2. Misunderstanding

404 16 3
                                    

"Loh, Kak Jaemin sama Kak Renjun kemana?" Tanya sang ibu, begitu tidak melihat anak kembarnya, di meja makan.

"Biasa mom." Jawab Shotaro, di iringi helaan nafas kasar.

"Berkelahi lagi?" Tanya sang ayah, yang langsung di jawab oleh Shotaro, melalui anggukkan kepala.

"Kali ini, apa permasalahannya?" Tanya sang ibu, yang mulai duduk di hadapan Shotaro, dan di samping kanan sang suami. Sedangkan Shotaro di samping kiri sang ayah.

"Yang taro dengar sih ya, Kak Renjun sama Kak Jeno putus. Terus kayaknya kak Jaemin gak terima, sahabatnya di putusin gitu aja sama Kak Renjun." Cerita Shotaro, mengenai peristiwa yang ia lihat tadi.

Baik sang ibu maupun sang ayah, mereka berdua hanya bisa menghela nafasnya kasar. Perkelahian di antara 2 anak kembar mereka, memang sering mereka lakukan. Entah di mulai dari masalah sepele, sampai masalah serius.

"Nanti biar ayah yang bicara sama Kak Renjun, dan kak Jaemin." Final sang Ayah, sebelum memulai makan mereka.

"Aku yang berbicara saja sama Renjun. Kamu sama Jaemin." Tolak sang Ibu, yang entah kenapa tidak percayakan anak pertamanya pada sang suami.

"Biar aku yang bicara sama Renjun, dan kamu bicara sama Jaemin." Final sang suami, yang hanya bisa di balas anggukkan kepala oleh sang istri.

Acara makan malam pun di mulai. Makan malam yang hanya di isi 3 anggota keluarga. Karena 2 anaknya sedang berkelahi, dan enggan untuk bertemu satu sama lain.

---

Seperti yang di katakan sang ayah tadi. Setelah selesai makan, sang ayah langsung bergegas menuju ke kamar si sulung. Sementara sang ibu menemui anak keduanya, di kamar mereka masing-masing.

*tok tok tok* ketukan yang Ayah lakukan, sebelum masuk ke dalam kamar sang anak.

"Masuk." Perintah dari dalam, yang membuat Ayah langsung masuk ke dalam kamar si sulung.

"Lagi belajar Njun?" Tanya sang Ayah, sebagai kalimat basa-basi.

"Kali ini, apalagi maunya Ayah?" Tanya Renjun to the point. Bahkan mood dalam belajarnya sudah hilang, begitu mendengar suara sang Ayah.

"Jangan berkelahi mulu sama adiknya Njun. Kamu ini kakak, yang seharusnya menjaga, menyayangi, dan mengayomi adiknya sendiri. Bukannya malah bertengkar kayak gini, yang membuat keluarga kita terpecah belah." Ujar sang ayah, yang langsung duduk di sofa yang ada di dalam kamar si sulung.

"Dia duluan yang mulai yah, bukan aku." Ujar si sulung, yang memang bukan untuk membela diri. Tapi emang itu kenyataannya.

"Ya tapi kamu sebagai kakak, seharusnya ngalah Njun. Kalau adik-mu memancing keributan, seharusnya kamu pergi, bukannya malah meladeni." Jelas sang ayah, yang masih memberikan pengertian pada sang anak.

Sementara sang anak sepertinya menyalah artikan maksud sang ayah. 'Apapun masalahnya, pasti kakak yang selalu di salahkan. Mau lo bela diri gimana pun, lo bakalan tetap salah Njun. Jadi, daripada lo menghabiskan tenaga lo buat bela diri, lebih baik lo pasrah.' Batin sang anak bergejolak, begitu mendengar rentetan kalimat yang di keluarkan sang ayah. Ia menangkap kalau ucapan yang di keluarkan dari mulut sang ayah, selalu memojokkinya, dan selalu menyalahkannya, hanya karena dia seorang kakak, dan anak pertama di dalam keluarga ini.

"Iya maaf, Renjun salah. Renjun akan berusaha supaya kejadian ini gak terulang lagi." Ujar sang anak, yang lebih memilih pasrah, daripada ia harus berdebat dengan sang Ayah. Karena ia tau, mau sekeras apapun ia berdebat dengan sang Ayah, dia akan selalu kalah dengan sang Ayah.

"Jadi, kamu beneran putus sama Jeno?" Pertanyaan yang sang ayah lontarkan kembali, sukses membuat kekesalan sang anak bangkit lagi.

"Bukannya itu yang ayah inginkan?" Kalimat sindiran yang sang anak keluarkan, atas pertanyaan sang ayah.

"Ayah gak menyuruh kamu buat putus hubungan sama Jeno sekarang." Peringat sang Ayah, yang memang tidak menyuruh anaknya untuk memutuskan hubungan dengan kekasihnya saat ini.

Sang anak tersenyum miris, begitu mendengar penuturan sang ayah. "Untuk apa mempertahankan suatu hubungan, kalau ujung-ujungnya gak bakalan bisa bersama? Lebih cepat lebih baik bukan? Toh aku harus mulai membiasakan diri dengan dia bukan?" Ujar sang anak, yang membuat sang ayah bungkam. Kali ini ia bingung harus menjawab apa.

"Besok Mark akan kemari, sebagai awal pendekatan kalian." Ujar sang Ayah, yang tidak membalas ucapan sang anak.

"Aku tidak bisa menolak bukan? Jadi, besok pagi aku harus mulai berangkat, serta pulang bersama dia bukan?" Seru sang anak, yang di balas anggukkan oleh sang Ayah.

"Pokoknya ingat pesan Ayah. Kamu ini anak pertama. Kamu ini pondasi keluarga. Kamu harus mengalah terhadap kedua adik-mu. Kamu juga harus mengikuti apa yang Ayah perintah. Karena apa yang Ayah perintah, merupakan yang terbaik untuk diri-mu, dan untuk keluarga ini." Jelas sang Ayah, yang tidak di tanggapi sang anak. Sang anak lebih memilih untuk bungkam.

"Jangan sampai nilai kamu turun juga. Terakhir kali ayah melihat rapor kamu, nilai matematika kamu turun. Jangan membuat malu nama keluarga Nakamoto. Karena kamu ini penerus perusahaan keluarga. Yang mana kamu harus pandai, dan ahli dalam beberapa bidang." Sambung sang Ayah, yang membuat sang anak semakin bungkam.

"Kalau gitu ayah permisi. Lanjutkan belajar kamu, dan jangan sampe ayah melihat nilai kamu turun lagi." Tambah sang Ayah, sebelum pergi dari ruangan sang anak.

Renjun yang melihat kepergian sang ayah, hanya bisa tersenyum getir. "Siapa juga yang pengen jadi anak pertama?" Lirih Renjun.

"Yak! Gak boleh cengeng kayak gini!" Titah Renjun kepada dirinya sendiri, dan langsung menghapus air mata yang mulai keluar dari kedua matanya.

"Ck! Mood belajar gue ilang!" Seru Renjun, yang lebih memilih untuk berbaring di atas ranjang berukuran queen size miliknya, daripada harus melanjutkan acara belajarnya lagi.

Sementara di lain sisi, sang ibu mulai memasuki ruang kamar anak keduanya, setelah di persilahkan masuk oleh sang anak.

"Ada apa Bu?" Tanya sang anak to the point, tanpa mengalihkan tatapannya pada layar komputernya.

"Kamu berkelahi lagi sama kakak kamu?" Tanya balik sang ibu. To the point akan masalah yang terjadi.

"Renjun sendiri yang cerita?" Terka sang anak, yang langsung di balas gelengan kepala oleh sang Ibu.

"Bukan. Ibu tau dari adik kamu." Jawab sang Ibu.

"Jaemin, ibu kan udah sering kali menasehati hal ini kepada kamu? Kamu gak boleh seperti itu kepada kakak kamu. Walaupun kamu dan kakak kamu ini kembar, dan hanya beda beberapa menit saja? Renjun itu tetap kakak kamu, Jaem. Sudah seharusnya kamu sopan kepada dia. Bukannya seperti ini." Jelas sang Ibu, yang tiada hentinya untuk menasehati anak tengahnya.

Sementara sang anak yang mendengar kalimat pembelaan yang keluar dari mulut sang ibu, untuk kakak pertamanya, ia langsung kesal. Mood-nya yang sedang editing sebuah video pun langsung sirna begitu saja, begitu mendengar penuturan sang Ibu.

"Ibu kan juga udah bilang. Kalau ibu---"

"Bu." Tegur sang anak, yang masih mencoba menahan emosinya.

"Kalau misalkan ibu ke kamar aku, hanya untuk membela Renjun? Lebih baik ibu keluar! Aku sedang malas berdebat dengan Ibu." Titah sang anak, yang mulai beranjak dari duduknya, dan segera menghampiri sang Ibu.

"Sayang. Di sini Ibu sedang tidak membela siapa-siapa. Ibu---"

"Itu menurut Ibu! Menurut aku beda Bu! Ibu selalu membela Renjun! Renjun, Renjun, dan Renjun! Apa jangan-jangan dia anak ibu yang berprestasi, makanya selalu ibu bela?!" Seru sang anak, mengintrupsi ucapan sang Ibu.

Sang anak langsung menarik sang ibu untuk keluar dari kamarnya. "Maaf kalau sikap aku gak sopan sama Ibu. Tapi sungguh, aku tidak ingin bertengkar sama Ibu saat ini." Ujar sang anak, yang langsung menutup pintu kamarnya. Meninggalkan Ibunya yang masih ada di luar kamarnya.

I LOVE YOU, BUT I'M LETTING YOU GO - NAKAMOTO FAMILY & JUNG FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang