Jaga10: Rahasia Uwa

17.4K 330 6
                                    

Malam begitu dingin. Beberapa sudut sekolah kelihatan gelap gulita tanpa terpasang lampu. Kalau bukan tugas, Heru enggan mendatangi tempat-tempat yang tanpa penerangan itu.

Ting!

Suara notifikasi dari ponselnya menjadi terdengar lebih nyaring di tempat sepi. Heru membuka layar ponselnya yang mati dan binar terang membuat selasar laboratorium lebih hidup.

'Aku udah di pos, Bang.'

Pesan WA datang dari Fadil.

Sehabis Maghrib tadi Fadil menanyakan jadwal dinas karena ia ingin ketemu. Heru menyuruhnya untuk datang saja ke sekolah sebab ia akan berjaga sampai pukul 10 lebihan sebelum nanti ia pulang ke kontrakan.

'Sebentar, tunggu di situ aja.'

Setelah mengirim balasan, Heru bergegas keliling agar cepat selesai dan bisa segera menemui Fadil.

"Alasan kamu ijin ke Uwa apa, kok bisa keluar malam-malam?" Tanya Heru kepada Fadil yang tengah duduk di kursi dalam pos sambil memainkan ponselnya.

Ini sudah pukul 10 malam. Biasanya bocah ini juga sudah rebahan di kasur kamarnya. Tapi bisa-bisanya dia mampir ke sekolah.

"Pakai ini, Bang!" Fadil memperlihatkan tas gendongnya. "Aku habis belajar kelompok buat tugas sekolah. Dan ya sekalian aja mampir. Bapak Ibu tahunya saya belajar sampai larut, hehe."

"Apa kamu nggak capek?"

"Enggak dong. Ketemu Bang Heru kan obat buat capeknya, haha."

"Bisa aja kamu, Dil." Heru mengacak-acak rambut Fadil.

"Mau pulang kan?" Fadil memastikan karena Bang Heru mengemas barang-barangnya ke dalam tas.

"Iya, mau pulang dulu, istirahat. Soalnya besok pagi-pagi banget saya harus balik lagi."

"Emm, Fadil boleh... menginap?"

Heru mendelik curiga.

Fadil memasang wajah memohon sampai ia mengatupkan telapak tangan di depan dada. "Boleh, ya, Bang. Ini udah malam banget."

Heru mengangkat bahu, nafasnya menghela panjang. "Ya sudah, boleh. Daripada kamu kenapa-kenapa di jalan. Tapi saya harus berangkat pagi-pagi ya, nanti kamu saya tinggal."

Fadil senyum semringah. "Siap, Bang."

"Oh ya, jangan lupa mengabari orang rumah."

"Beres, Bang."

Saat Heru mau melintasi pintu keluar pos, tas sudah digendong pada punggungnya, tubuhnya dihadang Fadil. Dahi Heru mengernyit.

"Emmm, boleh nggak, Bang, Fadil sepong kontol Abang sekarang?" Wajahnya polos tapi otaknya mesum melulu.

"Apa, Dil? Sekarang banget?"

Fadil menganggukkan kepala lugu. Matanya yang cerah berubah sayu. 

"Tapi jangan lama-lama ya!"

"Iya, Bang."

Heru menurunkan resleting celana, lalu ia keluarkan kontolnya yang menjuntai belum ngaceng.

Fadil menelan ludah melihat bentuk kontol Bang Heru. Ukurannya yang panjang, meski masih tidur kontolnya menjuntai seperti belalai gajah. Beda dengan kontol yang ukurannya standar, kalau belum ngaceng akan mengecil imut. Ia segera jongkok dan mencaplok kontol Bang Heru yang sudah ia idam-idamkan seharian ini.

"Shhhh," desis Heru menikmati kuluman Fadil. Ia menatap ke bawah memperhatikan bagaimana Fadil mengerjai kontolnya yang gede. Dia kelihatan kepayahan untuk memonyongkan mulut dan setiap kali ia memasukkan kontolnya selalu saja tidak sampai pangkal saking panjangnya. 

SATPAM SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang