un

9.5K 866 75
                                    

Di bawah langit merah dormeadow, terdapat seorang demon bersurai pirang yang tengah terduduk di atas sebuah batu besar, sembari memejamkan kedua netranya.

"Aigoo, jangan bilang kau tidur di atas batu?" Ujar suara lain yang membuat sang demon bersurai pirang berdecak kesal dan membuka kedua netranya yang menampakan warna senada dengan surainya.

"Kita tidak seakrab itu, pergi kau pengganggu." Ketus Jeno, sang demon bersurai pirang.

"Siapa juga yang bilang kita akrab." Sahut sang demon bersurai ungu yang kini sudah menyenderkan punggungnya pada pohon tua di belakangnya dan kemudian memejamkan kedua matanya.

Jeno lagi-lagi berdecak dan berdiri di atas batu tempatnya duduk tadi. Ia melirik sinis sosok demon pemalas yang selalu membuat emosinya terpancing entah kenapa.

"Tidak usah memandangiku seperti itu." Celutuk Donghyuck yang masih memejamkan kedua netranya.

Baru saja Jeno akan beranjak pergi, namun terhenti saat Donghyuck lebih dulu membuka suaranya.

"Aku tau kau merasakannya juga." Ujar Donghyuck yang kemudian membuka kedua netranya. Menampakan netra ungu yang menambah ketampanan sang demon.

Jeno mengerutkan keningnya sesaat setelah mendengar penuturan demon bersurai ungu di hadapannya.

"Apa?" Bingung Jeno.

"Kemarin si rambut lumut memberitauku untuk lebih waspada, karena para dormigod mulai melakukan pergerakan lagi." Ujar Donghyuck dengan nada santainya yang kemudian berniat kembali memejamkan kedua netranya. Hingga ucapan Jeno mengurungkan niatnya itu.

"Cih, aku tau isi otak pemalasmu itu. Bukan dormigod tapi para dewa bukan?" Tutur Jeno yang mengundang kerutan di kening Donghyuck.

"Selain pemarah kau juga sok tau ya?" Tanya Donghyuck tanpa rasa takut sedikit pun.

"Kau ingin aku musnahkan hah?!" Sewot Jeno yang bersiap mengeluarkan pedang besar andalannya. Namun niatnya urung saat Donghyuck tiba-tiba menghilang dari pandangannya, dan seketika sudah berdiri di belakangnya.

"Daripada memusnahkanku, lebih baik musnahkan para dormigod tidak ada kerjaan itu." Santai Donghyuck yang membuat Jeno mengepalkan kedua tangannya dan mendengus.

"Kemarin mereka bekerjasama dengan lorde, sekarang dengan dewa? Cih, monster menjijikan." Sinis Jeno yang membuat Donghyuck mengulas smirknya dan kemudian beranjak pergi. Meninggalkan Jeno yang masih menatap sinis punggung Donghyuck yang semakin menjauh.

 Meninggalkan Jeno yang masih menatap sinis punggung Donghyuck yang semakin menjauh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun meremat surai hitam legamnya. Otaknya benar-benar sangat panas saat ini, suara sang guru bahkan sudah tidak ia hiraukan.

Renjun kadang berpikir, untuk apa juga dirinya mempelajari matematika jika pada akhirnya tidak akan digunakan dalam mengendalikan serfnya. Tidak mungkin bukan dia mengendalikan Donghyuck menggunakan rumus aljabar atau phytagoras.

Monarch : Partie II ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang