihkan pandangannya kepada Piter.

"Yoan sakit perut bu."

Yoan yang tak diberi aba-aba pun terkejut dengan rencana mendadak yang dilakukan oleh Piter. Piter menginjak kaki Yoan saat melihat Yoan hanya diam melongo memandanginya.

"Akhh! Sakit."

Sang guru terkejut mendengar rintihan Yoan dan segera menuju meja belakang dimana Yoan dan Piter duduk.

"Piter, kamu bawa Yoan ke UKS!"

"Iya, bu!"

Piter dengan segera memapah Yoan keluar kelas. Bukan sakit perut, Yoan kesakitan karena kakinya diinjak oleh Piter.

"Kalo mau nginjek pake rasa kemanusiaan dikit." Yoan berbisik sambil memandang tajam ke arah Piter. Sementara Piter hanya tersenyum jahil melihat Yoan nampak kesal.

Oke, mereka berhasil keluar dari kelas.

Disisi lain, Teo dan Vion yang masih didalam kelas kebingungan untuk bisa menyusul dua temannya. Jika izin ke toilet, tidak mungkin mereka izin berdua, alasan konyol apa itu?

"Bu, saya izin ke toilet ya." ucap Teo.

"Saya juga bu." ucap Vion.

"Loh, berdua?"

"Engga bu, masing-masing kok, udah kebelet diujung banget ini bu."

"Gantian aja, Teo duluan."

"GABISA BU." Teo dan Vion serempak membantah keputusan sang guru membuat sang guru kebingungan.

"eh, maksud kita, ga baik bu kalo nunda-nunda nanti jadi penyakit." ucap Teo sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Dengan berbagi negosiasi bersama sang guru, mereka berdua akhirnya bisa keluar dari kelas dengan alasan hanya boleh dua menit saja.

Mereka berempat dengan segera menuju taman belakang sekolah sebelum jam pelajaran ke empat berakhir. Sesampainya disana mereka tak melihat siapapun, sepi dan hanya ada mereka disana. Sampai Piter menemukan sesuatu, sebuah amplop kecil berwarna kuning yang diletakkan di rerumputan hijau dekat kursi kayu.

Piter membuka amplop itu disaksikan juga oleh ketiga temannya. Mereka terdiam melihat isi amplop yang mereka temui itu.

"H-HAH?!"



BAD REPUTATION [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang