Tala sedang dilema.
She enjoyed Steven's company but is she loves him? No. She doesn't think so.
Bertahun-tahun Tala meyakinkan dirinya kalau selama ini Steven hanya main-main, sekadar mengisi tempat kosong yang tak lama lagi akan diisi oleh orang yang sebenarnya. Enam bulan terakhir bersama Steven sangat menyenangkan. Tala merasakan bagaimana ia diperlakukan istimewa oleh lawan jenis, ia merasakan sejenak bagaimana rasanya punya pacar walaupun mereka bukan sepasang kekasih, dan Tala sangat berterima kasih kepada Steven karena sudah membuat tahun terakhirnya di SMA terasa menyenangkan.
Namun, saat Tala akhirnya mengatakan apa yang ingin ia katakan kepada Steven selama ini, mengapa rasanya kosong? Seolah ada bagian dari dirinya yang ikut menghilang juga.
Tala masih mengingat raut kecewa Steven sepanjang perjalanan pulang. Cowok itu kelihatan sedih sekali. Memang Tala menyerah begitu cepat dan benar, Tala tidak mau memperjuangkan hubungan mereka yang bahkan belum dimulai. Tala hanya tahu diri.
Tahu diri yang membuatnya kehilangan lagi seseorang yang berharga di hidup Tala.
Sejak insiden Tala dan Evan bertengkar hebat, Tala menutup diri. Ia tidak lagi menjadi pribadi yang bubbly di sosial media, ia hanya terbuka kepada ketiga temannya. Tala pun membatasi siapa saja untuk memiliki akses di kehidupan pribadinya. Tala masih menyimpan dendam, sakit hati, dan perasaan dikhianati yang besar. Seandainya Evan tidak melakukan itu, mungkin semua akan berjalan berbeda.
Tala tidak lagi mencegah orang-orang yang ingin pergi dari kehidupannya. Tala tidak lagi menahan orang untuk bertahan. Tala tidak lagi seperti dulu.
Dan Evan harus tahu kalau Tala bukan yang dulu lagi.
Sepulang dari pantai, hanya perasaan kosong yang mengisi lubuk hati Tala. Suasananya berubah, dengung di kepalanya tak mau hilang karena terlalu sepi, juga bunyi dering yang sejak tadi mengiringi perjalanan Tala ke rumah.
Oh, Tala sekarang memang sudah di rumah.
Dan Tala sedang dalam perjalanan ke rumah Papa.
Berbeda, karena memang Tala tidak tinggal bersama Papa.
Rumah yang sekarang Tala tinggali adalah rumah milik neneknya dari sisi Mama. Tidak ada sanak saudara Mamanya yang mau tinggali rumah itu, jadi sejak masuk SMA, Tala tinggal di sana. Bersama Naya. Berdua.
Tala tidak pernah memaksa Naya untuk tinggal bersama karena Tala juga tahu pasti Naya masih membutuhkan kasih sayang Papa sebagai orang tua, apalagi saat itu usia Naya masih terlalu kecil.
Namun sejak Papa menikah dengan Tante Rizky dan rumah utama mereka ditinggali oleh Tante Rizky dan anaknya, Naya bersikeras untuk ikut tinggal bersama Tala. Katanya, Naya tidak nyaman dengan orang baru. Tala juga sama, tetapi ia lebih memilih bungkam. Toh, bukan kewajiban Tala untuk memberitahu apa yang terjadi di hidupnya kepada Papa 'kan? Karena saat Papa memutuskan untuk menikah lagi pun tidak dulu mendiskusikannya dengan Tala dan Naya, apalagi saat itu Mama baru lima bulan meninggal. Kuburan Mama masih harum dan Papa memilih untuk menikah lagi.
Tala tidak pernah mau tahu karena urusan orang dewasa tidak pernah masuk akal untuknya.
Malam ini, Papa memutuskan untuk mengumpulkan keluarga kecilnya. Naya yang sudah ada di rumah Papa terus memberikan instruksi kepada Tala agar cepat datang karena Naya canggung. Walaupun anak Tante Rizky seumuran dengan Naya, tapi adiknya itu bukan tipikal orang yang friendly, khususnya pada laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BEST FRIEND'S BROTHER
Fiksi Remaja(SLOW UPDATE) Atas usul Tala, grup pertemanan berisi empat orang itu setuju kalau liburan kelulusan SMA mereka akan berlibur di sebuah rumah danau milik keluarga Sergio yang letaknya cukup jauh dari kota. Segala persiapan berjalan dengan lancar, be...