Bab 13 : Ibarat Berpuasa

22.4K 2.3K 172
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
.
.
.

Jatuh cinta sebelum halal itu seperti berpuasa. Harus pintar menahan segala nafsu ingin bertemu dan bercinta. Menunggu dengan sabar hingga waktunya tiba.

-Adnan Mahesa Danadipta-

Sepulang Adnan yang telah berjanji akan segera memberi tahu orang tuanya di kampung agar bisa datang untuk melaksanakan lamaran secara resmi, Kinan ditanyai oleh ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepulang Adnan yang telah berjanji akan segera memberi tahu orang tuanya di kampung agar bisa datang untuk melaksanakan lamaran secara resmi, Kinan ditanyai oleh ibunya.

"Ganteng, sopan, sholeh, berpendidikan, dapat dari mana kamu, Dek?"

"Eummm...." Kinan sendiri bingung menjawabnya. "Kan udah pernah dijawab, Bu."

"Oh jadi yang begini lelaki yang kamu maksud. Yang langsung datang ke Bapak untuk meminang kamu sebagai calon istri?" tanya sang ayah.

"Iya, Pak. Begitu. Kinan kan sejak dulu memegang prinsip untuk nggak pacaran. Karena Kinan yakin, lelaki yang deketin cuma untuk ajak pacaran, itu jatuhnya bukan cinta, tapi nafsu belaka. Sudah nggak kasih kepastian, dosa pula."

"Dia dari Jawa, kan, ya? Wonosobo? Medok."

"Iya." Kinan menganggukkan kepala.

"Jauh berarti, ya."

"Iya, Pak. Orang tuanya tinggal di sana, dia cuma ngerantau di Jakarta."

"Tapi kalau misalnya nanti jadi dia bakal tetap di Jakarta karena pekerjaannya, kan?"

"Kalau masalah itu Kinan belum tahu, Pak."

"Yah, semoga tetap di Jakarta supaya nggak jauh-jauh," imbuh sang ayah. "Memangnya kamu mau ikut dia kalau semisal tinggal di Jawa?"

"Mau siapa pun yang jadi suami Kinan nanti, Kinan akan ikuti ke mana dia pergi."

"Iya emang harus begitu, Dek. Istri wajib ikut suami," sela ibunya.

"Nanti bang Hamdan setuju nggak, ya, Pak, Bu? Kan dia selama ini wanti-wanti Kinan supaya nikah sama orang sesama Bogor."

"Jodoh siapa yang tahu, Dek. Jangan terlalu dipikirin kalau masalah Abang kamu."

"Tapi kan ...." Kinan merasa punya tanggung jawab atas orang tuanya.

"Udah, nggak usah dipikirin. Selama ini kamu udah banyak mikirin orang tua, abang-abang kamu, sekarang giliran kamu yang nentuin kebahagiaan kamu sendiri."

Ternyata kejujurannya waktu itu lebih bisa membuat orang tuanya mengerti isi hati Kinan. Mereka tidak lagi acuh tak acuh. Kinan jadi merasa tidak enak. Tapi seperti apa kata mereka, sudah saatnya dia menentukan arah hidupnya sendiri termasuk memilih pasangan.

"Lagi pula Ibu suka sama Adnan. Entah kenapa Ibu ngerasa cocok aja."

Kinan tidak akan kaget lagi jika orang tuanya akan menyukai Adnan. Selain tingkah laku Adnan yang mungkin baik di mata mereka, biasanya pihak keluarga perempuan lebih gampang menerima laki-laki yang akan mereka jadikan menantu, terutama seorang ibu. Apalagi jika sudah punya pekerjaan tetap, yang sekiranya bisa memberi makan dan membahagiakan putrinya.

Di Waktu Duha (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang