5. Hectic Day

385 91 171
                                        


Satu bulan kemudian.

Hari ini hari senin. Seperti biasa Joanna akan bangun pagi dan memasak sarapan untuk si tuan muda Jeffrey. Karena pria itu memang banyak berubah saat ini.

Mau bangun pagi dan mengikuti jadwal yang Joanna beri. Dari ke kantor hingga ke tempat gym. Karena selain mengurus urusan pekerjaan Jeffrey, Joanna juga harus mengurus urusan pribadi pria ini.

Seperti sekarang, Joanna harus ekstra sabar karena pria ini tidak kunjung bangun meskipun sarapan sudah siap. Sekarang juga sudah jam enam. Namun Jeffrey tidak kunjung mau membuka mata meskipun semalam tidur lebih cepat.

Ceklek...

Joanna memasuki kamar Jeffrey. Kamar yang menurutnya memiliki aroma busuk sekali. Karena Jeffrey sering merokok dan minum minuman keras di tempat ini. Apalagi, dia enggan membuka jendela sama sekali. Ditambah pendingin ruangan yang tidak pernah mati.

"Tuan, bangun! Sudah jam enam! Jam delapan nanti ada rapat!"

Jeffrey tidak bergeming sama sekali. Namun tubuh yang sebelumnya terlentang justru berubah jadi menungging. Sembari memeluk guling.

"Tuan---"

"Lima menit lagi!"

Lima menit tidak ada suara, Jeffrey tiba-tiba saja membalikkan badan. Menatap Joanna yang saat ini masih berdiri di samping ranjang. Sembari menatap jengah dirinya seperti biasa.

"Sudah, Tuan? Ini sudah lima menit terlewat."

Joanna melirik jam tangan. Membuat Jeffrey lekas bangun dari ranjang. Lalu berjalan menuju kamar mandi sekarang.

Joanna? Dia mulai membereskan ranjang. Lalu menyiapkan pakaian ganti seperti biasa. Karena memang seperti inilah tugas sahari-harinya.

Selesai mandi, Jeffrey langsung memakai pakaian ganti. Lalu merapikan penampilan di depan kaca sembari menyemprot parfum dari ujung rambut hingga kaki. Karena hal ini memang selalu dilakukan setiap hari. Tetap memakai wewangian meskipun tidak mandi.

"Jendelanya kamu yang buka?"

"Iya, Tuan. Supaya bau alkohol dan rokoknya hilang."

Jeffrey mengangguk singkat. Lalu menatap sajian sarapan di atas meja. Nasi goreng merah dan air putih segelas besar. Tidak lupa dengan potongan buah-buahan di mangkuk kecil juga.

"Gajimu sudah masuk?"

"Sudah."

"Berapa?"

Joanna diam saja. Lalu ikut duduk ketika Jeffrey menduduki kursinya. Berhadapan, seperti biasa.

"Aku tidak akan marah kalau memang menurutmu kebanyakan. Justu mau kutambah. Katakan berapa?"

"Dua puluh lima."

"Kirim nomor rekeningmu setelah sarapan. Akan kutambah dua kali lipat!"

Ucap Jeffrey dengan bangga. Lalu menyantap sarapan dengan lahap. Dimulai dengan buah-buahan. Kemudian nasi goreng merah yang rasanya penuh rempah.

"Tidak, Tuan. Ini sudah lebih dari cukup."

Joanna sudah fokus pada piringnya. Seolah apa yang baru saja keluar dari mulutnya bukan sesuatu yang besar. Padahl, uang 50 juta masih cukup banyak di masa sekarang. Namun wanita itu justru menolak uang itu dengan santai tanpa beban.

"Kau tidak butuh uang?"

"Butuh, tapi bukan dengan cara kotor."

"Maksudmu? Uangku kotor!?"

LAST PARADISE [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang