1

6.8K 480 27
                                    

"Kamu pulang kan lebaran ini?" tanya ibu pada May diseberang telepon.

May menghela nafas pelan sambil menengok ke kanan dan kiri. Matanya tanpa sadar bertemu pandang dengan mata tajam Raka, asisten manajernya yang entah sejak kapan menatap ke arahnya. Pelan-pelan, May pun menutup pintu ruang divisinya lalu menggeser tubuhnya menjauh.

"Insya Allah, buk. Nggak janji juga," jawab May pelan.

"Kata pemerintah tahun ini nggak ada larangan mudik, May," sahut bapak ikut menimpali membuat May sekali lagi membuang nafas berat.

Sebenarnya May suka-suka saja bila disuruh mudik ke Jogja saat libur lebaran nanti, toh ia sendiri sudah 2 tahun tidak bertemu dengan kedua orangtuanya karena adanya COVID 19. Namun, yang membuatnya selalu malas tiap kali harus mudik adalah bertemu keluarga besar ibu. Ya, sejak uti dan ito meninggal 6 tahun lalu, ibu yang merupakan anak tertua di keluarga selalu menjadi tuan rumah tiap kali lebaran dan dirinya sebagai cucu pertama di keluarga besar ibu entah mengapa selalu masuk dalam topik pembicaraan.

May hafal betul bagaimana obrolan akan selalu diawali dengan topik ringan yang penuh canda lalu ketika pakdhe, budhe, paklik atau buliknya kehabisan bahan obrolan, mereka kemudian dengan kompaknya menjadikan May sebagai bahan obrolan mereka. Inti obrolannya pun selalu sama yaitu tentang May dan calon pasangannya yang tak kunjung datang. Bila sudah demikian, May pasti akan lebih banyak diam sembari memasang senyum palsunya.

"May?" Suara bapak terdengar jauh di telinga May yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Hallo, May?"

May masih diam tak bergeming.

"May?" panggil ibu sekali lagi.

"Hm? Iya, buk? Maap, kenapa tadi?"

"Kamu itu diajak ngomong bapakmu," kata ibu dengan logat Jogja-nya yang begitu kental.

"Oh? Maap, pak. Bapak bilang apa tadi?"

"Udah nggak ada. Bapakmu udah keluar barusan. Tadi bapakmu bilang, pemerintah kan udah nyabut larangan mudik taun ini. Berarti kamu bisa pulang tho ya, May?" kata ibu penuh harap.

"Iya buk. Diusahakan ya."

Terdengar ucapan hamdalah diseberang telepon, "Kamu ndang pesen tiket kereta biar nggak keabisan."

"Iya, buk. Insya Allah ya."

"Lho? Kok maleh balik'insya Allah' lagi tho, May." 

"Ya kan jawabnya emang harus 'insya Allah', buk."

Suara helaan nafas kecewa terdengar seketika dari seberang telepon, "Kamu itu sudah nggak pulang 2 kali lebaran. Nggak kangen po sama bapak? Sama ibuk? Sama adekmu Lita? Kita semua ini kangen sama kamu."

"Ya kangen lah, buk. Masak nggak kangen."

"Ya makanya balik ya nanti pas lebaran?"

May memijat keningnya perlahan. 

"Pokok ibu mau kamu pulang, May. Ibuk sama bapak ini kangen sama kamu."

"........"

May menghela nafas berat. Bayangan akan menjadi bulan-bulanan kerabat ibu seketika muncul mengisi pikirannya hingga kemudian suara heels yang berjalan mendekat kearahnya membuat May berbalik, Mika. Melihat ada kesempatan kabur dari pembicaraan tentang mudik dengan ibu, May segera melambai-lambaikan tangannya heboh, meminta teman sekaligus sahabat di kantornya itu untuk mendekat.

"Kenapa, Ka'?" tanya May pada Mika dengan nada suara tinggi yang dibuat-buat.

Mika yang langsung paham maksud May kemudian berdeham pelan sebelum berkata, "Lo dicariin tuh sama pak Reno," kata Mika santai ikut berpura-pura.

The Mayandra's Deadline - TERBIT NOVEL REPUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang