CH.7

2.8K 701 70
                                    

Lisa mengikat rambutnya menjadi satu kesatuan, membentuk sebuah ponytail cantik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lisa mengikat rambutnya menjadi satu kesatuan, membentuk sebuah ponytail cantik. Mematut diri sesaat, memeriksa celana legging panjang, sport bra dengan warna senada, serta sepasang sepatu kets—sepertinya Lisa sudah siap untuk mengawali pagi ini.

Ah, satu lagi yang nyaris terlupakan; earbuds sekaligus iPod.

Biasanya Lisa berolahraga menggunakan treadmill. Namun hari ini, gadis itu melesat keluar apartemen sebab memutuskan untuk pergi lari pagi sembari menghirup udara segar.

Tak banyak orang yang pergi berolahraga di luar, terlebih di hari biasa seperti sekarang. Jangankan pergi keluar rumah sepagi ini untuk meregangkan badan. Rata-rata orang di kota ini mendapatkan jatah tidur yang kurang karena pekerjaan. Sebagian besar dari mereka bisa melakukan kerja lembur atau double job dalam sehari karena mahalnya biaya hidup.

Selain itu menjadi pelajar pun tidak mudah. Sepulang sekolah, mereka harus mengikuti berbagai macam les untuk menunjang nilai. Persaingan sangat ketat. Mereka harus bersungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian universitas, lalu mendapatkan pekerjaan yang bagus.

Waktu tidur sangat berharga bagi mereka semua.

Lisa memandang lurus ke arah depan sembari mengatur napas. Jalur yang ia ambil letaknya tak begitu jauh dari gedung apartemen. Ia melintasi jalan di tepi sungai. Di bagian kiri jalan terdapat sebuah taman berumput. Ada beberapa kursi panjang yang tersebar di sana, biasanya terletak di bawah pohon yang rindang. Akses menuju sungai pun dibatasi oleh pagar besi, sehingga tidak sembarang orang bisa memasuki kawasan tersebut.

Pagi ini tenang sekali.

Setidaknya, sebelum langkah Lisa melambat kala mendapati presensi seseorang di kejauhan. Untuk sesaat, gadis itu merasa bimbang. Apakah ia harus memutar arah dan berlari pergi ke apartemen? Atau justru tetap di tempat dan menyambut pemuda tersebut?

Jungkook melambaikan tangan dengan riang. Katup bibirnya melengkung manis. Ia berlari menuju arah di mana Lisa berpijak. Gadis itu terlalu lama berpikir, hingga tahu-tahu sang lawan sudah mendarat di hadapannya.

"Hai, Tetangga!" sapanya. Pemuda itu terengah. Beberapa bulir keringat jatuh tergelincir menyusuri dahi. "Bagaimana bisa aku baru tahu kalau kau suka lari pagi di sini? Tetangga macam apa aku ini? Ckckck."

Lisa diam-diam mengepalkan kedua tangan, melantunkan kekeh renyah. "Aku memang jarang lari pagi ke luar. Biasanya lebih sering berolahraga ringan di rumah."

"Ah, pantas saja ..." Jungkook mengangguk paham. Ia meneguk air mineral dari dalam botol yang ia bawa hingga tandas seperempat. "Mau duduk di sini sebentar? Suasananya sejuk sekali."

"Memangnya kau tidak berangkat ke kantor?"

"Berhubung menjelang akhir tahun, jadi bosku menyuruhku untuk mengambil cuti beberapa hari." Pemuda tersebut membuang napas besar. "Aku sama sekali belum menikmati cuti tahun ini. Maka ya sudah, aku setujui saja."

Lisa ber-oh-ria. Keduanya lantas sama-sama mendaratkan bokong di salah satu kursi panjang yang tersedia. "Apakah ada orang yang akan mengisi posisimu ketika kau cuti? Maklum, aku tidak pernah bekerja di kantor." Si gadis tersenyum getir setelahnya.

"Yaa, kalau di kantorku, biasanya ada karyawan magang yang menggantikan sementara waktu."

"Mmm, begitu, ya ..." Lisa menyentuh pipi bagian dalamnya menggunakan ujung lidah. Usai menimbang-nimbang berbagai risiko dan berjuta kemungkinannya, ia memutuskan untuk lebih berani bertanya, "Sebenarnya kau ini bekerja di perusahaan daring yang seperti apa?"

Lisa yakin bukan hanya perasaannya saja saat ia melihat rahang Jungkook menguat sesaat. Pemuda itu kemudian menarik senyum singkat, lalu berujar tanpa keraguan, "Sebuah perusahaan yang bekerja untuk mengunggah berbagai macam konten. Mirip sebuah blog raksasa yang sering dikunjungi oleh ribuan orang setiap harinya."

"Wow, hebat. Pasti sulit sekali untuk bisa diterima bekerja di sana."

Jungkook tidak menyangkal ataupun mengiyakan. Bahkan jika ditelisik ulang, sejujurnya ia tidak tertarik dengan pekerjaan yang ia geluti sampai saat ini.

Pemuda tersebut lalu memalingkan wajah, menatap ke arah Lisa—di mana gadis itu sedang melempar pandang ke arah seberang sungai. Sepertinya baru kali ini Jungkook melihat Lisa berpakaian lebih terbuka. Sepasang celana ketat berikut sport bra tersebut benar-benar memeluk tubuh Lisa, membuat setiap lekuknya tercetak sempurna.

Itu memang jenis pakaian olah raga perempuan yang tak jarang Jungkook temui di negara ini. Namun biasa melihat Lisa berbalutkan pakaian longgar dan tertutup, maka wajar saja membuat Jungkook merasa bertanya-tanya.

Di sisi lain, jelas Lisa menyadari tatapan tersebut. Rasa gugup mulai timbul, disusul dengan degub jantung yang memukul lebih cepat. Tapi kali ini Lisa tak ingin menghindar atau melarikan diri. Ia justru ingin melawan seluruh afeksi ini dan bersikap normal seperti para gadis pada umumnya.

Lisa yakin, sebagian besar wanita pasti akan terpesona tatkala menangkap presensi Jungkook dalam pandangan. Pemuda ini sangat tampan dan berkarisma. Jadi Lisa berupaya keras untuk terlihat sebagaimana mestinya seorang wanita agar sang lawan tak menaruh curiga.

Gadis itu lalu menekan belah bibir, sebelum kemudian berdeham tipis untuk menguapkan kegugupannya. Ia melepaskan earbuds yang tak lagi mengalunkan musik sejak tadi. "Kau sudah memiliki rencana untuk mengisi waktu cutimu? Seperti mengunjungi orang tua, atau sejenisnya?"

"Belum." Jungkook kini menitikkan satu fokus pandang yang sama dengan Lisa; yaitu ke seberang sungai yang hanya diisi pepohonan masif. "Minggu lalu aku sudah berkunjung ke rumah orang tuaku. Jadi sekarang saatnya untuk menikmati waktu liburanku. Kau punya saran?"

Lisa memiringkan kepala, berpikir sejenak. "Bertemu dengan teman-temanmu? Sewaktu sekolah dulu, aku selalu bepergian dengan teman-temannku ketika hari libur datang. Terkadang kami hanya berkumpul di salah satu rumah, membeli banyak camilan, lalu menonton film bersama. Sering juga pergi ke area permainan di mall, atau sekedar duduk-duduk di taman kota dan berfoto ria. Kalau anak laki-laki, aku tidak tahu, sih." Gadis itu tersenyum kikuk. "Mungkin mereka melakukan hal yang berbeda."

Wow ... tidak biasanya Lisa bicara panjang lebar begini. Gadis itu terbilang jarang sekali menceritakan kisah hidupnya pada Jungkook. Irit bicara, cenderung membatasi interaksi walau mereka sudah cukup akrab. Ini adalah hal yang jarang terjadi.

Namun kendati begitu, si pemuda tetap menggantungkan untaian senyum, mengapresiasi sepenuhnya. "Aku dan teman-temanku biasanya hanya mengobrol—membicarakan banyak hal sambil minum." Ia terkikik. "Tapi semenjak pindah kemari, aku tak pernah lagi melakukannya bersama mereka. Jauh juga. Setiap aku pulang ke rumah orang tuaku, teman-temanku selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing."

"Pasti ada hal lain yang bisa kau lakukan." Lisa berpikir lagi. "Mungkin jalan-jalan ke museum bersejarah? Atau pergi ke galeri seni? Ah, beberapa hari yang lalu aku sempat mendapatkan selebaran promosi. Pelukis Jo Sunghwa akan mengadakan pameran. Kalau tidak salah, dua hari dari sekarang."

Jungkook tampak tertarik. Ia duduk menyamping ke arah Lisa. Siku tangan kanannya ia daratkan pada sandaran kursi, lalu menyanggah kepalanya sendiri. "Kalau begitu, apa dua hari mendatang kau akan sibuk?"

"Hm?"

"Ayo datang ke pameran itu." Senyum Jungkook terpahat semanis madu, namun tatapannya lantas menyorot dengan provokasi—seolah tak ingin mendengar penolakan jenis apapun. "Setelah pulang dari sana, mungkin kita bisa mengobrol panjang lebar sambil minum bersama."

-Lily-

Resilience | Lizkook✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang