Pagi yang sama, sinar matahari masuk diantara celah gorden yang langsung tembus menyilaukan matanya. Setelah tersadar, Viola langsung bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah siap untuk hari ini, Viola keluar dari kamarnya dan langsung berjalan ke pintu keluar. Saat melewati meja makan ia melihat kedua orang tuanya yang sudah ada di sana menanti anaknya untuk sarapan bersama. Tak sengaja seorang pria yang sedari tadi sibuk membaca koran paginya melihat bayangan Viola yang lewat.
"Kamu gak sarapan?" Tanyanya tanpa berpaling dari korannya.
Viola berhenti tanpa berbalik. "No thanks, I'm not hungry," setelah mengucapkan kedustaannya itu, Viola kembali melanjutkan jalannya.
"Gak perlu dianter, aku mau berangkat sendiri aja. Hari ini hari kamis, Violet butuh supir" ucapnya pada supir yang selalu mengantarnya ke sekolah.
"Baik non"
***
"Vi!" Panggil Sindy yang duduk di depan bangku Viola. Cewek itu hanya menjawab dengan deheman karena masih sibuk membaca sebuah buku yang entah isinya apa.
"Ntar abis pulang sekolah ikut aku yuk," pinta Sindy.
"Aku harus langsung pulang, Sin. Ntar malem aja"
"Yah.. aku maunya ntar siang. Ayolah.. Wiza gak akan kunciin kamu di kamar ini, kan?! Please.."
"She can do it, Sin. She can do anything to me. You know, I can't do anythink to save my self," ucapnya setengah berbisik dan penuh penekaan di depan wajah Sindy. Kalau Viola sudah berbicara dengan bahasa asing seperti itu berarti ia sudah tidak bisa di bantah lagi. Dan Sindy hanya bisa cemberut.
"Ya udah, tapi ntar malem janji, ya!!"
"Hemm.."
"Yess.."
#
BRAKK..
Oh ayolah.. apakan harus ia mendengar suara gebrakan itu sehari sekali? Viola memejamkan mata di bangkunya. Seisi ruangan itu sudah tahu akan ada apa selanjutnya di kelas mereka. Perdebatan satu pihak. Mereka akan melihat tontonan yang menampilkan si kembar yang berbeda kepribadian itu beradu argumen. Mereka menyebutnya perdebatan satu pihak karena hanya satu pihak yang akan mengacau sedangkan yang satunya hanya akan berbicara seadanya saja.
"Lo!" Teriaknya sambil menendang meja Viola. "Kalok lo sampe berani pulang siang ini, gue akan buat lo keluar dari rumah, ngerti?!!" Ucapnya berbisik tapi penuh penekanan.
"Gue gak akan mau liat muka lo lagi kalok lo sampe dateng, ngerti gak!!" Cewek itu berbalik siap pergi meninggalkan kelas itu sebelum Viola bangkit dan menatap lawannya dengan tajam.
"Tanpa lo gebrak pintu dan tendang meja gue, gue juga akan ngelakuin apa yang lo dan o--," Viola menatap sekitarnya, menatap teman-temannya yang selalu siap mendengarkan apa yang ia akan katakan selanjutnya. "Cukup lo ngomong santai, gue bakal lakuin apapun, tapi sekali lagi gue peringatin ke lo. Ini semua akan buat lo malu sendiri," ucapnya menurunkan nada bicara.
Cewek itu tersenyum meremehkan dan mendekat ke Viola. "Gue cuman mau buat lo keceplosan ke temen-temen lo sendiri kalok lo itu udah bukan lagi keluarga gue. Lagi pula gue juga tahu lo akan selalu mau turutin kemauan gue. Karena lo, udah kayak ba-" bisik gadis itu tepat di samping telinga Viola.
"Get out now, or I can force you to get out!"
"Ouwh.. adek gue bisa galak juga ternyata. Kenapa? Capek dipendem terus, hah?!"
Setelah sepuluh tahu ia memendam semuanya, kenapa hari ini ia bisa kebablasan seperti ini? Haruskan ia menyesali semua perkataannya kali ini? Dengan menatap matanya seperti ini saja sudah membuatnya kembali teriris mengingat masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AM I SICK?
Teen FictionAku tak pernah tahu apa itu bahagia selama aku sendiri, maka aku tak pernah meraskannya. Berbanding terbalik dengannya. Dia yang selau ceria dan berkuasa. Tak ada yang bisa menandinginya dan tak ada yang mau bersaing dengannya. Bukan berarti aku cem...