[30] Rindu Itu Berat

473 41 13
                                    

Kamar Meira sepi. Malam menjadi teman yang membisu untuk kesekian kalinya. Perempuan yang baru-baru ini memotong rambutnya hanya bisa menatap langit dari balik jendela kamarnya di Bogor. Iya, dia pulang kampung. Untuk sekadar melupakan apa yang terjadi padanya dan juga Radit.

Usai kejadian tersebut, dia tidak menghubungi Radit sedikit pun. Meski nomornya masih berada di bagian prioritas, namun rasanya berat untuk Meira sekadar menyapa apakah Radit malam ini baik-baik saja.

Dia malu dan gengsi. Lagipun mereka sudah menjadi mantan kekasih, akan sangat memalukan jika Meira menghubungi Radit lebih dulu.

"Woy! Lo mau kwetiaw nggak?" Noah datang setelah mengetuk keras pintu kamarnya.

Meira mendecakan lidah. "Salam dulu gitu kalo masuk ke kamar kakaknya."

Noah membawa piring tersebut ke hadapan Meira. "Nih, Mami yang masak."

"Nggak nafsu, lo aja."

Noah akhirnya duduk di dekat ranjang dan memakan kwetiaw nya dengan tenang. Meira kembali melamun.

"Lo udah putus dari pacar lo itu?"

Meira hampir terjungkal dari lantai dua. Dia menoleh terkejut dengan semua kalimat dari anak SMP ini. Noah masih santai mengunyah.

"Lo ngikutin gue?"

"Gabut banget gue ngikutin lo, Kak. Dari muka lo tuh jelas banget kalo lo habis putus dari pacar. Sumpek muka lo."

Meira geram tapi tidak punya kekuatan.

Noah yang baru menelan makanannya hanya bisa menghela. "Lo nggak mau liburan aja gitu sama temen-temen lo?"

Meira tidak mau menjawab.

"Ini mau tahun baru, masa lo diem di rumah kayak bocah nggak punya temen."

"Makin gede, temen tuh makin sedikit, Noah."

Noah yang mengangguk-angguk malas masih terus mengunyah kwetiaw nya.

"Lagian, lo ngapain sih malah makan di kamar gue? Awas ya itu mie nya jatuh di kasur gue!" Meira mengancam dengan melotot.

Noah santai menanggapi.

"Lo sendiri kenapa nggak hangout? Nggak punya temen?" tanya Meira dengan nada meledek.

Noah tandas satu piring. "Ini gue mau jalan sama temen gue."

Meira memicingkan mata. "Siapa? Cewek ya?" nadanya berubah menggoda lagi.

Noah menghela malas. "Emang ada ceweknya, tapi gue pergi berlima. Jadi bukan cuma gue cowok satu-satunya. Duh otak lo tuh udah bucin banget, Kak."

Meira siap menendang bokong Noah yang terus saja meledeknya.

"Lagian nih, gue seenggaknya jalan sama cewek, dibanding lo jomlo!"

"NOAH!"

Anak laki-laki itu lari sembari menyanyi sepenggal lagu yang khas, Meira berusaha mengejar.

"Dengar laraku, suara hati ini memanggil namamu." Noah menghindar saat bajunya hendak ditarik. "Karena separuh aku, Raditya!"

Meira sungguh hampir jantungan sewaktu Noah dengan santai dan menjengkelkan menyebut nama Radit di sela perseteruan mereka. Makin menggila Meira dibuatnya. Perempuan itu seperti dipasang roket di ekornya, hingga mampu mengejar Noah dan membuat anak laki-laki itu tersungkur di lantai. Bunyi keras diiringi pukulan-pukulan yang dia layangkan.

Suami Impian - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang