"Aneh. Ngapain coba dia nyolot?!" gerutu Tiara sambil menarik kursi di depan May. "Ini nasgor yang deket kost lo, 'kan?" tanya Tiara dengan cepat merubah topik obrolannya.
"Lo juga ngapain nanyanya gitu?" tanya May balik sambil mendorong satu piring nasi goreng ke arah Tiara. "Mancing perkara," lanjut May.
Tiara menyendokkan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya dan mengunyahnya perlahan. "Nggak ada yang mancing. Gue cuman nanya biasa aja, 'pada ngapain.' Udah gitu aja ... dianya aja yang PMS," kata Tiara membela diri. "Sumpah. Suka banget gue sama nasgor kost-an lo," lanjut Tiara lalu kembali menyuap sesendok penuh nasi goreng ke dalam mulutnya.
May hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan temannya yang satu ini. "Nada ngomong lo nggak manis kayak gitu tadi," ungkap May tanpa bermaksud membela Raka. "Nada ngomong lo tadi gini, 'pada ngapain.' Ketus banget, nggak bentak tapi pedes kayak bawang," lanjut May menirukan nada bicara yang Tiara pakai tadi saat berbicara dengan Raka.
Tiara menelan nasi gorengnya sambil menatap May dengan dahi berkerut. "Lo jangan macem-macem ya, May," kata Tiara tegas. "Ngapain belain tuh bocah segitunya," protes Tiara tak terima.
Kali ini May memilih mengabaikan perkataan Tiara. Berdebat dengan Tiara yang entah mengapa dan bagaimana sudah sangat 'alergi tingkat dewa' dengan Raka adalah upaya yang sia-sia. Toh, May juga sudah tahu hasil akhirnya bagaimana. Tiara tetap akan berpikiran buruk terhadap Raka. Jadi, percuma menyanggah Tiara lebih dari itu.
Suara getar tanda adanya notifikasi pesan WA terdengar dari arah handphone milik May. Ia melirik sekilas pop up message yang muncul di layar hapenya.
Ibuk:
Assalammualaikum...
May, ibuk mau ingetin
Jangan lupa beli tiket
Takutnya keabisan kalo ditunda-tunda.May sengaja tidak membuka pesan WA ibu. Ia sedang tidak berminat menjawab pertanyaan yang sama lagi dan lagi. Pop up message lain kemudian terlihat muncul menghiasi layar hapenya.
Ibuk:
Atau kalau kamu sibuk nggak ada waktu
Apa ibuk suruh Lita aja ya buat pesenin tiketnya.
Lita bisa kan ya?May dengan cepat segera meraih hapenya. Jarinya bergerak lincah di atas layar hapenya, mengetikkan pesan balasan untuk ibu. May kenal betul bagaimana sifat ibu, bila ibu berkata akan 'menyuruh' Lita, adeknya, maka itulah yang akan terjadi.
May:
Buk, nggak usah ya..Send. Tidak perlu menunggu semenit bahkan tak sampai 2 detik tulisan 'typing...' pun tampak di bagian atas. May meletakkan sendoknya, bersiap untuk debat panjang dengan sang ibu.
Ibuk:
May, nggak usah iki artine opo?
Kamu nggak jadi mudik?
Gitu?May:
Bukan gitu...
Maksud May itu berita soal nggak ada larangan mudiknya masih belom jelas, buk..
Kan masih belom ketok paluIbuk:
Kamu ini benernya niat pulang nggak sih May?May menarik nafas panjang dan dalam.
May:
Niat, buk
Tapi semuanya masih belum jelas kan?
May khawatir kalo May udah beli tiket tapi ternyata pemerintah kasih larangan mudik
Atau kalo misal May mudik, trus ada lockdown lagi
May nggak bisa balik Jakarta
Kan ribet urusannya
Lagian masih lama jugaTak ada tulisan typing dan tidak ada balasan WA masuk dari ibu, May bisa menebak orangtuanya itu pasti marah besar dengannya. Ia kembali menarik nafas panjang dan dalam.
"Satu ... dua ..." hitung May memprediksi jarak waktu hingga ibu menelepon dan memarahinya habis-habisan.
Tiara cekikikan di hadapannya kemudian menyuap sendok terakhir nasi gorengnya. "May ... May ... lo kalo nggak berantem sama ibuk lo nggak enak apa ya? Mudik aja sudah. Ntar kalo ada yang nanya macem-macem, bales aja langsung. Jangan diem ... biar nggak makan ati," nasihat Tiara blak-blakan.
May memutar matanya mendengar nasihat Tiara barusan. "Kalo segampang itu, nggak bakal gue ngehindar segininya," kata May.
"Mau sampe kapan tapi lo ngehindarnya. Lo niatnya ngehindar dari Om Tante lo, tapi ortu lo mikirnya lain, Bes. Mereka mikir lo nggak mau pulang, lo nggak mau ketemu mereka," ucap Tiara.
May menghela nafas keras. Ucapan Tiara ada benarnya, tapi tetap saja tidak se- simpel itu masalah dengan keluarganya. May tersenyum kecil.
"Lo tau ... kalo gue milih ngadepin Om Tante gue, ngejawab omongan mereka terus tiap kali mereka nanya macem-macem ke gue. Gue bakal di cap apa? Di cap 'nggak sopan', 'nggak mau denger apa kata orangtua', 'dapet pengaruh buruk di Jakarta'. Dan lo tau kalo udah gitu apa."
May menarik nafas sejenak sekedar untuk meredam emosinya. "Ujung-ujungnya, orangtua gue marahin gue lagi. Trus mereka akan bilang kalo maksud Om sama Tante gue baik karena orangtua gue juga sama khawatirnya kayak mereka. Ibuk-Bapak gue juga pasti akan ceramahin gue soal jangan kurang ajar sama orang yang lebih tua. Abis itu, mereka akan nasihatin gue soal jangan sampe keasikan kerja, ingetin gue soal umur gue, prioritasin cari jodoh, dan ngingetin gue soal sepupu-sepupu gue yang usianya di bawah gue, mereka udah pada nikah, udah pada punya buntut sementara gue jangankan buntut, pacar aja nggak ada." May lalu mendengkus sambil tersenyum miris.
"Kalo udah gini, sapa yang bakal lebih tertekan? Gue atau mereka?" tanya May pelan mencoba menjaga tone suaranya tetap tenang. Segaris tipis senyum palsu tersungging di bibirnya.
Tiara menatap simpati May yang tetap berusaha tegar. Diulurkannya tangannya lalu menggenggam lengan May, mencoba memberikan kekuatan pada May. "Nggak usah senyum maksa gitu. Depan gue juga." tegur Tiara.
May mendengkus menahan tawa. "Lo mau gue gimana? Nangis? Keliatan marah-marah? Masih di kantor ini," ujar May lalu menyendokkan sesuap nasi kembali ke dalam mulutnya.
"Iye paham. 'Stay professional no matter what', itu kan yang mau lo bilang,' sahut Tiara.
May tersenyum kemudian menatap jam dinding yang ada di pantry, 12:45. Itu artinya jam makan siang segera berakhir. May melirik handphone-nya yang tergeletak di samping, tak ada pesan WA dan tak ada telepon masuk. Apa ia sudah berburuk sangka dengan orangtuanya? Tidak biasanya mereka melepaskan May begitu saja setelah sesi adu argumen seperti tadi.
"Udah nggak usah diliatin hapenya. Nggak akan ibuk lo telpon. Lo salah nge-prediksi," kata Tiara lalu tersenyum mengejek pada May yang sudah salah tebak. "Buruan abisin nasgor lo. Bentar lagi jam makan siang abis," kata Tiara lalu mendorong piring May semakin dekat.
May sudah bersiap akan menyuap makananya saat kemudian hapenya kembali bergetar menampilkan nama 'Ibu' di layarnya.
"See, too good to be true, Besti," kata May pada Tiara yang tertawa lepas.
"Diangkat nggak tuh telponnya?" ledek Tiara.
"Nggak lah. Gue siapin dulu mental kuping gue, kasian tiap hari dengerin Ibuk gue ceramah mulu," kata May bercanda.
Ada yang kayak May nggak nih disini?
Buat siapapun wanita diluar sana
Yang lagi usaha nyari jodoh..
Nunggu jodohnya..
Semangaaat!!
Semua akan ada waktunya..
Kalian wanita2 keren yang worth to be waited 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mayandra's Deadline - TERBIT NOVEL REPUB
ChickLitMayandra Andini Putri, usia 32 tahun, manajer marketing & promotion yang kesehariannya diisi oleh target dan target. Entah itu target kantor maupun target pribadinya sendiri, yaitu menikah. Tak jarang tiap kali May mendapat tekanan dari pihak keluar...