12

1.9K 218 32
                                    

Dentum musik di ruangan pesta sedikit membuat Alana risih. Ia tak terbiasa berada di lingkungan seperti ini. Tapi mau tidak mau ia harus kesini karna undangan teman kekasihnya.

"Sayang, mau kesana nggak?" Tangan Juan menunjuk area dance floor, Alana hanya menggeleng sebagai jawaban. Ia terlalu malas untuk bergabung ke dalam kerumunan orang-orang.

"Aku kesana dulu ya" ujar Juan sebelum memutuskan meninggalkan Alana sendiri. Seketika Alana merasa kesal, untuk apa dia kesini kalau pada akhirnya Juan malah asik sendiri.

Ponselnya bergetar beberapa kali, itu panggilan dari telepon rumah. Alana melangkah keluar menjauhi area pesta.

"Halo non"

"Halo, iya kenapa bi?"

"Den Jaya demam, non Alana bisa pulang sekarang?"

"Demam?!"

"Iya non, daritadi den Jaya manggil-manggil nama non Alana"

"Oke Alana pulang sekarang, Jaya kompres dulu bi"

"Iya non"

Alana segera menutup sambungan teleponnya.

"Ada apa sayang?" Tanya Juan yang entah kapan sudah ada di belakangnya.

"Aku pulang dulu ya, Jaya demam" jawab Alana. Namun saat ia akan pergi, pergelangan tangannya ditarik oleh Juan.

"Kamu udah peduli sama si cacat itu?!!"

"Berhenti panggil dia dengan sebutan itu, Juan! Dan satu lagi gimana pun dia itu suami aku"

"Aku ga mau nganter kamu pulang"

"Emang ga ada yang minta anter kamu, aku bisa pulang sendiri" ucap Alana kemudian meninggalkan Juan yang masih dikuasai emosi.

"BISU SIALANNN!!!" Teriak Juan, tangannya meninju tembok disampingnya beberapa kali, mencoba melampiaskan kekesalannya. Ia abaikan punggung tangannya yang mulai berdarah.

Sedangkan Alana mulai frustasi mencari taksi, ia melirik jam tangannya. Ini sudah jam 12 malam pantas saja tidak ada satupun taksi yang lewat.

"Kalau gini caranya bakal lama sampai rumahnya, gue lari aja lah sambil cari taksi"

~♡~

Kedatangan Alana mengalihkan perhatian bi Ina yang sedang sibuk mengompres Jaya. Wanita itu terlihat begitu panik. Penampilannya kacau, lengan dressnya disisingkan hingga siku, rambut berantakan & tangan kiri yang menenteng kedua high heelsnya.

"Jaya udah makan bi?" Tanya Alana lalu tangan kanannya tergerak menyentuh dahi Jaya.

"Belum non, den Jaya mau nungguin non Alana"

"Astagaa, kenapa ga makan dulu? tolong bikin bubur bi, biar Alana yang suapin Jaya nanti"

Bi Ina bergegas ke dapur meninggalkan dua insan di kamar itu.

"Kita ke rumah sakit ya" ucap Alana, Jaya menggeleng lemah. Helaan nafas keluar dari mulut Alana.

"Kamu kok bisa demam gini?" Tanya Alana, Jaya tersenyum karna untuk pertama kalinya istrinya berbicara dengan aku-kamu. Namun tiba-tiba senyumnya pudar, tergantikan dengan raut sendu.

Tangan Jaya terangkat mengisyaratkan "Alana malu ya punya suami bisu kayak Jaya?"

Alana tak mampu menjawab bibirnya seakan kelu.

Jaya tersenyum sekilas, tidak itu bukan senyum ceria yang selalu ia tunjukkan kepada Alana. Senyum itu seakan menyiratkan kepedihan, lelaki dihadapannya menggerakkan tangan nya kembali.

"Kalau Jaya ga ada, Alana pasti bisa bahagia ya? Tapi Alana harus tau, rasa sayang Jaya ke Alana lebih dari apapun"

"Alana janji harus selalu bahagia ya?"

Diam, Alana hanya mampu terdiam. Perasaannya berkecamuk melihat Jaya yang tengah sakit namun masih mementingkan perasaan dan kebahagiaannya.

Sorot mata Jaya mampu menjelaskan betapa menderitanya ia selama ini. Oh Tuhan, sudah berapa luka yang telah Alana beri kepada Jaya. Seketika perasaannya dipenuhi oleh rasa bersalah.

Tangan Alana meraih tangan dingin itu, menggenggamnya seakan menyalurkan kekuatan pada Jaya.

Setetes air mata jatuh di pipi Alana, lalu disusul dengan tetesan lainnya. Untuk pertama kalinya ia menangis di depan suaminya.

"Jangan pergi, aku mohon. Udah cukup ayah pergi karna aku. Maaf, selama ini aku sering nyakitin kamu. Kata maaf aja gak cukup ya? Jangan pergi jay, jangan...." ucap Alana, suara tangisannya memenuhi ruangan.

Jaya berusaha merubah posisinya lalu menarik tubuh Alana ke pelukannya. Menepuk pelan punggung wanita dipelukannya, berusaha membuatnya tenang.

"Kamu harus janji, Jaya" ucap Alana yang disahuti anggukan oleh Jaya.

Janji? Jaya tak yakin bisa menepati janji itu.

Hening, Jaya tak lagi mendengar isakan Alana. Ternyata wanita itu sudah tertidur di pelukan Jaya.

Cantik, bahkan dengan mata sembabnya ia tetap terlihat sangat cantik. Ini sudah ke sekian kalinya Jaya terpana melihat kecantikan istrinya.

Jaya tersenyum bahagia melihat Alana yang tampak tertidur pulas dipelukannya, bibirnya mengecup pelan kedua mata sembab Alana.

'Selamat malam, Alana'

Malam ini untuk pertama kalinya mereka tidur di ranjang yang sama. Bi Ina yang awalnya berniat mengantar bubur perlahan menjauh dari kamar saat melihat dua insan itu sudah tertidur dengan raut wajah yang begitu damai.

*:・゚✧*:・゚

Kalau kalian tanya, loh sampe sini aja konfliknya?

Tentu tidak, karna masih ada Juan yang rela menghalalkan segala cara agar Alana tetep jadi miliknya.

Jadii, konfliknya belum berakhir yaa.

Bahkan mungkin aja nanti konfliknya makin parah, hmm karna tidak semudah itu Alana dan Jaya bisa bahagia berdua😏

Lebih adil kalau Jaya hidup bahagia bersama saya☝🏻😌

Jaya AzhariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang