Jungkook membanting diri di atas ranjang dengan napas yang dibuang berat. Sesi mengecatnya sudah selesai sekitar satu jam yang lalu, dan ia telah membersihkan diri berikut menghilangkan seluruh cipratan tipis yang mendarat di atas permukaan kulit putihnya.
Hanya tinggal membenahi perabotannya. Itu bisa dilakukan besok setelah pulang dari perjuangan mengais nafkah.
Ah, sebenarnya hanya formalitas, sih. Kedua orang tuanya masih sangat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia bekerja agar terlihat seperti anak yang tak menyusahkan saja.
Pemuda itu menutup mata sejemang. Kotak memori di kepalanya masih menyimpan seluruh rekaman kejadian hari ini dengan baik. Separuhnya mendadak terputar nyata, membuat Jungkook teringat pada sesuatu yang berupaya ia sembunyikan.
Ia lantas bangkit guna meraih selembar foto dari dalam laci nakas. Sebuah foto yang di bagian tengahnya tercipta satu garis lipatan. Ia membentangkan foto tersebut agar seluruh bagiannya dapat tertangkap netra. Senyum satirnya terukir, mencengkram salah satu bagian foto dengan perasaan yang berkobar di dalam dada.
Marah. Tentu saja ia sangat marah. Agaknya selama hidup, Jungkook tak pernah merasakan gelegak angkara sebesar ini.
Ibu jarinya mengusap permukaan foto tersebut dengan gerak lambat, seakan salah satu dari dua orang yang terpampang di sana bisa menanggapi ucapannya.
"Kau pikir aku hanya akan diam dan menyaksikannya saja?" Ia berujar dengan segenap hati. Senyum getirnya terukir sempurna. "Tidak. Aku benar-benar tidak akan tinggal diam."
Lucu sekali, melihat dirinya sendiri sudah melangkah sampai sejauh ini. Sungguh-sungguh proses yang sangat panjang, dan takkan mungkin ada orang yang bisa mengendus apa yang sedang ia rencanakan sampai detik ini.
Beberapa saat berikutnya, Jungkook bangkit tatkala suara bel mendobrak masuk ke dalam rungu. Ia melempar foto tersebut kembali ke tempatnya, kemudian cepat-cepat beranjak menuju pintu.
Mungkin kau takkan menyangka. Namun raut wajah Jungkook seketika berubah tatkala mendapati presensi Lisa di depan pintu apartemennya.
"Lisa?" senyumnya tersemat begitu manis. Tak ada secuil pun sisa-sisa kemarahan yang tertinggal pada kontur wajahnya.
"Ini." sembari menunduk tanpa menatap, Lisa menyodorkan sebuah paper bag berukuran kecil. "Untuk menggantikan bingkai fotomu yang pecah."
"Aigooo, 'kan sudah kubilang; tidak apa-apa. Kenapa kau membelikan yang baru?"
"Tidak, tidak," Lisa menggeleng cepat. "Ini memang salahku. Jadi aku harus menggantinya."
Jungkook tersenyum lembut. "Baiklah kalau kau memaksa." Ia menerima benda tersebut dengan senang hati. "Terima kasih. Kau mau masuk dulu? Sepertinya aku masih memiliki sekotak lavender tea."
"Ah, mungkin tidak sekarang." Lisa tersenyum kaku, menyelipkan surainya ke belakang telinga. "Aku masih memiliki sedikit pekerjaan yang harus diselesaikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Resilience | Lizkook✔
Fanfiction[M] Resilience merupakan kemampuan untuk bangkit dan pulih ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai harapan. Seperti Lalisa Hwang yang pernah tenggelam dalam kubangan depresi hebat kala itu. Tak mudah untuk bisa merangkak naik dan menyembuhkan...