Sindy memapah Viola pelan-pelan keluar kelas. Sejak kejadian Viola yang terjatuh dari tangga tiga hari lalu, kaki Viola yang terkilir belum begitu membaik. Mengingat tangga menuju kamarnya sangat banyak, membuat lukanya tak cepat sembuh begitu saja. Bahkan tiga hari lalu dengan terpaksa Jilo dan Sindy harus mengantarnya pulang.
Sebenarnya hari ini Viola hanya ingin di dalam kelas tanpa keluar dan kembali menuruni anak tangga karena kelas mereka di lantai dua untuk pergi ke kantin. Tapi ia merasa tak enak pada Sindy dan Jilo yang sudah ia beri janji untuk mentraktir di kantin. Sindy juga sudah menyuruhnya untuk diam di kelas, tapi Viola sendiri yang memaksa.
"Pelan-pelan aja Vi," Sindy ikut meringis saat Viola yang sesekali menahan nyerinya saat mereka menuruni tangga itu satu persatu. Untung saja kelas mereka hanya di lantai dua, bukan di lantai tiga.
"Ehh.. ada yang sok caper nih keluar dari kandang," seruan itu membuat keduanya berhenti melangkah dan bernafas kasar.
Mereka jengah bertemu dengan ketiga cewek aneh itu.
"Pasti mau caper tuh ke Xeon, apa lagi kan kemarin dia ke UKS dibantuin sama Xeon, ya kan Wiz?" Kembali cuitan Sisil membuat Sindy dan Viola jengah mendengarkannya.
Viola menepuk pelan tangan Sindy yang melingkar pada lengannya untuk menyuruhnya menahan emosi. Percuma untuk meladeni ketiga cewek itu, tidak akan ada habisnya. Satu tangan Sindy yang bebas mulai mengepal kuat. Lama kelamaan ia mulai jengkel saat ketiga cewek itu terus membully sahabatnya, bahkan mereka seperti tidak sadar diri kalau yang membuat Viola sampai seperti ini adalah ulah mereka bertiga.
"Lo bertiga bisa minggir, gak?! GUA MAU LEWAT!" Emosi Sindy sudah tak bisa lagi terbendung. Tapi bukannya membuat mereka pergi, malah membuat tawa ketiganya pecah begitu saja.
"Hahahhaa.. berani juga lo bentak kita? Darimana aja lo selama ini? Jadi babu anak buangan aja bangga." Kini ucapan Cika benar-benar membuat Sindy naik darah. Selama ini Sindy memang hanya diam saja di tempat dan tak bisa membantu apa-apa saat Viola menjadi korban bully Wiza dan geng nya. Tapi kini tak lagi. Sejak tiga hari lalu Sindy sudah menahan semua emosinya pada ketiga cewek itu. Kelakuan mereka sudah sangat keterlaluan, bahkan serangan fisik yang Viola dapat sudah sangat kelewatan.
Viola menghembuskan nafas kasar dan memejamkan matanya, ia juga mulai lelah dengan semua tingkah saudarinya ini. Dan lagi kini mereka mulai mengganggu Sindy. "Wiz.." suara pelan Viola menghentikan tawa ketiga cewek tadi dan menatapnya remeh.
"Kenapa?? Masih kurang hadiah gue buat kaki lo? Tangan lo mau sekalian? Atau sahabat lo ini.." Wiza mengelus pelan wajah Sindy, cewek itu tak bisa menepis atau membalasnya karena tangan Viola sudah menahannya untuk tetap diam. "Mau ikut guling-guling ditangga? Hm?!"
"VIOLET!!"
Keempat cewek itu tersentak dengan teriakan Viola. Untuk pertama kalinya Viola seberani itu menyebut nama awal Wiza yang tak pernah ada yang berani menyebutnya karena Wiza sangat membenci nama itu. Tentu saja hal itu membuat Wiza kembali murka dan mendekatkan dirinya pada Viola.
"Jangan-pernah-sebut-NAMA ITU!!" amuknya pada Viola yang terlihat acuh kini.
Salsa mendekat dan berbisik pada Wiza, setelah itu ketiganya pelenggang pergi. Tapi saat Cika menatap Sindy yang meliriknya tajam, cewek itu malah sengaja menyenggol bahu Sindy dengan keras membuat Sindy yang tak siap jadi terhuyun dan jatuh mulus dengan pantat menyentuh lantai terlebih dahulu. Karena tangannya masih melingkar pada lengan Viola, membuat mereka berdua sama-sama tergeletak tak berdaya di atas lantai. Murid lain yang melihatnya saling tertawa menertawakan Sindy dan Viola.
Gelak tawa mereka tak berlangsung lama setelah Xeon dengan wajah dinginnya berjalan mendekati kedua cewek tadi bersama Jilo di sampingnya. Entah sejak kapan mereka berdua menjadi dekat, tapi sebenarnya mereka terlihat cocok bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
AM I SICK?
Teen FictionAku tak pernah tahu apa itu bahagia selama aku sendiri, maka aku tak pernah meraskannya. Berbanding terbalik dengannya. Dia yang selau ceria dan berkuasa. Tak ada yang bisa menandinginya dan tak ada yang mau bersaing dengannya. Bukan berarti aku cem...