4. Best Partner

453 100 140
                                    

Jeffrey datang ke rumah produksi Sandi. Mengikuti rapat terkait rencana pembuatan film baru lagi. Mengingat kini, mereka sudah memiliki begitu banyak penggemar yang menunggu datangnya film-film lain.

"Sebenarnya aku sudah menyiapkan banyak konsep. Salah satunya ini. Bisa kalian lihat di layar besar ini. Aku memiliki konsep film sederhana yang mungkin saja akan mendapat banyak peminat. Khusususnya anak-anak muda. Kita buat film survival seperti series Missing Nine. Kalau di series ini memakai peristiwa kecelakaan pesawat, aku ingin kita memakai peristiwa kecelakaan kapal pesiar. Cukup klise memang, karena agak seperti Titanic juga. Tapi aku sudah memperhitungkan ini semua, aku yakin, film ini akan meledak dari film-film yang pernah kalian produksi sebelumnya. Karena aku berencana memasukkan beberapa aktor Korea di sana. Idol yang merangkap jadi aktor maksudnya. Berikut nama-namanya. Mereka adalah ras terkuat di dunia perkpopan. Army, Nctzen, Carat dan Aroha. Mereka sering sekali menaikkan tagar jika ada berita tentang idol kesukaan mereka. Aku yakin, tanpa gencar melakukan promosi, film ini pasti akan mendapat banyak dukungan nanti. Apalagi dari mereka-mereka ini. Sebagai gantinya, kita bisa keluarkan lebih banyak biaya produksi untuk menggaet empat artis ini."

Orang-orang di ruang rapat mulai mencari tahu informasi terkait hal-hal yang baru saja Jeffrey katakan tadi. Membuat mereka agak kaget karena Jeffrey bisa memiliki ide segila ini. Selain itu, mereka juga tidak menyangka kalau Jeffrey akan tertarik di bidang ini. Mengingat pria itu selalu pasif dan enggan membuka suara jika dipaksa ikut rapat oleh Sandi.

"Tiga dari empat orang ini pernah membintangi beberapa drama. Selain satu orang. Saya rasa, dia akan sulit kita dapatkan. Apalagi dia lebih populer dari ketiga temannya, sepertinya. Jika mengacu pada followers Instagram."

Joanna membisikkan sesuatu pada Jeffrey. Membuat pria itu tersenyum saat ini. Lalu mendekatkan badan pada meja rapat ini. Sembari menautkan kedua tangan di atas meja dengan penuh percaya diri.

"Aku tahu dan satu-satunya cara yang harus kita lakukan adalah dengan memberi penawaran setinggi mungkin. Sponsornya? Aku sudah membuat beberapa daftar brand yang bisa bekerjasama dengan kita nanti. Namun tidak menutup kemungkinan jika biaya produksi akan membengkak lagi. Untuk itu, aku pribadi akan menjadi salah satu investor film ini. Bersama Pak Sandi. Bagaimana, Pak? Apa anda berkenan untuk menjadi investor jika film ini jadi digarap nanti?"

Sandi mengangguk cepat. Lalu bertepuk tangan dan menatap beberapa orang penting perusahaan yang sedang membaca list sponsor lewat layar lebar yang ada di depan mereka. Seolah bangga pada anaknya. Untuk yang pertama kali di hidupnya.

"Tentu saja! Akan kuberikan berapapun uang yang kau minta! Asal kau mau kerja!"

Senyum tipis Joanna tersungging sekarang. Begitu pula dengan Jeffrey yang kini sudah menatapnya. Tersenyum senang karena berhasil membuat orang-orang terkesan. Padahal, semua ide ini Joanna yang pikirkan.

1. 20 PM

Selesai rapat, Jeffrey makan siang bersama Sandi. Di dalam ruangan si ayah. Sedangkan Joanna menguping di depan ruangan. Karena dia memang bertugas menunggu di sana.

"Papa bangga padamu! Mereka sudah mempertimbangkan penggarapan film itu. Setelah satu kali rapat guna membedah konsep yang kamu usung. Jeffrey, Mamamu harus tahu!"

"Beri tahu nanti saja. Aku mau pulang sekarang. Semalam aku belum tidur."

"Ya Tuhan! Papa lupa kalau kamu ulang tahun! Kamu mau hadiah apa dari Papa?"

"Tidak ada. Semuanya bisa kubeli sekarang. Aku hanya mau tidur."

"Baiklah! Silahkan pulang! Istirahat dan tidur yang nyenyak!"

Sandi menepuk punggung Jeffrey. Lalu merangkulnya keluar dari ruangan ini. Kemudian dilepas setelah pintu terbuka lebar saat ini.

Joanna menundukkan kepala pada Sandi sebelum pergi. Lalu mengekori Jeffrey yang sudah berjalan mendahului dirinya saat ini. Keluar kantor dengan langkah lebar sekali.

"Tepati janjimu!"

Bisik Jeffrey setelah Joanna memasuki lift. Mereka sedang berdua saja saat ini. Namun Jeffrey tidak bisa berbuat lebih karena ada lift yang mengawasi.

"Aku tidak mungkin ingar janji!"

Jeffrey tersenyum simpul. Lalu mundur beberapa langkah dan menatap tubuh Joanna dari belakang. Mengira-ngira ukuran dalamannya.

Setengah jam kemudian mereka tiba di apartemen Jeffrey. Joanna langsung melepas sepatu dan jas hitam yang membalut tubuhnya sejak tadi. Lalu melepas lancing kemeja putih yang ada di dalamnya saat ini. Membuatnya tampak seksi apalagi dengan kacamata yang masih bertengger rapi di hidungnya saat ini.

"Slow down, baby! Pelan-pelan dulu!"

Jeffrey manahan tangan Joanna yang ingin melepas celananya juga. Karena seluruh kancing kemeja sudah terlepas. Memperlihatkan bra putih yang yang membalut dada sintal si wanita.

Jeffrey mendekatkan wajah. Memagut bibir bawah Joanna. Dengan kedua tangan yang sudah bergerilya di atas tubuh si wanita.

Mereka berakhir saling tindih di atas sofa ruang tengah. Dengan jendela lebar yang gordennya telah terbuka. Hingga panasnya Jakarta ikut membakar kulit mereka.

"I'm gonna cum!"

Pekik Jeffrey sembari menghentakkan tubuhnya kencang-kencang. Di belakang wanita berambut hitam panjang yang sedang berpegangan pada punggung sofa. Sembari menatap bangga pantulan tubuh mereka di depan kaca.

3. 10 PM

Jeffrey sedang merokok di atas sofa saat ini. Dengan tubuh penuh keringat karena malas mandi. Saat ini, dia juga hanya memakai celana panjang tanpa kain apapun lagi. Sembari menatap Joanna yang kini sudah memasak air.

"Kalau saja bilang, aku akan pelan-pelan tadi."

Joanna tidak menyahuti ucapan Jeffrey. Dia hanya diam saat ini. Sembari menunggu air mendidih dan menahan nyeri.

"Berapa gaji yang Papaku berikan? Akan kutambah! Anggap saja sebagai kompensasi---"

"It doesn't means a lot for me. Tidak perlu merasa terbebani hanya karena hal ini."

Ucap Joanna setelah mematikan kompor. Lalu memberikan teh yang Jeffrey minta tadi. Kemudian pamit pulang karena tugasnya sudah selesai hari ini.

"Minum! Aku tidak suka teh! Ada banyak kamar kosong di sini! Bawa barang-barangmu kemari!"

Ucap Jeffrey sebelum pergi. Memasuki kamar setelah melempar puntung rokok yang masih menyala pada pot bunga kecil yang ada di atas meja ruang tengah ini. Meninggalkan Joanna yang kini sudah siap pergi dari tempat ini.

6. 30  PM

Sandi dan Jessica sedang makan malam bersama. Sesekali mereka juga membicarakan soal Jeffrey yang hari ini mau mengikuti rapat. Mau aktif dan memberi ide pula.

"Papa serius? Jeffrey? Anak kita yang nakal itu bisa memiliki ide seperti itu?"

"Serius! Tapi soal originality, Papa tidak yakin. Karena Jeffrey tidak mungkin bisa menyusun proposal serapi ini tanpa bantuan orang sama sekali. Mengetik saja masih pakai dua spasi. Kacau sekali anak kita ini!"

"Sudah ada proposalnya juga?"

"Iya. Keren, kan? Papa saja sampai menangis haru karena tidak menyangka."

Jessica menangis haru sekarang. Tidak menyangka jika anaknya mau maju ke jalan yang benar. Maksudnya, mau kerja di perushaan suaminya dan tidak lagi membuat video flexing seperti sebelumnya.

Kayaknya mulai sepi, nih. Aku lanjut kalo udh banyak yang ramein!!!

Tbc...

LAST PARADISE [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang