3. Kebetulan yang 'aneh'

24K 1.5K 12
                                    

Jangan lupa tunjukkan eksistensimu dengan cara klik bintang di bawah. Thank you!

🌷🌷🌷

Pagi pagi sekali aku sudah bangun dan segera melaksanakan sholat subuh. Setelah itu aku langsung turun ke lantai bawah, membantu bunda Gia yang sepertinya tengah sibuk di dapur bersama ibu. Mbak Hulya dan mas Nashar entah ke mana, mungkin mereka sedang joging bersama Ayah atau Om putra. Aku memilih menghampiri bunda dan ibu.

Ah, satu lagi. Aku belum bisa membiasakan memanggil Om Putra dengan sebutan Papa. Aku merasa berbeda, jujur saja aku tidak bisa melakukan itu. Aku hanya ingin memiliki satu ayah yang bisa di panggil Papa yaitu papakh sendiri, hehe. Ini memang agak aneh dan aku sadar. Jiwa kelabilanku sepertinya sedang meronta-ronta.

"Pagi semuaa," sapaku pada kedua ibu rumah tangga itu. Mereka serentak menoleh dan tersenyum lebar. "Maafin Calla kalau bangun terlambat, hehe" ucapku tidak enak.

"Nggak apa-apa. Kan Calla habis perjalanan jauh, bunda jadi lega kalau nanti Calla menikah dengan Senio nggak perlu ke Jakarta sendiri, naik Bus sendiri. Nanti Senio pasti siaga antarin Calla. Bunda jamin itu," ucap Bunda Gia antusias. Ibu tertawa kecil. Aku hanya mengangguk canggung sebagai jawaban.

Tolong aja sih yang namanya Arsenio putra bapak Putra yang terhormat itu manusianya yang mana. Aku saja tidak pernah bertemu, atas dasar apa dia mau mengabdikan diri mengantarku bolak-balik Jakarta Semarang? Memangnya dia senganggur itu sampai mau menuruti ucapan ibunya?

Aku langsung mengambil kerjaan ibu yang tengah mengelap piring dan gelas bersama Bi Sari, asisten Ibu yang sudah lama sekali bekerja di keluarga Rahendra. Dia adalah saksi kehidupanku di rumah ini. Bisa di bilang bi Sari adalah ibu keduaku setelah Ibu Rahendra.

"Nggak mau lari pagi, kak?" tanya ibu. Aku menggeleng pelan. Jujur saja, aku bukan tipe gadis baik yang hidup sehat. Kehidupanku yang sangat monoton itu membuatku hanya fokus belajar dan belajar. Berharap cepat wisuda kemudian mencari kerja. Hidup dengan tenang dan damai menurut pasal perencanaan ibu Rahendra. Yang paling penting bisa pergi sejauh mungkin dari rumaah.

Memang miris sekali diriku ini. Jadi laki-laki bodoh mana yang setuju mau menikah denganku sih? Kenapa dia tidak menolak saja biar aku jadi jamur di kostan sambil berusaha keras menyelesaikan skripsi serta menunggu wisuda? Kenapa dia mau maunya menuruti perintah kedua orangtuanya atas perjodohan ini. Hiks, membayangkan harus pura-pura jadi gadis baik dan sopan sepertinya membuatku sangat tertekan.

Jadi tolong ingatkan gadis cantik dan manis bernama Calla Heelwa Rahendra ini untuk mempersiapkan diri baik-baik. Karena pernikahan itu seumur hidup. Bisa jadi Arsenio anak keluarga Saputra itu berniat menjadikannya babu seumur hidup. Bukankah seumur hidup terlalu lama untuk dihabiskan bersama orang yang salah? Uhuk, kutipan qoutes ini akhirnya bisa kupakai setelah bersliweran di sosmed, hehehe.

Ah, benar-benar mengecewakan. Hidupku benar-benar mengecewakan.

"Senio sudah sampai ternyata!" ujar Bunda Gia. Ucapannya membuat jantungku seolah berhenti berdetak. Aku mematung saat mendengar langkah kaki mendekat.

Tolonggg, jangan. Meskipun wajahku nggak buluk-buluk amat untuk masuk kriteria wanita 'cantik' tapi tolongg jangan sepagiii ini. Aku belum siapp dan lagiii apa keluarga calon suami ini tak ada sungkannya bertamu sepagi ini?

Huaaa, bolehkah aku melarikan diri saja?

Aku belum siap menikah.

"Lho, Kakaknya mana dek? Kok enggak di suruh masuk?" tanya bunda Gia. Aku tiba-tiba mengela napas panjang. Legaa. Bukan Arsenio, Calla. Bukan dia, jadi tenang. Mau sembunyi di mana pun akhirnya akan ketemu juga. Kalian ini calon penganten!

Silent, Please! (Re-up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang