6 Bulan Kemudian...
Rehan memejamkan kedua mata seraya menunduk kala mendengar hakim bersua serta ketukan palu sebanyak tiga kali. kedua tangannya berpegangan erat disela paha. Cowok Remaja itu menghela nafasnya yang cukup panjang dan terasa.. berat.
Berat untuknya menyadari bahwasanya, Iqbaal dan (Namakamu) kini resmi Bercerai. Keluarga harmonis yang ia idamkan kini pupus. Harapannya hancur untuk melihat kebahagiaan dari Papah dan Bundanya.
Perceraian yang diajukan oleh Bundanya itu kini terealisasikan. Harus 'kah Rehan bersikap dingin pada Bundanya itu? Harus 'kah ia egois?
Jujur saja, Rehan kesal.
Sepertinya tidak usah di jelaskan lagi, kenapa Rehan bisa sekesal ini atas keputusan (Namakamu). Sangat wajar bukan?
Namun, Ini hanya kesal.
Tidak ada rasa amarah yang menggebu pada Bundanya itu. Rehan menyadari dan memahami perasaan (Namakamu). Lebih baik, (Namakamu) terbebas dari belenggu kesedihan dari pada harus terus berada didalamnya, Pikir Rehan.
Hegh!
Rehan tersadarkan dari lamunannya kala sebuah genggaman hangat menyentuh kedua tangannya. Ia menengok dan mendapati neneknya yang sejak persidangan ini berjalan selalu berada disampingnya.
"Mau minum?"
Rehan tersenyum kecil seraya mengecup punggung tangan neneknya itu. "Enggak.."
"Jangan sedih.." Denita mendekap tubuh cucunya itu. Ia menyeka sudut mata Rehan. "Cucu nenek harus tegar dan kuat, Oke?"
Rehan bersandar di bahu Denita dengan airmata yang sekali lagi, Menetes tak karuan. Kedua matanya yang memerah kini tertuju kearah sang bunda yang terduduk didepan sana, dan bergulir kearah Iqbaal yang terduduk pula tak jauh dari (Namakamu).
Denita menghela nafasnya, Ia mengecup sekilas pelipis sang cucu. ia tau betapa hancurnya perasaan Rehan. Begitupun juga dengan dirinya, Denita tak menyangka perceraian akan muncul ditengah keluarga Iqbaal dan (Namakamu).
Dan yang lebih tidak ia duga adalah, (Namakamu) lah yang mengajukan perceraian itu. Dan kini, terwujudkan oleh pengadilan.
Yang artinya, (Namakamu) sudah bukan jadi menantunya lagi. Jujur saja, tidak ada rasa benci dalam dirinya. Masih atau bukan, Denita akan tetap menyayangi mantan menantunya itu.
Karena semua yang sudah terjadi, Itu bukan atas keinginan puteranya, Iqbaal. Ini semua takdir yang tidak bisa disalahkan oleh siapapun.
(Namakamu) mengusap wajahnya seraya mengucap rasa syukur setelah hakim mengabulkan permintaannya untuk berpisah dengan iqbaal. Wanita itu menoleh tatkala ia merasa ada sepasang mata tengah menatap kearahnya.
Dan benar saja.
Ternyata.. Ekhem, Mantan suaminya itu kini tengah menatapnya dengan tatapan yang menusuk. Merespon itu (Namakamu) hanya bisa memalingkan wajahnya tanpa menunjukkan ekspresi apapun.
Hakim akhirnya mengumumkan jika persidangan ini sudah selesai. Baik (Namakamu), Iqbaal dan kedua pengacara mereka saling menjabat tangan kepada hakim dan para petugas kejaksaan.
Para saksi, hakim dewan serta tim masing-masing pengacara sudah pergi meninggalkan ruangan persidangan ini kecuali, Iqbaal, (Namakamu), kedua pengacara mereka, Denita, dan Rehan.
"Makasih banyak ya pak udah mau bantu saya," (Namakamu) mengucapkan rasa terima kasih kepada Theo selaku pengacara yang sudah membantunya.
Theo mengangguk disertai senyuman. "Sama-sama, bu. Semoga ibu senang dengan hasil yang sudah kita kerjakan selama proses perceraian berjalan." Pria berumur 40 tahun itu melirik sekilas kearah Iqbaal dan pengacaranya yang berdiri tak jauh.