Keesokan Harinya...
(Namakamu) menutup pintu sebuah ruangan yang tadi malam sempat ia jadikan sebagai tempat untuk beristirahat.
Wanita itu menengok kearah kanan-kiri yang ternyata tidak ada satupun orang. Kedua kakinya melangkah dengan santai, sembari berjalan ia mengikat rambutnya asal.
Tak lama ia kedua telinganya mendengar suara lantunan salah satu surah yang tercantum di kitab suci, Al-quran. Iapun mengikuti arah sumber suara yang membawa ke sebuah ruangan dengan pintu yang terbuka.
(Namakamu) mengeryit lalu segera mengintip melihat kedalam. Dilihatnya terdapat Rehan yang tengah bersiap-siap untuk pergi bersekolah.
Lelaki muda itu berdiri membelakanginya seperti sedang memasukkan sesuatu kedalam tas ransel.
"Eh, bunda? Bunda ngapain disitu, sini masuk!"
(Namakamu) tersenyum seraya mengangguk. Ia pun memasuki ruangan yang sudah jelas ini adalah kamar Rehan.
"Kamar kamu sekarang disini?"
Rehan terkekeh kecil. Wajar saja sang Bunda bertanya seperti itu. Toh dulu setau (Namakamu), ia memiliki kamar di lantai satu.
"Iya, Nda. Aku yang minta," Jawab Rehan sekenanya. Lelaki itu membawa kursi belajarnya. "Duduk, bun.."
(Namakamu) pun terduduk disana, Ia melihat dengan seksama pada Rehan yang nampak keren dengan Seragam sekolahnya. Terakhir kali, Rehan masih duduk dibangku SMP.
"Kamu keren banget pake seragam sekolah ini, Bunda seneng lihatnya.." (Namakamu) merapihkan dibagian Dasi dan jas yang dikenakan oleh Rehan.
Rehan tersenyum manis, ia menghela nafas kemudian terduduk di sisi ranjang. Dihadapannya sang Bunda masih saja menatapnya. "Bun," Panggilnya sembari mengecilkan volume pengeras suara.
"Tau gak sih? Aku masih nggak nyangka kalau ternyata, Bunda masih hidup. Rehan bener-bener bersyukur, bun..." Ujar Rehan dengan lembut.
(Namakamu) tersenyum ia mengelus Bahu Rehan. Tak lama ia melihat Puteranya itu menggenggam tangannya.
"Janji ya, nda. Bunda jangan tinggalin aku, lagi." (Namakamu) mengangguk pun membalas genggaman Rehan.
"Kamu berangkat jam berapa?"
Rehan berdehem, "Sebentar lagi, Jam 8."
(Namakamu) pun mengangguk paham. "Terus... Gimana? Kamu udah ada pacar?"
"Apaan sih Nda? Ngaco banget pertanyaannya." Rehan terkekeh hambar.
"Loh, ya emang kenapa kalau bunda nanya kayak gitu? Masa malu?"
Rehan menggeleng pelan, "Bukan malu bun, Aku emang belum kepikiran kearah sana. Lagian, Papah belum ngizinin, jadi yaudah.."
(Namakamu) terkekeh geli, "Tapi, pasti ada dong cewek yang kamu taksir? Atau.. yang naksir kamu duluan gitu?"
"Bun, please deh?" Rehan menatap malas pada Bundanya.
"Ih, bunda pengen tau.. Masa Anak bunda yang ganteng kayak gini, nggak ada yang suka?"
"Nggak ada, bun. Udah ah, aku mau siap-siap.." Jelas pada kenyataanya, Banyak gadis yang tergila-gila pada Rehan. Namun, Lelaki itu tidak menanggapinya.
"Ah, kamu mah suka bohong.."
Rehan melirik pada Bundanya. Ia menggeleng kecil, Kedua tangannya tergerak memasukkan penggaris dan laptop kedalam tasnya.
Namun pergerakkannya sempat terhenti karena ia mendapatkan sesuatu dari dalam tasnya.
Rehan mengeryit, ia menggenggam sebuah kertas yang sudah teremas hingga lecek. Dengan santai ia membukanya.