9

2K 219 47
                                    


Sudah hampir tengah malam namun Alana masih bertahan di cafe temannya.

Ia sendiri bingung malam ini harus tidur dimana. Ia sedikit menyesali keputusannya keluar rumah membawa koper, sedangkan dia sendiri tak ada tujuan.

Alana tak mengatakan pada kekasihnya tentang acara 'kabur'-nya ini. Segalanya akan makin rumit kalau Juan tahu.

Handphonenya berdering beberapa kali menandakan sebuah pesan masuk. Ternyata pesan dari Jaya.

~♡~

Bisu

Na, dadaku sakit
Pulang ya?

BISA GAK SIH SEHARI AJA JANGAN NGEREPOTIN GUE
inget gue nikah sama lo terpaksa

Iya, maaf

~♡~

Alana melempar handphonenya ke sofa di sebelahnya, berusaha mengabaikan apa yang dikatakan Jaya. Namun tak lama rasa khawatir seketika mendominasinya.

"Jaya ga beneran sakit kan?" Lirih Alana. Ragu sejenak menggerogoti perasaannya. Kemudian ia tersadar, ia tak ingin kejadian pada ayahnya dulu harus terulang kembali ke Jaya. Persetan dengan rasa gengsi, nyatanya rasa khawatirnya lebih besar dari egonya.

Ia bergegas berpamitan pada temannya. Tangannya menarik koper yang ia bawa sejak tadi pagi dan berusaha mencari taksi untuk pulang.

Disisi lain, Jaya tengah meringkuk kesakitan. Dadanya terasa sangat nyeri dan menyesakkan. Malam ini bagaikan mimpi buruk bagi Jaya. Rasa sakitnya tak bisa dijelaskan.

'Alana, sakit....' gumam lelaki itu sambil berusaha menghilangkan rasa sakit nya dengan memukul-mukul dadanya.

Ini bukan pertama kalinya ia merasakan ini, hal ini pernah terjadi juga saat ia berumur 8 tahun. Namun karna kala itu keuangan ibunya benar-benar minim, ia tak bisa di periksakan ke dokter. Sepertinya hal itu juga berdampak buruk pada dirinya yang sekarang.

'Tuhan, jika Engkau ingin mengambil nyawaku, kumohon jangan sekarang..... Setidaknya biarkan aku berhasil membahagiakan Alana'

Jaya menangis, ia benar-benar tak ingin semua berakhir seperti ini. Ia merasa belum berhasil menjadi seorang suami yang baik untuk Alana. Ia juga belum berhasil membuat Alana mencintainya.

Jaya berusaha tetap tenang dan bernafas perlahan-lahan. Mengulangi nya beberapa kali hingga rasa sakit nya mulai mereda. Ketika sudah merasa lebih baik, ia berdiri berniat beristirahat saja di kamarnya. Bersamaan dengan Alana yang tampak kalut membuka pintu rumah. Nafasnya tampak tersenggal-senggal. Tatapannya nyalang mencari keberadaan Jaya.

Jaya yang panik langsung menghampiri sang istri. Pandangan khawatir Alana langsung menghilang saat melihat lelaki di depannya ternyata baik-baik saja.

"Lo....bohong soal dada lo sakit?" Ucap Alana, tatapan wanita itu sudah menjelaskan seberapa kecewanya dia. Ini semua hanya kesalahfahaman. Alana datang di saat Jaya sudah membaik.

Baru saja Jaya ingin menjelaskan kalau ia tak berbohong, namun Alana sudah menyela terlebih dahulu.

"Lo segitu ingin nya gue pulang sampe bohong kayak gitu? Gue bela-belain cari taksi jam segini asal gue bisa cepet pulang, dan ternyata ini cuma pura-pura? Ga lucu Jaya" ujarnya lalu berjalan pergi menuju kamarnya.

Dan terjadi kembali, Alana selalu saja menyimpulkan segala sesuatu tanpa mendengar penjelasan Jaya terlebih dahulu. Tak bisakah Alana mendengarkan Jaya sebentar? Kenapa rasanya sesusah ini memahami Alana?

Jaya menatap sendu pintu kamar wanita itu lalu berkata dalam hati "Apa mencintaimu harus seberat ini Alana?"

*:・゚✧*:・゚


Aku udah mulai nyicil naskahan untuk Jaya Azhari versi novel, trus kemarin sempet bikin voting pada mau ver novelnya happy or sad ending.

Sekarang voting di komen deh kalau kalian pengen happy or sad ending?

Kalau aku sih jelas pengen sad ending, biar kalian mewek terus awokawok🤣

Jaya AzhariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang