Tiga Belas

31 1 0
                                    

Plakkk

Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi Reno.

Lelaki itu masih terdiam, berdiri tegap dengan kepala menunduk di hadapan wanita yang baru saja menamparnya.

Ini adalah pertemuan pertama keduanya sejak dua tahun  berlalu.

Sudah dua kali wanita itu meluapkan emosinya dengan menampar Reno. Namun, lelaki itu tidak melawan atau menahan tangan sang wanita agar tidak kembali menamparnya.

Reno sadar, kesalahan yang dibuatnya memang tidak bisa dimaafkan dengan mudah.

"Tega ya kamu." Kembali ia memukul-mukul dada Reno, pukulan ringan saja tidak sekeras tamparannya sebelumnya.

"Kamu tiba-tiba pergi tanpa pamit, gak ada kabar sama sekali. Ninggalin aku gitu aja tanpa ada kejelasan. Selama ini aku percaya sama kabar yang kamu kasih ke aku kalo kamu udah nikah sama perempuan lain." Perlahan dirinya mulai meneteskan air mata. Apa yang dirinya percayai selama ini ternyata hanya kebohongan yang dibuat Reno saja.

Sesak di dada mulai terasa kembali, sakitnya masih sama seperti dua tahun lalu kala mengingat kejadian itu membuatnya harus mengakhiri hubungan dengan pria yang ia cintai. Keadaan seolah memaksa dirinya untuk merelakan Reno tanpa menerima penjelasan apa yang membuat lelaki itu begitu tega meninggalkannya pergi.

Padahal ia ingat, saat itu hubunganya sangat baik-baik saja. Sehari sebelumnya bahkan lelaki itu masih sempat berkunjung ke rumahnya, mengajaknya makan malam bersama. 

Menonton konser band kesukaan Reno sampai akhirnya mereka harus kebasahan karena hujan yang tiba-tiba datang tanpa memberi aba-aba. 

"Kita berhenti dulu ya, nanti kamu sakit."

Reno membelokkan motornya ke salah satu bengkel yang sudah tutup. Area depannya tidak terlalu luas namun masih bisa digunakan untuk berteduh.

Keduanya berdiri di depan rolling door  bengkel dengan pakaian setengah basah. Reno menggosokkan kedua tangannya untuk membantu menghangatkan tangan sang kekasih. Kebetulan dirinya tidak memakai jaket karena memang sebelumnya mereka tidak ada niat untuk pergi menonton konser itu.

"Dingin, ya?" tanya Reno yang juga sedikit menggigil. Dirinya mulai merapatkan tubuhnya, menyentuh bahu kekasihnya mengalirkan kehangatan bagi keduanya.

Hujannya sangat deras disertai petir dan guntur yang beberapa kali sempat membuat keduanya terkejut. Tidak ada orang lain yang ikut berteduh di sana, hanya mereka berdua saja.

Sakit sekali rasanya saat mengingat momen itu lagi, siapa sangka jika malam itu adalah pertemuan terakhir bagi keduanya.

Wanita itu memegangi dadanya yang terasa sesak. Kepalanya mulai terasa pusing. Ingatan dirinya dengan mantan kekasihnya kembali berputar kala keduanya masih menunggu hujan reda dengan saling berbagi kehangatan melalui sebuah ciuman hangat.

Dirinya yang memeluk tubuh sang kekasih dengan erat saat suara petir cukup keras menghantam bumi.

"Gak apa-apa, gak usah takut. Ada aku di sini, kamu aman sama aku," ucap Reno cukup menenangkan. Kemudian kembali mencium bibir kenyal kekasihnya, membuat wanita itu benar-benar merasa nyaman dan aman saat bersamanya.

Tidak.

Mita tidak ingin mengingat hal itu kembali, kenangan masa lalu hanya akan membuka luka lama yang bahkan belum sempat diobati sama sekali.

"Maaf." Satu kata yang bisa Reno ucapkan saat ini. 

Dalam hati kecilnya dia benar-benar merasa bersalah kepada Mita. Bukan tanpa alasan dirinya harus merelakan hubungannya berakhir begitu saja. Reno terpaksa.

LUNAR [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang