Bab 7 Emosi

3 6 0
                                    

Sudah 6 bulan sejak terakhir Andi menginjakan kakinya di Kampung kami. Dia memulai kembali rutinitasnya bekerja dan bekerja. Andi yang kukenal memang sosok yang pekerja keras, tak kenal putus asa, dan ambisius.

" Kamu tau Gi, ada satu hal yang selalu saya sesali hingga saat ini " Ucap Andi ketika malam menjelang di ujung telfon sana.

" Apa memangnya ? " Tanyaku balik.

" Bertemu kamu " Ucapnya.

" Kamu menyesali pertemuan kita? " Tanyaku lagi.

" Jika bisa saya mengulang waktu, saya tidak ingin mengenal siapapun sebelum kamu " Ucap Andi tegas.

" Aduh gombalan dari masa ke masa ini mah " Godaku.

" Saya nggak lagi gombal Gi. " Ucap Andi.

" Iya iya percaya " Ucapku.

" Aku mau tanya deh, kenapa kamu harus merantau dan jauh dari orang tua, padahal kan disini juga ada banyak kerjaan? " Tanyaku.

" Kamu tau Gi, di keluarga, saya lah yang paling kritis dan paling memandang masa depan. Kakak dan adik saya tidak mungkin berpikiran jauh seperti saya, yang penting bisa makan saja sudah cukup. " Ucapnya.

" Memang iya, makan alasan kita hidup kan? " Tanyaku.

" Iya saya tau, tapi jika saya tidak merantau nasib keluarga saya akan sama Gi, lagian pekerjaan apa si di kampung untuk kami yang hanya bermodal ijasah menengah. Kami akan semakin disepelekan. " Tegas Andi.

" Jadi kamu memang sudah memutuskannya sejak awal ya? " Tanyaku.

" Bukan keputusan saya tapi kondisi yang memaksa saya Gi, " Terangnya.

***


Siang itu setelah pembelajaran usai sambil menunggu pelajaran berikutnya kondisi kelas cukup ramai si putra yang berasa konser di kelas, anak2 lain mengiringi dengan menjadikan meja sebagai alat drum, si Dimas yang sedang menjahili Dina, aku dan Ainun yang hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka.

" Mungkinkahh kita kan slalu bersama walau terbentang jarak antara kitaaa, " Suara putra diikuti anak2 sekelas aku pun akhirnya mengikuti ritme lagu yang enak ketika dinyanyikan.

" Biarkan ku peluk erat bayangmu tuk melepaskan segala kerinduanku, " Lanjut kami bersama.

" Oohhh om Andiii...." Ucap Dimas diakhir lagu.

" Apa si Dim.. " Ketusku karena bawa2 Andi.

" Ciyee sama om-om pacaranya " Goda Dimas.

" Apa si Dim nyebelin banget tau nggak " Aku pun berlalu meninggalkan kelas menuju toilet diikuti Ainun.

" Gii... " Panggil Ainun.

" Hemm,, " Ucapku singkat sambil berjalan.

" Udahlah nggak usah didengerin si Dimas, tau sendiri dia kan orangnya begitu. Semakin kamu tanggepin dan bereaksi kaya gini makin dia gencar ngejahilin kamu. " Ucap Ainun.

" Males banget sama Dimas, maksudnya apa coba bawa2 Andi. emang yang pacaran dikelas kita cuman aku ya, semenjak aku dijemput Andi dia gencar banget lho nyudutin aku. " Ucapku jujur pada Ainun.

" Udahlah Gi nggak usah diambil hati, kamu cuekin aja Dimas mulai sekarang, kalau nanya tugas apapun biarin aja lagian dia mau nanya siapa lagi kalau bukan kamu. Biar tau rasa dia Gi. Biar ngehargain privacy kamu. " Ucap Ainun.

" Iya males aku berurusan ama mulut lemes kaya Dimas. " Ucapku.

Sedangkan di kelas.

" Aja kaya kuwe Dim, lagian ko lha iseng banget kawit wingi, Gigi ngambek kaeh ( jangan kaya gitu lah Dim, lagian kamu iseng banget dari kemarin, gigi marah tuh ) " Ucap Reno.

" Lha kan emang pacare Gigi om2 " Ucap Dimas.

" Om2 apa si Dim, paling seumuran abangmu, jangan kaya gitu lah dim, kalo aku jadi Gigi si bakal marah ya, kamu mainnya hati Dim kasian dia, " Ucap Dina.

" Dimas cemburu ya berulah " Ucap putra dan dihadiahi timpukan oleh Dimas.

***


Hari itu aku pulang dengan perasaan kesal, gondok dan dalam hati mengutuk Dimas atas segala tingkah kekanakannya yang terus2n menyudutkanku dengan Andi. Bukan aku malu berpacaran dengan Andi. Tapi perkataan dia yang menyinggungku, awas aja tidak akan kutanggapi sekalipun dia tanya tugas kepadaku. Rasanya aku tidak perlu terlalu baik karena semakin aku baik malah semakin menjadi-jadi tingkahnya.

" Kenapa Gi ? " Tanya Tari teman sepulang sekolahku karena rumah kami yang dekat jadi setiap hari kami pulang bersama.

" Gpp " Balasku singkat.

" Kamu masih ama abangku Gi " Tanya Tari. Tari masih adik sepupunya Andi. Dan dia mak comblang kita berdua selama ini. Yang selalu mengatakan hal-hal baik Andi padaku.

" Masihlah Tar " Jelasku.

" Ohh syukurlah Gi, " Ucap Tari.

" Kok gitu, emang kenapa ada yang salah ya Tar ? " Tanyaku.

" Enggak, aku cukup khawatir aja sama kamu, bahkan sekarang hubungan kalian terlihat rumit, dikeluargamu dan juga lingkungan kita, yang sabar yaa.. " Ucap Tari.

" Sabar? emang aku kenapa, aku nyaman lagi Tar, kenapa si seakan kaya aku menderita banget " Tanyaku.

" Aku tau banyak yang menentang kamu sama abangku , aku tau juga gimna sikap abangku ke kamu. Maafin dia ya Gi, dia hanya butuh sosok seperti kamu " Ucap Tari.

" Kenapa ? " Tanyaku.

" Sebenarnya abangku udah naksir kamu dari kamu SMP Gi, dia sering kali titip salam buat kamu lewat aku, tapi aku males lah, waktu dia nganter aku dulu ke SMP dia selalu liat kamu lho Gi, kamu yang pakai hijab sendiri naik sepeda, dan selalu menunduk. " Ucap Tari.

" Aku nggak pernah liat si Tar, " Ucapku.

" Iya kamu kan dulu nggak seperduli itu sama sekeliling kamu, kamu terlalu menutup diri Gi " Ujarnya lagi.

" Tapi aku bersyukur kamu yang sekarang ada disisi abangku,  tetap bertahan ya Gi, " Ucap Tari dengan seribu pertanyaan di kepalaku yang belum sempat ku tanyakan karena kami yang harus berpisah jalan.

~ To Be Continue ~


Menjemput Buah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang