Jihyo sedikit kaget saat mendapati mentua dan orang tuanya datang ke rumah. Untung saja saat itu ia pulang lebih cepat dari biasanya.
Pukul delapan malam ia menyiapkan makan malam bersama bibi pengurus rumah lalu dengan buru-buru masuk ke kamar dan membersihkan diri.
Jihyo melangkah turun dari lantai dua dengan piyama bunga sakura yang terbalut ditubuhnya. Berpura-pura seolah semuanya baik-baik saja, Jihyo menjatuhkan bokongnya ke atas kerusi meja makan di samping Taehyung.
"Mengapa tidak bilang kalau kalian akan datang? Setidaknya aku tidak perlu buru-buru menyiapkan makan malam untuk kalian." Menelan buah jeruk dengan susah payah, ia tersenyum seperti biasa.
"Kau ke kampus? Kenapa tidak libur saja? Padahal kalian baru saja menikah tiga hari yang lalu. Tidak ada niatan buat honeymoon juga?" Bukan menjawab, sang mentua malah melontarkan pertanyaan-pertanyaan mematikan.
Jihyo mendengus jengkel, melirik kakaknya yang tersenyum tak berdosa, Jihyo menegak air putih hingga tinggal separuh.
"Aku mahu jujur saja." Menggantung kalimatnya sehingga membuat semua yang berada di meja makan merasa penasaran. Jihyo mengubah tampang menjadi lebih serius. "Lusa, di sebuah gereja tua ujung kota, mereka akan menikah."
"Sera, kau tidak apa 'kan, kalau menikah biasa-biasa saja?" Jihyo kembali melanjutkan ucapannya. Kali ini ia menatap tak suka ke arah kakaknya.
"Iya. Yang penting ayah pada janin ini ingin bertanggungjawab." Sera tersenyum senang sambil mengelus perut ratanya.
"Kalau begitu, semuanya sudah selesai 'kan? Aku tahu kalian datang untuk ini. Tidak perlu khawatir, aku sudah menyiapkan semuanya dari awal." Tersenyum rapuh, Jihyo pamit ke kamar. Mendadak ia merasa mual.
[ BETWEEN TWO HEARTS ]
Disaat semua orang sudah berpamitan untuk pulang, Taehyung langsung saja masuk ke dalam kamar dengan rahang yang mengeras. Mencari sosok sang istri, ia tak menemukan Jihyo di setiap sudut kamar.
Tapi saat pintu kamar mandi terbuka, ia dengan cepat menarik pergelangan tangan Jihyo, menyuruh gadis itu untuk duduk di sebuah sofa biru tua yang terletak di sudut kamar.
"Kau tak sungguh-sungguh mengatakan hal itu 'kan?"
Jihyo terdiam, menatap bertapa marahnya Taehyung, ia terkekeh samar seolah itu semua hanya lelucon belaka.
"Jawab aku, Kim Jihyo!" Taehyung menaikkan satu oktaf nada bicaranya. Mirip seperti sebuah teriakkan, ia berjongkok guna menatap wajah Jihyo dengan lebih dekat. "Kau tak sungguh-sungguh mengatakan itu 'kan?"
Jihyo menghela nafas lelah lalu melempar punggungnya pada sandaran sofa dengan keras sehingga tautan tangan mereka terlepas. Ia menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong, ini adalah hal terberat yang pernah dia alami.
"Ini nyata. Kalian akan menikah. Orang tua kita juga sudah setuju. Walau apa pun itu, anak di kandungan Sera tetap darah dagingmu."
"Aku tak menyangka, kau melanggar janji kita. Padahal dulu, kau dan aku sama-sama menanti anak pertama kita. Tapi kau yang lebih dulu punya anak. Aku tak bisa menerima itu, jujur saja. Aku tak bisa menerima kalau nanti anak yang akan aku lahir adalah anak kedua untukmu walau ia akan menjadi anak pertamaku. Jadi aku memutuskan mulai sekarang, aku tak akan membenarkanmu menyentuhku barang sedikitpun. Jika sampai itu terjadi, surat penceraian akan langsung sampai ke tanganmu itu."
Jihyo bangkit lalu berjalan menuju kasur. Merebahkan tubuh lelahnya disana, ia tak lupa untuk meletakkan gulingan di tengah-tengah tempat tidur mereka. Ia ingin tidur saja, kalau boleh, untuk selamanya sebab Jihyo tahu mimpi itu lebih indah dari dunia nyata.
YOU ARE READING
BETWEEN TWO HEARTS
RomantizmAwalnya hubungan Nam Jihyo dan Kim Taehyung baik-baik sahaja. Sehingga semuanya berubah sejak Taehyung bertemu dengan Nam Sera, wanita yang pernah mengisi kekosongan hatinya tujuh tahun lalu. Cinta lama berputik kembali sampai keduanya dibuat hanyu...