Terkadang, sepasang pria dan wanita itu tidak boleh dibiarkan berada dalam ruang yang sama dalam jangka waktu lama. Terlebih lagi dengan beberapa botol alkohol, cuaca dingin, serta cahaya lampu temaram. Tidak semua orang kuat dengan keadaan itu dan mampu menampik gelora yang datang.
Maka jangan heran jika pada berjam-jam selanjutnya, lembar-lembar pakaian Lisa dan Jungkook sudah tercecer secara acak di lantai.
Lisa mengepalkan tangannya yang basah oleh keringat, lebih banyak memejamkan mata saat Jungkook meraba tubuh polosnya. Nyatanya, efek alkohol yang sudah menguasai separuh kewarasannya itu tetap tak mampu melenyapkan seluruh trauma yang masih melekat dalam benaknya.
Reaksi tubuhnya jelas masih bisa merasakan afeksi ngeri dan takut, digulung degub jantung kelewat keras. Namun sialnya, ia seakan tak memiliki tenaga. Sisi lain dalam dirinya berupaya untuk melawan bagian terlemah itu agar bisa menikmati sesi ini dengan lebih layak.
Sebab tentu, dahulu dan sekarang itu berbeda. Dahulu Lisa dipaksa, dilecehkan tanpa izin hingga jiwanya sangat tertekan. Tapi dengan Jungkook, Lisa seolah menyerahkan dirinya sendiri. Ia membiarkannya. Ia menerimanya.
Kalau dipikirkan matang-matang, Lisa memang tak bisa terus-menerus berada dalam titik hitam hidupnya. Ia harus terbiasa hidup normal, harus berusaha sekuat tenaga untuk hidup seperti sebelumnya kendati sulit bukan main.
"Hh ... buka matamu, Lisa ..." Jungkook membujuk manis seraya mengecupi perpotongan leher. Champagne yang tadi ia tenggak benar-benar membuat geloranya kian menggebu.
Lisa bernapas berat, sedikit demi sedikit menaikkan kelopak mata. Cahaya lampu sukses menyeruak dalam pandangan, menghasilkan silau yang menusuk hazel selama beberapa detik singkat. Ia melihat pahatan wajah Jungkook yang berada di hadapannya—menyaksikan bagaimana pemuda itu menikmati setiap hentakan pusat tubuh yang dihasilkannya sendiri.
Lisa tak kuasa. Ia memiringkan kepala, memandang pintu toilet yang terbuka di sana. Bukan. Bukan karena Jungkook tak rupawan. Bukan pula karena Jungkook tak menarik dalam pandangan. Laki-laki tersebut bahkan masih terlihat seksi dengan pakaian atas yang melekat di tubuh. Lisa hanya tak mampu menatapnya lebih lama. Sejak awal bertemu, Lisa masih tak sanggup untuk menatap sepasang obsidian itu dalam jangka waktu lebih dari satu menit.
"Kau tidak menyukaiku, hm?" Jungkook mengoceh lagi dengan intonasi rendah. Hembusan napas besarnya menyapu sisi wajah Lisa. "Apa kau tidak menyukaiku?"
Lisa menggeleng kuat, menggigit bibir bawahnya sejenak. "S-suka ..."
"Kalau begitu, tatap aku." Jungkook menangkup wajah Lisa menggunakan satu tangan, menitah gadis itu agar balas memandangnya. "Aku juga ingin—Hh .. ditatap."
Lisa meremat bantal yang mengalasi kepalanya, kembali mencoba menatap Jungkook sesuai permintaan. Sulit. Rasanya sulit sekali. Seolah ia benar-benar tengah bertarung dengan dirinya sendiri. Iris hitam Jungkook selalu menakutkan bagi Lisa—begitu gelap, bak ingin menenggelamkannya hidup-hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resilience | Lizkook✔
Fanfiction[M] Resilience merupakan kemampuan untuk bangkit dan pulih ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai harapan. Seperti Lalisa Hwang yang pernah tenggelam dalam kubangan depresi hebat kala itu. Tak mudah untuk bisa merangkak naik dan menyembuhkan...