Bab 18 : Siap-siap (Rani)

57 9 0
                                    

RANI POV


Setiap kali ada pertemuan dengan Rana Amelia, tempat favorit yang sudah jadi langganan aku dan dia adalah ruang UKS. Ada alasan sebenarnya, ruang itu cukup terpencil dari setiap ruang kelas walaupun dekat dengan ruang guru dan perpustakaan. Karena itu ada kemungkinan kecil para siswa berlalu-lalang di sekitar ruang itu. Jarang pula ada warga sekolah yang mampir ke ruang UKS, kecuali sejumlah diantaranya yang perlu beristirahat disana karena sedang tidak enak badan maupun membutuhkan obat pertolongan pertama. Hari ini, ada tiga orang siswa yang tidur lemas di kasur milik tempat UKS ini hingga menyisakan satu kasur saja yang kosong.

Aku masih menunggu kedatangan Rana yang berjanji akan menemui diriku pada jam istirahat kedua hari ini. Pada hari-hari sebelumnya dia bilang tidak bisa bertemu denganku karena ada agenda rekreasi untuk para anggota OSIS. Aku tidak bisa berlama-lama karena setelah ini harus pergi ke mushola untuk ibadah wajib. Yani pasti sudah menunggu disana sekarang.

Nah, itu dia Rana Amelia. Dia berjalan santai sekali sampai ke tempat ini.

"Kenapa lama sekali?" tanyaku agak kesal. "Aku sudah disini sejak lima belas menit lalu."

"Lo tau, kelas aku agak molor selesai pelajaran karena terus kejar materi yang tertinggal. Gue stres banget habis dari kelas jadi jalan kesini agak slow," jawab Rana.

Aku mendesah. Menyalahkan keadaan perempuan itu tidak ada gunanya.

"Jadi, soal kak Yuno yang rencana mau antar-jemput kamu tiap hari," Aku mulai langsung ke inti, "apa kau sudah pertimbangkan resiko dan akibatnya? Terutama keadaan di rumahmu nanti."

"Begini, biasanya gue diantar-jemput Mama atau kadang-kadang naik taksi—tapi bukan taksi sembarangan melainkan yang sudah dipesan secara bersyarat oleh Mama. Gue bisa kemana pun selama pulang sekolah tapi tidak boleh sampai rumah lewat jam enam sore. Sementara arah rumah lo dengan rumah gue agak... berlawanan. Jadi gue harus lewat jalan memutar cuma buat mampir ke rumah lo.

"Gue nggak masalah sama tempat, tapi tidak dengan waktu. Kalau pulang telat Mama pasti marah dan kasih hukuman buat gue. Jadi gue mikir bagaimana cara gue ke rumah lo terus kak Yuno datang—"

"Kau mau ke rumahku sebelum ke sekolah?" potong aku sejenak. "Perjalanan dari rumahmu ke rumahku berapa lama?"

"Um, kalau dari rumah gue ke sekolah empat puluh menitan. Kalau dari rumah ke tempat lo... beda lima menit aja."

"Jauh banget rumahmu. Sebenarnya dimana sih? Dari banyak sekolah yang lebih dekat, kau malah pilih yang lebih jauh dari rumah?"

"Itu bukan gue yang pilih tapi Papa gue. Lo juga belum pernah ke rumah gue jadi mana tau jauhnya kek gimana."

Aku mendesah lagi. "Kalau lama waktu dari rumahmu ke rumahku sampai segitu, ditambah dari rumah aku ke sekolah butuh waktu dua puluh menitan, maka kau harus berangkat sekolah lebih awal—"

"Iya, Rani. Gue sudah siap-siap dengan semua resiko itu," Rana menyela ucapanku. "Gue siap bangun lebih pagi dari biasanya. Tapi satu hal yang harus gue lakukan ialah meminta sopir suruhan Mama agar datang ke rumah lebih awal juga."

"Solusinya gampang, beritahu saja ke ibumu kalau kau mau berangkat lebih pagi."

"Nggak bisa, Rani. Mama gue bakal curiga. Gue harus kompromi dulu sama sopir biar ada celah untuk mengelabui Mama. Ah, kalau pas Mama yang antar gue ke sekolah dan bukan si sopir gimana juga....?"

Sebenarnya ada apa dengan ibunya Rana? Dia memperlakukan anaknya se-ketat itu semenjak pasangannya mendekam dalam penjara. Rana sendiri benar-benar diawasi. Jangan-jangan di sekolah ada orang lain juga yang diam-diam mengawasi dia.

Truth for TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang