"Bisa dibalikin nggak? Ato lo ada copy- nya nggak?" racau May panik apalagi mengingat deadline setor ke tim redaksi adalah hari ini.
Raka yang akhirnya sadar atas perbuatannya pun berusaha keras menahan rasa malunya sendiri. Ia tidak percaya, dirinya bisa melakukan tindakan sebodoh ini hanya karena ... Raka terdiam sejenak, ia mendongak menatap May yang memasang wajah panik dan khawatir disampingnya. "Karna dia lagi," gumam Raka pelan dengan mata menatap lurus pada May.
May yang mendengar gumaman tersebut kemudian balas menatap Raka dengan dahi berkerut. "Ha? Maksudnya apaan? Lo nyalahin gue?" tanya May sedikit terpancing emosi.
"Bukan. Nggak maksud gitu," jawab Raka cepat sembari mengalihkan pandangannya. Dipejamkannya matanya sejenak sambil menggerutu di dalam hati tentang betapa bodohnya ia yang sempat-sempatnya ter- distract kembali oleh May.
"Ka, bukan waktunya buat bercanda, oke. Deadline kita hari ini," tegur May. "Itu yang tadi, foto ori-nya atau foto yang udah lo edit?"
"May, chill aja, oke," sahut Raka santai karena ia tahu sekalipun dirinya tidak sengaja menghapus foto-foto tersebut, foto itu masih bisa dikembalikan lagi. Namun, melihat bagaimana paniknya May saat ini, kelihatannya wanita ini melupakan fakta tersebut.
Sementara itu, May yang memang melupakan fakta bahwa sistem hapus foto pada komputer berbeda dengan sistem hapus foto pada galeri hape pun kembali menarik nafas, mencoba menelan emosinya yang lagi-lagi naik karena ulah cuek Raka yang selalu menggampangkan semua masalah. "Lo pengen gue chill. Bisa aja, Ka. Asal lo bisa balikin semua foto yang tadi udah lo hapus," sindir May tenang dan sarkas.
Kalo dia pinter, harusnya dia ngerasa kalo gue lagi sarkas ke dia! batin May tak lupa memasang senyum palsunya.Raka memutar kursinya menghadap May, disilangkannya kedua tangannya di depan dada, kedua matanya menatap ke arah May lurus-lurus. Raka lagi-lagi tidak habis pikir bagaimana bisa wanita dihadapannya ini mampu membuatnya melakukan kesalahan konyol seperti ini?
"Foto-foto tadi nggak akan balik dengan lo ngeliatin gue gini," ujar May tanpa sadar menurunkan nada bicaranya.
"Lo malu?" tanya Raka, senyum tipis tampak jelas menghias wajah tampannya.
May balas menatap Raka, ia kembali merasakan getaran aneh menjalar di sekujur tubuhnya.
"Pagiii!" sapa Lena dengan semangat disusul kemudian Nendra dan Yudi di belakang.
May dengan cepat mengalihkan pandangan ke arah pintu masuk sembari mengatur degup jantungnya. Ia tersenyum, menyapa balik tim- nya yang baru saja datang itu. "Pagi," sapa May ramah.
"Ada masalah, Mbak?" tanya Yudi yang sempat melihat May dan Raka seperti tengah berbicara serius sebelumnya. "Keliatannya serius banget tadi," lanjut Yudi.
"Nggak ada, cuman lagi fokus aja," ujar May, entah mengapa malah menutupi kesalahan Raka.
Raka yang mendengar May berbohong untuk melindunginya pun kembali memutar kursinya menghadap komputer sambil menahan senyum. Diarahkannya kursor mouse ke recycle bin, bermaksud untuk mengembalikan foto-foto yang tak sengaja ia hapus sebelumya. Namun, niat itu urung Raka lakukan kala mendengar suara May lagi,
"Btw, ada yang punya fotonya Josephine, kah?" tanya May sambil mengingat-ngingat foto talents siapa lagi yang terhapus secara tidak sengaja tadi.
May melirik Raka sejenak, bermaksud membuat si tersangka utama menyebutkan nama talents lainnya. Sayangnya Raka tak menyahut, dia hanya diam. Bahkan ketika May memberi kode lewat ketukan jari di meja Raka, pria itu masih saja diam tak bergeming, seolah lepas tanggung jawab. May menarik nafas panjang sembari meredam rasa kesalnya yang rasanya sudah hampir sampai di ubun-ubun.
"Mbak, Mbak May nggak papa?" tanya Lena. "Mukanya merah banget itu," lanjut Lena.
"Nggak papa. Lagi 'gerah' aja," sindirnya pada Raka.
Raka yang penasaran pun ikut mendongak ke arah May, mengangguk sekilas lalu dengan sengaja kembali tidak mengacuhkan May dan menatap komputernya.
May mendengkus gemas melihat tingkah laknat Raka itu. "Gimana? Ada yang punya, kah? Josephine waktu itu ikut sesi fotonya sama sapa aja ya?" tanya May lalu beralih menatap Raka. "Selain 'Raka' ada yang inget nggak?" sindir May untuk kesekian kalinya.
Sekali lagi Raka menahan senyum karena tingkah May yang menurutnya lucu ini. Mengacuhkan May dan kepanikannya, Raka pun dengan santai membuka recycle bin yang ada di komputernya. Deretan foto-foto yang tadinya sempat terhapus oleh tangan bodohnhya ini pun muncul seketika, ia kemudian memilih restore untuk mengembalikan file yang sempat terhapus tersebut kembali ke folder sebelumnya. Setelah memastikan semua file foto sudah ada di tempat semula, Raka sengaja diam, tak langsung memberitahukannya pada May. Ia malah memasang wajah sok serius dan sok cueknya di depan May yang tentu saja, semakin gerah dengan tingkah Raka ini.
"Josephine ini, Josephine Ravela kan ya, Mbak?" tanya Yudi memastikan.
May sekali lagi menatap Raka berharap mendapat sedikit pencerahan, lagi-lagi Raka memasang wajah cuek menyebalkannya. Demi apapun, kalau ada manusia yang saat ini ingin sekali ia beri sumpah serapah di depan wajah mereka langsung. Bukan nama penjahat kakap atau pejabat polisi yang tega membunuh yang muncul di kepala May saat ini, tetapi nama Rakandra Putra Dinadja!
May tentu tidak bisa mengingat satu per satu nama lengkap talents Baby & Me. Namun, bisa dipastikan May mengingat wajah dan nama panggilan mereka masing-masing. Lagipula urusan photography talents bukanlah ranah May. Ia memang mendapatkan informasi update jadwal photo shoot talents tiap awal minggu, tetapi ia tidak pernah berpikir harus menghapalkan jadwal tersebut.
Sekali lagi May menarik nafas dalam lalu menatap Raka. "Boleh dibantu, Ka? Karna jujur aja, gue hapal wajah sama nama panggilan mereka aja. Bukan nama panjang mereka," sindir May sekali lagi. "Josephine yang tadi lengkapnya Josephine Ravela, bukan?" ulang May masih bisa menahan kesalnya.
"May, chill," jawab Raka santai tanpa dosa.
"Benernya tadi udah hampir santai gue. Kerjaan gue juga udah kelar, tinggal beli kopi aja malahan. Ya kan, Ka?" ujar May menimpali perkataan Raka dengan sarkas.
Nendra, Yudi dan Lita seketika paham situasi yang ada. "Ka, Mbak May, ada masalah apaan, sih?" tanya Yudi.
"Iya, kali kita bisa bantu. Ini soal Josephine kah? Gue ada ..."
Suara Nendra teredam seketika dari telinga May kala ia merasakan sentuhan lembut di tangannya. Ia menunduk dan mendapati Raka tengah menggenggam tangannya. Matanya berganti menatap Raka, jantungnya berdegup kencang dan gelitik aneh di perutnya hadir tanpa bisa ia tahan. Jadi ini yang namanya butterflies in the stomach? batin May seraya mengatur nafasnya agar tetap tenang.
Posisi tangan May dan Raka yang tertutup meja kerja membuat rekan kerjanya yang lain tak menyadari apa yang sedang terjadi. Nendra, Yudi dan Lena juga tampak mulai sibuk membantu May dan Raka mencari copy foto tiap talents yang mereka punya sekalipun sebenarnya mereka sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan May. Mereka hanya berpikir untuk menyediakan semua foto terlebih dahulu, nanti biar May dan Raka mudah mencari sesuai kebutuhan mereka.
Di sisi lain, Raka tersenyum melihat wajah May saat ini. Ditariknya tangan May, membuat wanita di sampingnya ini menundukkan tubuh, sejajar dengannya. May yang terkejut dengan tindakan spontan Raka itu seketika mengerjapkan mata dengan nafas tak beraturan.
"Jadi beli kopi nggak?" tanya Raka pelan sambil mengarahkan dagunya ke arah komputer.
May mengernyitkan dahinya. Sekali lagi Raka mengarahkan dagunya ke arah komputer. May akhirnya menurut dan beralih menatap komputer Raka.
"Josephine?" batin May tak percaya.
"Komputer bukan hape, May. Kalo nggak sengaja kehapus tinggal balikin aja ke tempat asal," kata Raka lalu tersenyum. "Ngopi?" tanya Raka kembali.
Wajah May seketika terasa panas. Bocil kampret!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mayandra's Deadline - TERBIT NOVEL REPUB
ChickLitMayandra Andini Putri, usia 32 tahun, manajer marketing & promotion yang kesehariannya diisi oleh target dan target. Entah itu target kantor maupun target pribadinya sendiri, yaitu menikah. Tak jarang tiap kali May mendapat tekanan dari pihak keluar...