3. I Know Her

386 93 135
                                    


Jeffrey memasuki salah satu warung di pinggir jalan langganannya. Warung ini terletak di dekat lampu merah. Ya, sekitar lima menit kalau naik mobil seperti sekarang. Mengingat rumah orang tua Jeffrey memang cukup jauh dari jalan raya.

"Seperti biasa ya, Pak!"

"Siap, Den!!!"

Jeffrey langsung menduduki salah satu kursi plastik yang tersisa. Lalu tersenyum menyapa orang-orang di sana. Kemudian membuka botol air mineral yang sudah ada di depannya.

Tidak lama kemudian makanan Jeffrey datang. Nasi uduk topping lengkap. Semur, telur, ayam goreng dan beberapa gorengan pada piring yang terpisah.

"Makan, Pak!"

Seru Jeffrey sebelum menyantap sarapannya dengan lahap. Sesekali dia juga memainkan ponselnya. Membaca berita di aplikasi burung biru yang memang selalu menyajikan berita terbaru dan lengkap.

Sekitar 15 menit kemudian Jeffrey selesai. Kemudian berdiri dari duduknya saat ini. Merogoh saku celana untuk mengambil dompet dari kantung kecil ini.

"Berapa, Pak? Sekalian punya mereka juga."

"Terima kasih, Den!"

"Semoga rejekinya lancar terus!"

"Semoga segera bertemu jodoh agar tidak makan di warung terus!"

"Aminnn. Hahaha!!!"

Jeffrey ikut tertawa ketika mendengar ucapan terima kasih mereka. Sebab dia memang cukup sering datang ke sana. Selalu melakukan hal yang sama pula. Membayar pesanan orang-orang yang sedang makan bersamanya.

"Totalnya 155 ribu, Den."

"Ini."

"Kelebihan, Den!"

"Untuk beli kursi baru. Kursi ini sudah rapuh!"

Jeffrey langsung pergi setelah menendang kursi plastik yang sebelumnya diduduki. Membuat si pemilik warung tersenyum lebar sekali. Sebab dia baru saja mendapat lima lembar uang warna merah dari Jeffrey.

Jeffrey berjalan menuju mobilnya. Dengan langkah pelan dan mata disipitkan. Sebab letak matahari sudah semakin tinggi sekarang.

"Ada perlu apa?"

Tanya Jeffrey pada wanita yang sebelumnya ditemui di rumah. Wanita itu sedang berdiri di samping mobilnya. Sesekali dia juga digoda oleh beberapa pria. Namun dia diam saja seolah tidak bisa bicara dan mendengar.

"Saya asisten baru anda."

"Kau yakin? Asisten terakhirku bahkan hampir mati sebelum pergi."

Tanya Jeffrey sembari menatap si asisten pribadi dari atas hingga bawah. Karena dia merasa sedikit familiar. Mengingat dulu, dia pernah menunggui Joanna di UKS selama berjam-jam. Tidak heran jika dia sedikit ingat.

Joanna hanya mengangguk singkat. Lalu mengulurkan tangan. Meminta kunci mobil Jeffrey sekarang. Sebab dia yang akan mengemudikan mobil si tuan.

"Siapa namamu?"

Tanya Jeffrey sembari memberikan kunci mobil di tangan Joanna. Sembari menatap wajahnya lekat-lekat. Sebab dalam hati telah menebak.

"Joanna."

"Sudah kuduga! Kau pasti si dekil!"

Jeffrey langsung menjauhkan badan. Menatap Joanna dari ujung kaki hingga kepala. Sembari berkacak pinggang dan menganga. Seolah tidak percaya akan apa yang sedang dilihat.

"Kau berubah banyak ternyata! Sudah berapa tahun kita tidak bertemu, ya? Lima, delapan, gila! Sepuluh tahun! Pantas saja aku sempat tidak mengenalimu!"

Joanna menatap Jeffrey tidak suka. Sebab dia benar-benar tidak menyangka jika identitasnya akan diketahui lebih cepat. Oleh Jeffrey pula.

"Ayo masuk, Tuan! Kita akan terlambat. Jam sembilan nanti anda ada rapat."

Joanna langsung membukakan pintu penumpang untuk Jeffrey. Namun pria itu justru langsung masuk ke kursi kemudi. Tentu saja setelah merebut kunci mobilnya lagi.

"Aku tidak akan pernah menghadiri rapat bisnis Papa!"

Joanna tidak ikut memasuki mobil. Dia hanya berdiri di tempat semula tanpa bergerak sama sekali. Sebab dia tahu jika posisinya di sini juga sangat dibutuhkan oleh Jeffrey.

"Di depan ada razia. SIM anda sudah mati, kan? Uang cash anda ada berapa? Bisa untuk menyuap mereka?"

"ANJING!"

Jeffrey langsung pindah tempat duduk saat ini. Di samping kursi kemudi. Sebab uang tunainya telah habis. Habis diberikan untuk si pemilik warung tadi.

Joanna tersenyum singkat. Lalu memasuki mobil sekarang. Menghidupkan mesin dan memakai sabuk pengaman. Kemudian mengeluarkan SIM A dari dompetnya.

Joanna mengmudi dengan lihai. Bahkan tidak butuh waktu lama untuk keluar dari tempat parkir. Membuat Jeffrey agak takjub dengan wanita ini. Sebab tidak menyangka jika Joanna yang dulu dianggap udik justru bisa menyetir semahir ini.

"Dari mana kau belajar menyetir?"

"Bukan urusan anda!"

Jeffrey tertawa sumbang. Lalu menunjukkan STNK pada polisi yang sudah mengetuk jendela mobilnya. Joanna juga sama. Dia sudah menujukkan SIMnya. Lalu dikembalikan setelahnya.

Iya. Joanna cukup pandai menyetir. Sampai-sampai Jeffrey tidak sadar kalau mereka sudah tiba di tempat razia jika jendela mobilnya tidak diketuk oleh polisi.

Setelah SIM dan STNK dikembalikan, Joanna kembali melajukan mobil. Menuju apartemen Jeffrey. Sebab pria itu harus lekas bersiap guna menghadiri rapat di rumah produksi Sandi.

7. 30 AM

Jeffrey baru saja selesai mandi. Dia begitu bingung ketika melihat Joanna yang tampak begitu cekatan ketika mengurusnya saat ini. Mengambil setelan jas di lemari. Serta perlangkapan yang lain. Seperti jam tangan, dasi dan bahkan boxer warna abu-abu tua yang disukai.

"Saya tunggu di depan. Kalau sudah selesai, panggil saja."

Joanna langsung keluar dari kamar Jeffrey. Meninggalkan si pria yang masih dililit handuk mandi. Membuatnya kesal sendiri sebab dia memang malas keluar saat ini. Apalagi mendatangi rumah produksi.

"FUCK!!!"

Umpat Jeffrey sembari melempar handuk kecil dari tubuhnya. Lalu memakai pakaian yang telah Joanna siapkan dengan tergesa. Sebab dia memang ingin cepat-cepat menyelesaikan ini semua.

Pintu kamar Jeffrey terbuka. Joanna lekas masuk sekarang. Menatap Jeffrey yang kini kesusahan memakai dasi di lehernya. Hingga akhirnya Joanna turun tangan dan berjinjit cukup tinggi agar dapat menjangkau leher si tuan.

"Makanya tumbuh itu ke atas! Bukan ke samping!"

Ejek Jeffrey sembari melebarkan kakinya. Agar tinggi badannya sedikit rendah. Supaya Joanna bisa menjangkau lehernya tanpa harus berjinjit seperti sebelumnya.

Joanna diam saja. Fokus merapikan dasi yang Jeffrey kenakan. Tanpa menatap si pria yang saat ini gagal fokus sekarang.

Kalau dilihat-lihat, dia ini cantik juga.

Batin Jeffrey sembari tersenyum kecil. Pandangannya juga lurus ke depan saat ini. Menatap Joanna yang masih fokus memasang dasi.

"Ada apa?"

Tanya Joanna ketika menyadari tatapan Jeffrey. Membuatnya lekas menjauhkan badan setelah dirasa dasi sudah terpasang rapi. Tidak berantakan seperti sebelum ini.

"Mau tidur denganku?"

Joanna membulatkan kedua mata. Menatap Jeffrey dengan tatapan tajam. Tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar.

Sangat kurang ajar. Namun Joanna harus sabar. Paling tidak sampai tujuannya terlaksana.

"Boleh, asal---"

Jeffrey mengangguk kecil. Setelah mendengar apa yang baru saja Joanna bisikkan tadi. Membuatnya lekas berkaca dan membenarkan penampilan agar tampak semakin rapi.

Tbc...

LAST PARADISE [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang