4

2K 319 9
                                    

"Gue nggak sengaja denger obrolan lo kemaren di pantry," kata Raka.

May tersenyum tipis sambil terus berusaha memasang wajah datarnya. Ia lalu menarik nafas panjang dan dalam kemudian berkata, "Lo nguping?" tanya May setenang mungkin.

Suara dengusan keras, tanda protes dari arah Raka terdengar jelas di telinga May. Sebenarnya bukan hal yang sulit bagi May untuk bermain peran atau berpura-pura seperti ini. Dunia kerja di Jakarta telah menempanya dengan sangat baik, May terlatih untuk siap menghadapi siapapun dalam kondisi apapun.

Seperti di Baby & Me contohnya, banyak orang mengatakan bahwa pekerjaan May saat ini bisa jadi merupakan salah satu pekerjaan paling mudah di dunia. Terlihat menyenangkan karena membuat May bisa berinteraksi dengan beberapa selebritas, influencer atau orang ternama lainnya di tanah air beserta bayi-bayi mereka yang lucu-lucu. Namun, yang sering kali orang lupakan tentang pekerjaan May adalah 'prosesnya'. Ya, jauh sebelum May bisa 'bermain-main' dengan para bayi-bayi lucu itu ada waktu, tenaga, emosi dan perasaan yang tak jarang bisa sangat terkuras habis. Proses panjang yang seolah tak berkesudahan dari mulai searching, background checking, approaching, negotiating, hingga dealing. Kalau talents yang diajak bekerjasama tidak terlalu banyak permintaan dan kooperatif tentu saja prosesnya akan cepat, mudah dan less effort tetapi bila bertemu dengan yang agak rewel dan ribet tentu saja proses itu akan sangat sulit dan memakan waktu.

Selain handle talents, May juga harus meng-handle rekan bisnis Baby & Me, dari mulai mengurus sponsorship, meng-handle sesama rekan marketing yang mengirimkan produk perusahaan mereka ke Baby & Me, meminta direview oleh talent atau oleh para penulis artikel Baby & Me yang nantinya pasti akan mempengaruhi SEO Baby & Me. Terakhir, May juga harus meng-handle rekan media.

Oleh karena tuntutan pekerjaan May yang mengharuskannya bertemu dan berinteraksi dengan berbagai macam karakter orang itulah, May harus selalu sigap dan siap memasang topeng ramah dan tenang di wajahnya. Tidak peduli bagaimana perasaannya saat itu, entah sedang badmood, marah, kesal, kecewa, sedih sekalipun. May tetap harus tenang dan menggunakan topengnya. Seperti saat ini, ketika ia harus menghadapi Raka dan pertanyaannya yang begitu tiba-tiba.

"Gue bilang, gue nggak sengaja denger obrolan lo sama Mika."

Suara Raka kembali terdengar di telinga May yang seketika menarik nafas panjang dan dalam. Entah sudah kali keberapa May melakukan ini. Mungkin May pandai menggunakan topengnya, tapi nyatanya hal tersebut tak bisa membantu menenangkan debar jantung dan perasaan tak enak yang hadir dalam hatinya.

"Suara kalian kenceng sampe luar. Nggak bisa dikategorikan nguping," lanjut Raka sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Oh... gue pikir nguping," kata May lalu menekan tombol 'open' pada microwave

Raka memilih tidak menyahuti ucapan May dan fokus menatap baik-baik tangan May yang terulur begitu saja kearah piring yang berada di dalam microwave. Raka menegapkan tubuhnya dan menarik cepat tangan May, "Panas, May." ujar Raka kesal, "nggak liat itu bahkan masih ngebul."

May tak bisa mendengarkan omelan Raka, ia fokus menatap tangan besar Raka yang tengah menggenggam tangannya. Deg! deg! deg! deg!!! May merutuki jantungnya yang berdegup lebih cepat dari sebelumnya hanya karena perkara tangan Raka ini,"Terlalu lama jomblo bener-bener nggak sehat buat lo, May, lo jablay beneran. Gini aja lo deg-deg an! Nggak banget lo! Ngomong sesuatu, May! Ngomong, May!!!" batin May berontak keras saat mendapati dirinya gagal memproses situasi yang tengah terjadi. Bukannya melepaskan tangannya dari Raka setenang mungkin, May malah tertawa bodoh.

Di sisi lain, Raka juga tengah memproses sikapnya barusan. Ia bingung dengan apa yang dirasakannya saat ini. Untuk sikapnya yang langsung menarik dan menggenggam tangan May, Raka bisa menjelaskan tindakannya tersebut sebagai out of concern-nya saja sebagai sesama rekan kerja. Namun bagaimana dengan rasa kesal, khawatir dan marah yang saat ini dirasakannya? Ia sangat ingin menegur kecerobohan May ini, tetapi ia cukup sadar untuk tidak kehilangan kontrol akan dirinya sendiri. Raka memilih menutup bibirnya rapat-rapat dan hanya melemparkan tatapan tajam pada May yang masih tertawa canggung.

"Lo ceroboh banget jadi orang," kata Raka berusaha berbicara sedatar mungkin. Ia kemudian membuka telapak tangan May lalu meletakkan begitu saja sarung tangan anti panas diatasnya.

May tersenyum singkat sembari menggumamkan kata 'terimakasih' pada Raka yang hanya mengangguk sok cuek, "Gara-gara lo nih. Nanya aneh-aneh." celetuk May jujur.

Raka mendengus mendengar ucapan jujur May itu, "Kenapa? Lo deg-deg an?" tanya Raka iseng.

May menengok kearahnya, "Ka, seriusan. Lo kalo ada waktu bercandaan gini mending lo ngerjain yang lain. Katanya lo belom selesai ngedit fotonya talent baru buat produknya Mommy Na? Buruan sana kerjain. Targetnya minggu ini harus lo setor ke anak redaksi." kata May panjang lebar menutupi perasaan saltingnya sendiri.

May lalu mendorong tubuh Raka menjauh dari meja pantry dengan punggung lengannya, Raka yang sedari tadi memang betah bersandar di meja pantry pun terpaksa menurut dan menegapkan tubuhnya. Segaris senyum tipis hadir menghiasi wajah tampan Raka kala melihat May meletakkan satu porsi nasi goreng jumbo disusul kemudian dua piring lainnya ke atas meja makan.

"Koreksi. Bukannya nggak selesai-selesai ngerjainnya tapi guenya yang belom sempet nyentuh editing sama sekali."

May mendengarkan ucapan Raka sambil fokus membagi rata nasi goreng jumbo yang ia panaskan sebelumnya ke atas 2 piring dihadapannya, "Kok bisa ngaret terus, Ka?" tanya May iseng.

"Lo lagi nge-bossy sekarang?" sindir Raka.

"Suudzon lo. Maksud gue kalo emang lo ngerasa load kerjaan lo banyak, gue perlu nge-hire satu orang lagi kah buat bantuin kerjaan lo," tanya May tak benar-benar bertanya. May tahu Raka sanggup mengerjakan itu semua, dia sangat reliable dan capable. May hanya mendadak ingin menyentil sisi ego seorang Raka.

"Nggak usah berlebihan," seloroh Raka lalu mengambil sendok dan garpu, bersiap untuk menikmati makan siang nasgornya.

May melirik Raka dan peralatan makan yang ada di tangannya. Ia mengulum senyum, menahan tawanya, "Lo mau makan juga?" tanya May pada Raka.

"Mana makan siang lo? Mau dipanasin juga nggak?" tanya May tanpa memandang Raka, berpura-pura tak tahu apapun.

Raka yang mendengar pertanyaan May itu lalu mendengus keras menelan rasa malunya. Bisa-bisanya ia berpikir May bermaksud berbagi makan siang dengannya. Dikembalikannya sendok dan garpu ke tempat semula lalu menatap May yang masih menahan senyumnya, "Lo ngerjain gue ya." kata Raka pelan.

May tertawa puas sambil memukul lengan Raka, "Lo sendiri yang kegeeran. Hahahahaha!!!"

Raka tanpa sadar ikut tersenyum melihat May yang tertawa lepas, "Jadi kenapa lo nggak suka brondong, May?" tanya Raka sekali lagi.

Tawa May perlahan berhenti, ia balik menatap Raka yang sudah kembali memasang wajah datarnya.

"Gue penasaran aja. Kenapa lo nggak suka sama brondong?" ulang Raka.

May menelan salivanya perlahan, "Karna kalo brondong, pandangannya sama gue pasti akan beda," jawab May jujur, "apa sudah menjawab pertanyaan lo." lanjut May lalu tersenyum.

Perasaan kecewa kembali hadir dalam hati Raka bersamaan dengan suara pintu pantry yang dibuka.

"Sori, gue ketahan sama mbak Nadia. Pusing gue disuruh reim..." Tiara menghentikan celotehannya sambil menatap bergantian May dan Raka, "pada ngapain?" tanya Tiara ketus sambil menatap awas pada Raka.

"Ngespik sohib lo. Puas." jawab Raka pada Tiara lalu beranjak pergi, keluar dari pantry tanpa merasa perlu pamit pada May.

Yang belum follow akunku
Yuk, follow akunku dulu..
Biar nggak ketinggalan update-an ku 🥰
Kasih bintang n tinggalin komen kalo kalian sukak ya 😘😘
Maaciih..

The Mayandra's Deadline - TERBIT NOVEL REPUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang