"Terusin," pinta May ingin mendengarkan keseluruhan ide yang ada di kepala Raka.
May kenal seperti apa Raka dan kemampuan yang dimiliki pria ini. Untuk urusan ide yang out of the box, Raka adalah ahlinya. Karakter Raka yang anti ribet membuat pria ini unggul ketika diminta memikirkan cara simpel, tapi tetap efektif dalam mengatasi suatu masalah. Itu kenapa ketika Raka berkata tentang kemungkinan untuk maju 'bargain ke Pak Reno', May langsung berpikir Raka pasti melihat celah yang tak dilihat oleh May sebelumnya.
"Kita bisa manfaatin anak redaksi," ungkap Raka singkat.
"Maksudnya masukin kolom? Atau apa?" tanya May mencoba memahami clue yang diberikan Raka.
Raka mengangguk lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Kerjasama sama tim redaksi dulu, komporin mereka soal Dokter Regi ini," kata Raka menjelaskan. "Sukur-sukur kalo redaksi malah pengen ngasih kolom buat dia, makin gampang buat kita bargain, maju ke Pak Reno, minta tambahan budget buat nge- hire dia jadi talents kita. Win-win solution, redaksi dapet Dokter tetap buat isi kolom mereka, kita dapet talent oke buat marketingan," ucap Raka sambil mengetukkan bolpoinnya dengan keras ke atas meja.
"Masuk akal," komentar Yudi singkat.
"Bisa dicoba, Mbak," lanjut Nendra.
May terdiam, tak merespon apapun. Otaknya tengah sibuk memproses ide yang diberikan Raka barusan. May mencoba memproyeksikan side effect- nya, positif dan negatif yang akan diterima oleh tim marketing & promotion bila akhirnya memaksa tetap meng-hire Regi dengan menggunakan cara Raka tadi.
Suasana ruangan setelah itu perlahan hening, tak ada satupun yang bersuara. May sibuk memperhitungkan semua variabel yang ada sementara yang lain juga diam menunggu respon dari May. Suara getaran hape yang tiba-tiba terdengar, sukses memecah konsentrasi semua orang, tak terkecuali May. Ia juga ikut memeriksa hape miliknya, sama seperti yang lain.
"Hallo, Ka,"
"Hallo," sapa Raka berbarengan dengan sapaan manis dan ramah dari Chelsea di seberang telpon.
Semua mata seketika beralih menatap Raka yang langsung berdiri dari kursinya. Matanya sempat bertatapan pandang dengan sepasang mata May yang juga tengah menatap ke arahnya.
"Kamu udah terima kopi sama rotinya?" tanya Chelsea.
"Wait a sec," kata Raka pada Chelsea.
Seharusnya setelah berdiri dari kursinya, Raka tinggal berjalan lurus keluar ruangan. Namun hal tersebut tak dilakukannya. Raka malah berjalan ke arah meja May dan dengan sangat sadar ia kemudian menyentuh lembut lengan May sambil berkata. "Sebentar, oke," ujar Raka.
May yang sudah pasti kebingungan sendiri karena tiba-tiba disentuh dan dipamiti seperti itu oleh Raka hanya bisa bengong sebentar sebelum akhirnya mendengkus kesal pada Raka. Entah ini hanya perasaannya saja atau memang firasatnya benar, tetapi May merasa Raka menyadari tentang perasaan May. Bego lo, May! batin May kesal.
"Mbak," panggil Yudi.
May beralih menatap rekan kerjanya itu. "Hm?"
"Sambil nungguin Raka selesai telponan sama Chelsea," kata Yudi mengawali pembicaraan. "Mau nanya, Mbak," lanjut Yudi.
May menarik nafas dalam guna meredakan emosinya yang terpancing begitu saja kala mengetahui Yudi dan Nendra bahkan mengenal nama pacar baru Raka. Merasa paling tidak bisa memendam rasa penasarannya, May pun memberanikan diri untuk bertanya. "Kalian kenal juga sama yang namanya Chelsea ini?" tanya May memotong pertanyaan Yudi sebelumnya.
Yudi sempat bingung sebentar sebelum akhirnya menjawab. "Nggak bisa dibilang kenal sih, Mbak. Cuman sempet liat fotonya," kata Yudi.
"Cantik? Sexy?" tanya Lena tiba-tiba ikut bergosip. "Pertanyaan bego. Jawabannya udah jelas juga, Len," kata Lena pada dirinya sendiri.
Nendra seketika tertawa cekikikan. "Nggak boleh lupa kita lagi ngobrolin sapa di sini ya."
Lena ikut tertawa. "Iya, sempet lupa tadi,"
May menghela nafas pelan, kelihatannya ia sudah mendapatkan informasi yang dibutuhkannya. Sambil menata perasaan kecewanya sendiri, May kemudian kembali menatap Yudi yang pertanyaannya tadi sempat ia potong gara-gara rasa penasarannya terhadap hubungan Raka-Chelsea. "Sori, pertanyaan lo tadi sempet gue potong sama pertanyaan nggak penting gue," ujar May sarkas. "Lo mau nanya apa tadi?" tanya May pada Yudi.
"Oh iya, Mbak. Jadi soal rencana yang disampein Raka tadi," kata Yudi. "Menurut Mbak May possible nggak?"
"Sebenernya sih memungkinkan aja. Cuman eksekusinya nggak segampang kayak pas Raka cerita tadi pastinya. Gue sih mau-mau aja nge- hire Dokter Regi, cuma kalo sampe minta tambahan budget, jujur aja gue pesimis bakal goal. Soalnya budget perusahaan lagi seret banget," terang May pada Yudi.
"Tapi Mbak, kalo misal nih ya ... misal ... kita nekat nge- hire Dokter Regi trus sisa duitnya kita pake buat nge- hire yang nano influencers gimana, Mbak?" tanya Nendra.
May berpikir sejenak. "Dua juta dibagi empat ... cari yang lima ratus ribuan. Gitu maksudnya?"
Nendra mengangguk antusias. "Jadi tetep achieve lima, Mbak," kata Nendra.
May tersenyum senang. Terlalu sering bekerja di ranah micro influencers ke atas, May melupakan nano influencers. "Oke, gue coba maju ya," kata May yang langsung disambut sorakan bahagia dari yang lain.
Sementara itu, di luar pintu ruangan divisi marketing & promotion, Raka berdiri sambil sesekali melirik ke dalam ruangan melalui kaca pintu. "Thank you buat kopi sama rotinya, Chels," kata Raka.
Suara tawa renyah Chelsea terdengar di seberang telepon. "Sama-sama. Aku pesennya lima, kurang nggak?"
"Nggak, aman. Pas kok, kita emang berlima. Kamu udah ada makan siang?" tanya Raka begitu saja, seperti layaknya authomatic respond.
"Belom, paling nanti gojek aja."
Raka menganggukkan kepala hampa. Mungkin benar Raka memang terdengar seperti memberikan perhatian pada wanita yang ada di seberang telepon ini. Namun kenyataannya, pertanyaan tersebut adalah pertanyaan template yang selalu ia tanyakan pada wanita manapun yang sedang dekat dengannya. Lalu, apa itu artinya Chelsea sudah masuk kategori wanita yang sedang dekat dengannya? Entahlah.
Karena seringkalinya, tindakan dan ucapan Raka dilakukan secara spontan. Seperti AI yang mampu merespon secara otomatis, tubuh Raka pun demikian adanya. Terkadang Raka berpikir, apakah semua ini karena ia terlalu sering bergonta-ganti pacar? Sehingga bibir, tangan dan semua body language serta ekspresi wajahnya seolah bisa mengingat dengan jelas apa saja yang harus dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan untuk menyenangkan dan mendapatkan hati seorang wanita.
"Kenapa? Kamu mau kirimin makan siang buat aku?"suara tanya Chelsea terdengar kembali di telinga Raka.
"Kamu mau makan siang apa?" tanya Raka spontan seperti biasanya.
"Hm ... apa ya? Belom kepikiran."
"Kabarin aku kalo kamu udah tau mau makan apa," kata Raka.
"Btw, besok hari pertama puasa. Kamu puasa?"
Raka mendengkus pelan, mendengar pertanyaan garing yang ditanyakan Chelsea. "Puasa," jawab Raka singkat.
"Besok kita buber ya, kamu jangan ngelembur."
Raka diam tak merespon, matanya tengah fokus menatap May yang sedang berjalan ke arahnya. Matanya bertatapan pandang dengan mata cantik dihadapannya ini.
"Selesain teleponnya, buruan. Abis itu susul gue ke ruangan Pak Reno," kata May lalu beranjak pergi.
Raka dengan cepat mematikan begitu saja sambungan teleponnya tanpa pamit terlebih dahulu pada Chelsea yang suaranya masih terdengar di seberang telepon.
Ada yang pernah gini?
Udah baper2 tipis.. gak taunya udah ada pawangnya?
Gimana kira2 perasaan kalian?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mayandra's Deadline - TERBIT NOVEL REPUB
ChickLitMayandra Andini Putri, usia 32 tahun, manajer marketing & promotion yang kesehariannya diisi oleh target dan target. Entah itu target kantor maupun target pribadinya sendiri, yaitu menikah. Tak jarang tiap kali May mendapat tekanan dari pihak keluar...