16. Rest in Peace

10.4K 1.2K 24
                                    

Bunyi gemuruh angin bergesekan dengan dedaunan dan ranting pohon. Jam dua belas lewat lima menit yang mana sebagian orang telah terbawa oleh bunga tidur. Tapi berbeda dengan gadis ini.

Ia sibuk berkutat dengan laptop. Menjadikan kasur sebagai pijakannya. Ini adalah rutinitas Ginda yang tidak diketahui siapa pun.

Ketika rasa cemas memenuhi diri ia akan terbangun dengan sendirinya di tengah malam. Memikirkan banyak hal. Kadang pikiran itu membisikan hal mengerikan.

Sejauh ini yang paling parah ketika terbesit dalam pikiran Ginda untuk meminum habis obat-obatnya di nakas. Ia benci harus bergantung dengan itu seumur hidup.

"Aku pingin hidup," gumamnya.

Mata hitam itu menerawang layu langit-langit rumah. Tak ada kilau harapan. Mereka telah habis direnggut kejamnya cobaan dunia.

Ada satu hal yang membuatnya bertahan sampai detik ini. Sosok Saga-lah orangnya.

Tapi, lagi-lagi semesta tidak mau membiarkan Ginda bahagia. Kehadiran Gea merenggut posisi Ginda di hati Saga.

Padahal Ginda sudah mencoba ikhlas. Merelakan kedua matanya melihat sosok Gea menggunakan seragam sekolah dan bolak-balik keluar rumah tanpa perlu izin.

Semua itu adalah hal yang ingin Ginda wujudkan. Namun nihil mengingat kondisi fisiknya.

Hidup ini sungguh miris. Sosok Ginda yang menginginkan kebebasan tapi tidak bisa ia dapatkan karena kondisi fisiknya. Lalu ada Gea yang menginginkan kasih sayang orangtua. Tapi, sejauh ini hanya tekanan yang ia dapat.

Kedua sisi itu menciptkan rasa iri yang mana bisa menggelapkan yang terang. Hingga memutuskan jalan yang salah.

Perlahan jari lentik itu mengetik pada barisan keyboard laptop di pangkuannya. Menyalurkan apa yang tercetak dalam pikiran hingga terbentuk suatu cerita.

"Aku nggak mau mati... nggak! Sampai aku mewujudkan keinginanku," gumam bibir pucat itu.

Ia melanjutkan ketikannya. Merangkai alur cerita sesuai keinginan. Karena hanya dalam cerita Ginda akan hidup.

Tulisan itu memenuhi halaman yang tadinya kosong. Hingga ending dari kerangka cerita itu terlihat.

Gea mengalami kecelakaan yang membuatnya tewas. Karena ingin melihat adiknya bahagia bersama laki-laki yang dicintainya. Gea mendonorkan jantungnya. Dan mati dengan tenang.

"Rest in peace Kak Ge."

"Maaf dan terimakasih."

----###----

Jajaran kue dari berbagai jenis terpampang rapi di etalase. Aroma khas toko kue mengunggah siapa pun yang memasukinya untuk mencicip. Tidak heran Gafino memilih menunggu di luar. Sebab ia tidak bisa menahan diri untuk menelan semua kue yang terlihat enak itu.

Pintu toko kue terbuka. Mendapati Tia keluar dengan mencangking kotak besar.

"Udah Kak?" tanya Gafino. Melirik singkat kotak berisi kue ulang tahun itu.

"Udah. Yuk."

"Kakak beli yang apa?"

"Black forest aja, yang lain mahal. Toh, uang iuran kita nggak banyak."

Usut punya usut kenapa Gafino dan Tia berada di luar swalayan di jam kerja adalah tidak lain dalam rangka membuat surprise untuk Meneger toko.

Gafino sempat bingung. Padahal usia Meneger toko bisa dibilang sudah hampir mendekati lima puluh. Tapi kenapa harus repot-repot dirayakan?

NOT REAL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang