Bab 36 : I Touch You (Rani)

33 2 0
                                    

RANI POV


Aku belajar menerima masa laluku. Salah satunya dengan menghabiskan waktu bersama Rana. Bermain basket dengannya menjadi satu keping pertama yang pulih dari pecahnya kenangan baikku bersamanya. Aku senang tidak ada rasa permusuhan diantara kami. Rana sudah berubah sekarang, dan aku tidak perlu berprasangka buruk padanya.

Usai main basket, Rana harus segera pulang karena khawatir ibunya datang mencarinya. Baru hendak pergi, kami terkejut ada seorang pemuda yang sudah lama tak aku temui sejak kejadian terakhir kali. Seketika aku teringat akan bibirku sendiri.

"Halo, kak. Kita gak berantem kok. Lo udah puas kan? Hehe," sapa Rana sedikit canggung. "Oke gitu aja. Dah,"

Dan akhirnya Rana segera pergi meninggalkan tempat ini, melewati pemuda itu dengan sekali anggukan tanpa berucap lebih banyak lagi. Sekarang giliran aku yang merasa gugup. Apa aku harus menyapa dia juga?

"Rani, kenapa diam disitu? Ayo pulang. Si kembar udah nunggu dari tadi."

Aku tersadar dan bergegas pergi menghampirinya. "Kenapa kak Yuno datang kesini?"

"Bu dokter Priyani masih urus pasien yang lagi dioperasi di rumah sakit. Jadi aku yang jemput kalian bertiga," ucapnya.

Namun aku semakin gugup saat berjalan berdampingan dengan Yuno. Apa yang terjadi padaku sekarang? Mengapa setiap kali aku memikirkan dirinya, yang aku ingat selalu tentang rasa bibirnya? 

Ya ampun, Rani. Sadar kamu sekarang!

"Rani, kamu gapapa?" tanya Yuno sedang mengamati diriku.

Rasanya kedua pipiku memanas ketika ditatap pemuda itu. Aku butuh penyegaran. "Aku cuci muka dulu."

Mumpung kami melintasi toilet sekolah, aku segera masuk untuk membersihkan diri. Sesaat kemudian aku memutuskan untuk ganti pakaian seragam sekolahku lagi. Hanya bagian atasan saja karena keterbatasan waktu. Dan aku sekalian mengganti kerudung menyesuaikan warna baju seragam.

Ketika aku keluar dari toilet, Yuno memandangku heran. "Kenapa kamu ganti baju sekarang? Mending tunggu sampai tempat tujuan baru sekalian mandi."

"Gapapa kak. 'Kan baju olahragaku udah bau, Besok juga harus pakai lagi buat pertandingan berikutnya." Aku malah melarikan diri meninggalkannya. Rasanya sangat memalukan.

---R&Я---

Akhirnya kami—termasuk Zaki dan Zako—pulang diantar Yuno dengan mobil milik bu Priyani. Aku ingat bagaimana pertama kali aku naik mobil bersama pemuda itu. Meski mobil yang ditumpangi berbeda dengan yang dulu, rasa gugup ketika aku berada di dekatnya semakin parah.

"Gue gak nampak lo di sekolah sejak siang tadi. Lo ngapain aja waktu itu?" tanya Zako duduk di kursi belakang. Dia masih memakai seragam olahraga.

"Aku tanding voli. Kamu nggak nonton ya?"

"Ah, gue gak tau. Tadi gue tanding bola sampai sore. Sampai dengar Zaki yang lagi bising duduk sama Sandi di balik pokok—pohon."

"Iish abang nih," Sontak Zaki dorong kakak kembarnya. "Jangan cakap pasal itu."

Aku lirik keduanya mulai ribut. Zako merangkul saudara kembarnya erat-erat. Sampai Zaki pun tak tahan karena merasa sesak.

"Ah, lepas ini abang kena wajib mandi wangi-wangi. Kalau tak aku mandikan abang sekali," racau Zaki kemudian.

Sesaat aku tertawa mendengarnya. Namun tak kusangka pula Yuno ikut tertawa bersamaku. Aku terdiam sejenak sampai akhirnya menoleh menatap pemuda itu—Yuno juga balas menatapku. Segera aku memalingkan muka ke arah jendela mobil. Sepertinya air di toilet kurang manjur untuk meredakan rasa panas di kedua pipiku.

Truth for TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang