Final Round

234 10 0
                                    

•Ending Preview•

***

"Data yang disajikan pelapor tidak berdasar dan tidak subjektif, sehingga dapat saya gugat kembali atas dasar pencemaran nama baik."

Metta tersenyum penuh kemenangan, lantaran sang Pengacara sudah melakukan pekerjaannya dengan sangat baik, dan memuaskan. Kasus Metta, pada akhirnya ditangguhkan oleh kepolisian. Lantas, wanita itu berjalan menuju sel tahanan, menemui Antonio.

"Adik lo sama temen-temenya, mereka terlalu berani nantangin gue. Anak bau kencur tapi sok-sokan mau jadi hero. Antonio, enaknya anak-anak itu gue apain, ya?" Ekspresi wanita itu terlihat sedang berpikir, membuat Antonio geram.

"Jangan macem-macem, Metta!" Metta tergelak. Wanita itu tertawa. Memang, apa yang bisa dilakukan oleh seorang narapidana di dalam sel?

"Satu macem aja. Gimana kalau gue bales ke Gemma? Anak itu—cih! Kenapa semua orang suka sama dia? Kenapa semua orang ngasih hati ke dia. Lo pikir, gue nggak tahu kalau adik lo lagi saingan sama temennya buat dapetin Gemma? Gue bahkan cuma pengin hati lo, tapi lo dan semuanya justru ngasih hati kalian ke dia!"

"Metta! Gue peringatin lo!" desis Antonio.

"Anton ... Anton. Lo itu gemesin banget, ya. Udah dijeblosin sama adek lo sendiri, tapi masih berani ngancem gue? Lo, tunggu aja kabar kematian cewek kesayangan lo besok pagi. Bye, Sayang."

"METTA! METTA!!"

***

PRANG!
PRANG!

"Jenna? Emma? Kalian kenapa?" tanya Flora di balik pintu kamar kembar.

Jam menunjukan pukul satu dini hari, keadaan rumah gelap dan sunyi. Flora yang baru saja dari dapur, mengambil minum pun dibuat terkejut karena mendengar suara barang jatuh bertubi-tubi berasal dari dalam kamar Jenna dan Emma.

Flora memutuskan untuk membuka pintu kamar itu, tapi gagal. Pintu itu terkunci. "Emma? Jenna? Kalian denger Kakak? Buka pintunya, Sayang."

PRANG!

"EMMA?! JENNA?! KALIAN KENAPA DI DALAM?!!" Flora terus mengetuk pintu itu. Namun, masih tidak ada balasan. Gadis itu akhirnya berlari memasuki kamarnya, membangunkan Arista yang tengah terlelap.

"Bangsat! Apa-apaan, sih!" sungut Arista. Kepalanya pening luar biasa karena Flora yang terus mengguncang tubuhnya.

"Ta, tolongin itu kamar kembar serem banget, ada suara gaduh dari dalem. Gue panggil-panggil nggak ada yang jawab. Pintunya dikunci," ujar Flora ketakutan.

Arista mendengus. "Lo nggak usah ngaco. Mana ada setan di sini."

"Kita cek dulu, Ta. Gue beneran takut mereka kenapa-kenapa." Flora terus menarik-narik Arista keluar dari selimut. Memaksa gadis itu keluar dari kamar.

"Emma? Jenna? Kalian belum tidur?" tanya Arista di balik pintu. Namun, tidak ada sahutan yang berarti. Gadis itu menghela napas, lantas menatap Flora kesal. "See? Nothing happens here, bitch! Ganggu tidur gue aja, lo!" kesal Arista. Ia memutuskan untuk meninggalkan Flora dan kembali ke kamar.

PRANG!

Arista menghentikan langkahnya, lalu menatap Flora. Matanya melotot, jantungnya menderu ketika ia menyadari sesuatu yang janggal.

"EMMA?! JENNA?!" Arista berteriak menggedor pintu kamar itu dengan keras, memaksa membuka engsel pintu itu. Namun, sia-sia. Keduanya saling menatap, kemudian mengangguk, lalu bersama-sama mendobrak pintu itu.

21+ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang