Viola memejamkan matanya rapat-rapat. Sudah sepuluh menit bel istirahat berbunyi, tapi sedari tadi Sindy terus saja mengomel dan bertanya pertanyaan yang sama padanya. Tak sengaja tadi pagi Viola keceplosan kalau kemarin ia pergi ke rumah Bibinya untuk menenangkan diri. Sindy pernah dengar tentang rumah sederhana dengan halaman luas yang selalu Viola ceritakan, kalau disana sangat sejuk dan jauh dari hiruk-pikuk jalanan kota yang berisik dan berdebu. Sudah sangat lama Sindy meminta Viola untuk mengajaknya kesana, tapi Viola selalu saja lupa dan tak kunjungan mengajaknya. Jadilah sekarang Sindy mengomel untuk diajak kesana segera.
"Besok aja deh, Vi. Yahhh.. kan besok hari sabtu tuh, kita nginep gapapa. Pasti boleh sama ayah aku asal sama kamu yaa. Plisss" rengek Sindy yang terus saja dibalas dengan diamnya Viola.
BRAKK
"VI!! GET OUT NOW!"
Dari pada mendengar rengekan Sindy sepanjang hari, lebih baik Viola mendengarkan omelan Wiza yang sudah berhasil mengejutkan semua penghuni kelas yang tidak pergi maupun yang sudah kembali dari kantin. Awalnya Sindy menarik tangan Viola untuk tidak pergi dan menemui nenek lampir itu. Tapi Viola menolak, lagipula ia ingin menemui Wiza untuk kabur dari rengekannya.
Viola mengikuti arah jalan Wiza dan berhenti di tengah anak tangga yang menghubungkan lantai dua dan lantai satu yang saat ini kosong. Mungkin teman-teman Wiza sudah memblokir jalan agar siswa-siswi lain tak melewati tangga itu karena tangga itu bukan akses satu satunya yang menghubungkan kedua lantai.
"DARI MANA LO KEMARIN?!"
"Hhh.. Are you worried about me?" tanya Viola dengan senyum smirk nya.
Wiza menyipit dan mengepal mendengar jawaban Viola.
PLAKK
Satu tamparan bebas berhasil mendarat di pipi kiri Viola. Cukup menyakitkan membuat Viola sedikit meringis menahan sakitnya. Tapi ia tak lagi takut menatap mata saudarinya itu. "Kemarin lo ngadu kan ke Opa kalok lo gak sekolah, HAH! Itu kemauan lo sendiri buat gak sekolah. JADI JANGAN BUAT MAMA GUE TERLUKA GARA-GARA KELAKUAN BEJAT LO!!"
Ucapan Wiza berhasil membuat Viola tertegun. Ada apa dengan wanita itu? Kenapa ia sampai terluka hanya karena ia kemarin membolos sekolah? Apa yang Opanya lakukan pada wanita itu?
Disaat semua pertanyaan itu berputar dikepalanya, Wiza dengan kencang mendorongnya hingga tubuh Viola terhuyun kesamping. Kakinya tak mampu menahan tubuhnya hingga ia terjatuh di anak tangga dan berguling beberapa kali. Rasa sakit kini menjalar di kaki dan kepalanya. Sepertinya kepalanya terkena benturan dan kakinya sedikit terkilir.
"ITU BUAT MAMA GUE YANG UDAH TERLUKA GARA-GARA LO!!" Ucap Wiza tegas sebelum meninggalkan Viola yang berusaha untuk duduk dan bersandar pada tembok untuk menenangkan pikirannya dan menahan semua rasa sakitnya.
Bel tanda masuk telah berbunyi saat ia melamun tadi. Semakin tak mungkin ada orang lain yang akan melintasi anak tangga itu karena jarak anak tangga yang memang sedikit lebih terpencil dari anak tangga utama. Viola mencoba untuk bangkit dan berjalan menuruni sisa anak tangga. Seingatnya UKS ada di dekat anak tangga itu. Mungkin ia bisa mengobati luka dan menenangkan dirinya disana sebentar.
HOOP
Satu gerakan cepat berhasil membuat Viola berpindah ke dalam gendongan Xeon. Ya, cowok itu lagi muncul dengan tiba-tiba dan membantunya setelah perdebatannya dengan Wiza. Awalnya Viola meronta dan menyuruh Xeon untuk menurunkannya karena takut kalau akan ada yang melihat mereka seperti itu. Tapi Xeon menyuruhnya untuk diam dan menurut.
"XEON! Apa-apaan ini!"
Viola menutup rapat matanya setelah suara keras wakil kepala sekolah bernama Pak Rahman itu menghentikan langkah Xeon. "Tuhkan.." liriknya, meskipun begitu Xeon masih bisa mendengar karena wajah Viola tak jauh dari telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AM I SICK?
Teen FictionAku tak pernah tahu apa itu bahagia selama aku sendiri, maka aku tak pernah meraskannya. Berbanding terbalik dengannya. Dia yang selau ceria dan berkuasa. Tak ada yang bisa menandinginya dan tak ada yang mau bersaing dengannya. Bukan berarti aku cem...