Hari ini Viola bangun kesiangan. Xeon mengantarnya pulang sudah larut malam karena mereka lupa waktu di taman bermain. Walau hanya menaiki beberapa permainan, Xeon juga mengajaknya berkeliling. Tapi untung saja ia bukanlah gadis yang tidak terlalu ribet. Setelah mengikat rambutnya seperti biasa, ia keluar dari kamarnya.
Setelah ini ia harus bertarung dengan puluhan anak tangga. Apalagi kamarnya ada di lantai tiga. Olahraga sesaat bagi Viola. Diruang makan masih ada ketiga pemilik rumah itu yang sedang sarapan bersama.
Mereka masih sama, menghiraukan Viola. Menganggapnya tak ada. Dan membiarkannya berlalu lalang di dalam rumah itu tanpa harus memperdulikannya. Viola kerap menahan rasa sakit dihatinya saat melewati mereka.
"Hari ini kita bakal ke mall sama-sama," ucap laki-laki yang dulu pernah Viola panggil 'Papa'.
"Beneran, Pa? Wiza boleh dong beli apapun yang Wiza mau. Bolehkan, Pa!? Bolehkan, Ma!?"
"Tentu dong, sayang"
Viola berlari keluar rumahnya dan langsung masuk ke dalam mobilnya sendiri. Mobil yang oma dan opanya belikan untuknya. Ia tak mau diantar supir lagi, karena dengan naik mobil sendiri, Viola akan lebih mudah dan leluasa untuk mengungkapkan perasaannya tanpa ada seorangpun yang tahu.
Seperti saat ini. Air matanya sudah meluruh tak mau berhenti. Semua percakapan antara sebuah keluarga kecil di dalam sana membuatnya iri. Ia ingin, sangat ingin. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Viola bukan lagi anggota di keluarga itu. Namanya sudah dicoreng. Bahkan saat ini ia sama sekali tak tercantum dalam kartu keluarga siapapun. Bisa dibilang ia adalah penduduk ilegal di negara ini.
Tak mau ada yang melihat, Viola segera pergi dari halaman rumah itu menuju sekolahnya.
"VIOLA!! Tumben berangkatnya siang banget?" Sapa Sindy di dalam kelas.
"Kesiangan," jawab Viola seadanya.
"Hey, Miss V! Lo abis nangis?" Suara Farhan yang menggema di dalam kelas membuat seluruh penghuninya menengok ke arah Viola.
"Eng-enggak," elak Viola yang langsung membuang mukanya.
Pagi ini pelajaran dimulai dengan bahasa Indonesia. Mereka semua mengikutinya dengan hikmat. Tak ada suara-suara yang mengganggu. Setelah dua jam berkutat dengan pelajaran itu, kini mereka disuguhkan dengan pelajaran matematika yang menjadi momok utama di sekolah ini. Tak ada satupun dari mereka yang mengerti dengan apa yang guru dihadapannya ucapkan.
Sesekali mereka menguap dan meminta penjelasan ulang. Lagi dan lagi. Pelajaran terpenting dalam ujian mereka besok harus dihidangkan dengan cara yang belum semestinya. Tapi kali ini Fito dan Farhan yang sering berkomentar pedas menahan diri mereka untuk tidak mengomel.
Teett..
Bel berbunyi semua anak keluar untuk mengisi perut mereka yang sudah kosong. Dan setelah ini mereka tak akan kembali ke kelas karena langsung berganti pelajaran yaitu olahraga. Seperti biasa juga Viola masih ada di dalam kelas. Tapi kini ia tak sendiri. Xeon juga masih duduk melamun di bangkunya.
Ssrrekk..
Suara Xeon menggeser bangkunya menggema di seluruh ruangan hingga membuat Viola menoleh. Ia baru menyadari kalau Xeon masih di dalam kelas seperti dirinya.
Xeon sudah duduk di samping bangku Viola. Entah apa yang akan ia lakukan. Pandangannya lurus kedepan tanpa melirik ke arah Viola sedikitpun.
"Lo-"
"Gue tahu lo mau nangis kan?"
"Hah?"
"Udah gak ada orang disini, lo boleh nangis sesuka lo," ucapnya meyakinkan Viola.
KAMU SEDANG MEMBACA
AM I SICK?
Teen FictionAku tak pernah tahu apa itu bahagia selama aku sendiri, maka aku tak pernah meraskannya. Berbanding terbalik dengannya. Dia yang selau ceria dan berkuasa. Tak ada yang bisa menandinginya dan tak ada yang mau bersaing dengannya. Bukan berarti aku cem...