Prolog

281 46 13
                                    

Pemuda yang malang. Dia harus mengurung dirinya sendiri di rumah sakit yang terasa sesak.

Bukan tanpa alasan. Ia memang merasa tidak baik saat ini. Ada banyak bekas luka di kedua tangan, kedua kaki, hingga beberapa luka gores di wajah tampan itu. Kedua kakinya mati rasa, padahal sudah berminggu-minggu ia menjalani pengobatan yang fokus dalam penyembuhan kakinya. Ia ingin sekali menggerakkan kakinya seperti biasa, keluar dari tempat ini, dan melanjutkan keseharian yang sempat tertunda termasuk kegiatan di sekolah yang tidak ia hadiri selama satu setengah bulan sejak ...

Ia masih ingat akan kejadian itu, yang membuat kedua kakinya tidak bisa bergerak. Dia sudah mencoba melakukan perbuatan mulia, mendatangi gudang yang kumuh di tengah hujan, hanya demi menyelamatkan seorang yang memikat hatinya. Orang lain mungkin menanyakan mengapa dia sendiri datang ke tempat itu. Tetapi ia harus berterima kasih kepada sosok yang berwajah sama dengan orang yang diselamatkannya, karena ekspresi dan gelagat sosok itu yang sempat ia awasi diam-diam menumbuhkan rasa curiga akan sesuatu yang buruk. Ditambah lagi informasi dari temannya bahwa sosok itu sering kali mencari dirinya.

Sayangnya pemuda itu kini harus menerima hadiah dari perbuatan baiknya, di rumah sakit ini, seorang diri. Dimana ibunya? Dia tidak mau menjawab. Ditanya berkali-kali pun tidak akan membuat ibunya datang menghampiri dirinya, karena sudah jelas orang itu sudah tak bisa bertemu dengannya lagi, untuk selamanya. Pun ia mengetahuinya tiga minggu lalu.

Bagaimana dengan orang dekatnya? Keluarganya, ayahnya, kakak-adiknya? Tidak ada seorangpun dari mereka yang mau menjenguk dirinya. Namun ia sempat beruntung masih ada orang-orang baik yang simpati padanya, menemani dirinya sesekali. Mulai dari teman-temannya hingga beberapa guru di sekolahnya.

Bagaimanapun, ia masih belum menemui dua remaja perempuan, Rana dan Rani, sampai detik ini.

Pemuda itu lebih mengharapkan kedatangan Rani, gadis yang ingin ia selamatkan waktu itu. Dia ingin tahu bagaimana kabar orang itu, keadaan orang itu, kesehatan orang itu, kebahagiaan orang itu, dan banyak lagi tentang orang itu. Ia mungkin harus menunggu entah sampai kapan itu terjadi. Sedangkan Rana juga belum ia temui, walaupun ia tidak yakin apakah orang itu memang akan datang menjenguk dirinya.

Ia sudah kenal Rana dan Rani, sempat tertipu dengan kemiripan wajah yang disangka-sangka bahwa kedua gadis itu saudara kembar. Walau begitu, hatinya tetap akan memilih Rani yang—

"Mas Yuno. Kamu tidak bisa tidur?"

Pemuda itu mendesah ketika melihat seorang dokter wanita, yang sering bolak-balik masuk kamar inap tempatnya tinggal, muncul dari pintu. Setidaknya ia bersyukur karena wanita berjiwa keibuan itu memberikan tempat sementara ini untuknya.

"Masih jam sepuluh pagi," ucap pemuda itu.

Dokter itu berjalan mendekatinya. "Lagi pula kamu sudah selesai ujian. Dan sebentar lagi kamu akan lulus SMA." Kemudian dokter itu menyalakan pendingin ruangan dengan sebuah remote yang diambil dari meja di samping tempat tidur Yuno. "Kamu tidak begadang lagi 'kan?"

Pemuda itu akhir-akhir mengalami kesulitan tidur. Ia sedikit tidak ingat kapan awal mula kebiasaan itu muncul, namun itu mulai dirasakan sejak ujian sekolah terus menggempur dirinya bertubi-tubi. Ia sudah ketinggalan banyak pelajaran, maka itu ia belajar keras sampai larut malam seorang diri. Dan itu bisa dimaklumi. Namun ketika ujian selesai beberapa hari lalu—saat itu ia terpaksa mengerjakan soal ujian di kamar inap rumah sakit ini dan harus didampingi guru setiap hari—kebiasaan tidur larut malam tak kunjung lepas. Terakhir kali ia mulai tidur jam empat pagi, tepatnya setelah mendengar seruan asing di luar yang biasanya ditujukan untuk umat selain dirinya, dan baru terbangun jam sembilan pagi.

"Gapapa kalau kamu tidak mau jawab," sambung dokter itu. "Tapi kalau ada masalah atau sesuatu yang buruk terjadi padamu, bilang saja ya. Meskipun ibumu sekarang sudah tiada, saya—maksudnya, ibu yang ini, bisa menjaga dirimu mulai sekarang."

Bisa dipastikan bahwa dokter itu ingin menggantikan posisi ibu pemuda itu yang sebelumnya dianggap tiada duanya. Namun, pemuda itu tidak peduli entah siapa yang akan mengurusnya—pada akhirnya ia akan hidup sendiri juga, melanjutkan masa depannya.

"Aku tidak masalah kalaupun aku tinggal sendirian setelah ini," balas pemuda itu datar.

"Itu motivasi yang bagus. Tapi pertama-tama ibu pastikan dulu kesehatan kamu," Dokter itu mengamati kedua kaki pemuda itu yang tertutup selimut, "Mungkin besok, kamu akan mencoba latihan berdiri memastikan kakimu kuat atau tidak."

Pemuda itu barangkali akan dihadapkan pada dua pilihan. Apakah ia nanti akan berjalan dengan kruk—tongkat, atau dengan kursi roda. Dia pastinya tidak ingin memilih yang kedua karena itu sangat merepotkan.

"Mas Yuno, kamu ingin bertemu gadis yang kamu suka 'kan?"

Tentu saja pemuda itu mau. Dia mengaku telah menyukai seseorang yang coba dia selamatkan di gudang kumuh waktu hujan itu. Ia sadar gadis itu beda keyakinan dari sisi religius. Namun apa salahnya jika dia terpikat dengan orang yang gemar menyembunyikan rambut yang misterius itu?

"Ibu akan coba carikan dia untukmu. Dengan begitu kamu bisa bertemu dengannya lagi. Tapi... ibu lupa bagaimana rupa gadis itu. Bisa kamu tunjukkan lagi?" pinta dokter wanita itu.

Pemuda itu tidak ragu mengambil ponsel di atas meja, membuka galeri dan mencari-cari foto yang dimaksud. Entah mengapa wanita itu berkali-kali—terus lupa berapa kali—sering menyuruhnya menunjukkan foto gadis yang ia suka. Ia sempat mengirim foto itu lewat aplikasi chat namun tidak tahu apakah dokter itu menemukannya atau tidak.

"Ah, iya yang ini rupanya," ucap dokter itu sewaktu Yuno menunjukkan ponsel, foto dua gadis seperti saudara kembar. "Yang pakai kerudung ini pasti Rani, kan. Hanya itu nama yang ibu tahu."

Memang, pemuda itu hanya memberitahu nama gadis yang ia sukai kepada dokter wanita itu.

---R&Я---

---R&Я---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Author notes :

Halo, apa kabar? Mungkin author satu ini tidak banyak menyampaikan pesan tambahan di setiap akhir bagian cerita. Tapi saya coba menyempatkan waktu jawab komentar satu-satu  mungkin. Uhm...

Omong-omong ini cerita kedua dari We are (not) Twins dengan tokoh utama dua gadis yang kelihatannya kembar (tapi apa benar mereka itu kembar?). Namun di prolog kali ini justru menampilkan tokoh lain lebih dulu. Cuma sementara aja, eh...

Sekarang bisa lanjutkan membaca seri yang satu ini. Semoga ini menarik buat pembaca sekalian.

Sampai jumpa di lain kesempatan. Selamat membaca!


Published : Saturday, 07 May 2022

Revised : Friday, 03 March 2023

Truth for TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang