"Tau gak si, Ra. Kata ka Laras. Ka Titan itu orangnya emang cuek, dingin gitu. Cuma kalau sama kak Sianna, mungkin cewek yang tadi pagi itu, ka Titan jadi ga cuek. Bahkan rumornya mereka berdua udah ada hubungan," cerita Pia pada Rara. Mereka berdua sekarang sedang di kantin, bel istirahat pertama berbunyi 2 menit yang lalu. Rara dan Pia sedang mengantri untuk beli bakso pangsit.
"Baru rumor kan? Belum tentu pacaran. Jadi masih bisa maju, Pi," jelas Rara.
"Tapi, Ra. Belum ada cewek lain selain Ka Sianna."
"Gapapa, belum terbukti pacaran, pantang mundur, Pi!"
"Iya deh. Maju tuh giliran kita."
Rara berjalan menuju samping abang bakso itu. "Abang bakso. Beli baksonya dua porsi, extra pangsit, ya!" pesan Rara sambil meletakkan dua lembar uang sepuluhribuan di gerobaknya.
"Siap, Neng." Rara kemudian kembali ke depan gerobak menemui Pia.
"Lo, baru liat ka Titan kan? Kata kak Laras. 2 minggu kemarin ka Titan ikut turnamen di Semarang. Jadi, ga pernah keliatan memang."
"Turnamen apa, Pi?"
"Bulutangkis. Kak Titan jago main bulutangkis, katanya sih pengin masuk PELATNAS. Sekolahnya jarang masuk, cuma fokus ke turnamen-turnamen."
"Ini neng, baksonya." Rara menerima kedua mangkok bakso itu dan menyerahkan satunya pada Pia. "Makasi ya, Bang."
Rara dan Pia menjauhi gerobak dan melihat sekeliling mencari bangku kantin yang kosong.
"Yuk, Ra. Itu ada bangku kosong." Rara mengangguk, mereka berdua menuju bangku itu lalu duduk dan mulai mengaduk bakso.
"Wih, atlet berarti, ka Titan." Pia mengangguk. "Iya, ka Laras denger dari ka Sianna. Katanya mulai dari umur 5 tahun ka Titan udah tertarik sama bulutangkis. Asal lo tau juga, Ra. Ka Titan sama ka Sianna udah berteman dari kecil. Rumah mereka juga tetanggaan." Rara menelan bakso yang baru dikunyahnya.
"Oh, pantesan keliatan akrab. Jadi ada kemungkinan mereka cuma sahabatan, Pi." Pia menggeleng. "Kayaknya engga cuma sahabatan doang, Ra. Ka Titan jarang bahkan ngga pernah ada rumor pacaran sama cewek lain selain ka Sianna. Jadi, lo kudu siap patah hati."
"Tuh, liat. Ke kantin aja cuma berdua, ka Titan sama ka Sianna," tunjuk Pia pada bangku disebelahnya yangbaru saja di tempati Titan dan Sianna.
Rara menoleh kesamping, matanya berbinar. Dengan sigap, ia pindah duduknya di samping Titan. Emang ga tau malu ni anak.
"Hai, Ka Titan, Ka Sianna. Gue boleh duduk di sini, kan?"
Sianna tertawa, "haha, kan emang udah duduk." Titan tidak melirik Rara. Ia lebih fokus pada batagornya. Jarang-jarang ia makan batagor gini, karena harus menjaga tubuhnya agar tetap ideal.
"Katanya, Lo abis turnamen ya, Kak?" Tanya Rara pada Titan. Yang ditanya malah asik fokus makan saja. Merasa diabaikan, Rara pun bertanya kembali, "Menang, gak kak? Dapet emas gaaa?" Rara merapatkan tubuhnya ke tubuh Titan. Merasa kurang nyaman, Titan berpindah ke samping Sianna.
"Aduh, nama kamu siapa tadi? Rara, ya?" Tanya Sianna pada Rara. Rara mengangguk.
"Kak Titannya lagi ngga pengin diganggu. Jarang banget loh dia makan batagor kayak gini. Jadi biarin dulu, ya. Soal emas, kak Titan dapet, 2 buah."
Rara mengerjapkan matanya. "Jarang makan batagor?"
"Iya, ka Titan kan atlet--"
"Jangan dijelasin, biarin aja Na." Sianna tersenyum, lalu berbisik pada Titan, "jarang banget yang berani deketin kamu kayak gini, Tan."
KAMU SEDANG MEMBACA
ELARA | ON GOING
Fiksi RemajaKiara Elara, Rara panggilannya. Gadis cantik yang hoby ngedrum, suka sama rasa cokelat, selalu happy, dan punya slogan pantang menyerah sebelum dapetin cowok incaranya. Titanor Reksa Alfian, Titan. Seorang atlet bulutangkis yang membuat Rara jatuh c...