8

12 1 0
                                    

Setahu Erin, Evan tinggal sendiri di rumah lamanya. Kedua orang tuanya sepakat menetap untuk sementara waktu di Jerman karena alasan bisnis. Perjalanan tidak memakan waktu yang lama untuk sampai. Pukul 03:00 sore waktu itu, Erin melangkah dengan pasti menuju rumah besar di depannya. Udara terasa cukup dingin karena rintik hujan yang baru saja turun. Dengan sedikit menggigil ia mengetuk pintu rumah itu.

Knock..knockk..

Suara decitan pintu terdengar pelan. Sebuah senyum manis mengembang menyapanya.
Evan mempersilahkannya masuk. "Kamu tidak sama sekali terlihat sakit." Katanya seraya mengambil posisi duduk.
"Siapa bilang aku sakit. Lihat, baik-baik saja kan." Ucapnya semangat.
Evan berjalan mendekat perlahan. Ia tepat duduk di depan Erin. "Kamu mau apa?" Sepertinya Erin masih tidak terima dengan kelakuannya kemarin malam. Ia begitu judes meladeninya

Evan tersenyum nakal. Erin sedikit menghindar. "Evan jangan macem-macem yaa!" Ia berusaha menjauh. "Kenapa? Bukannya kamu sayang sama aku?"
Niatnya datang hanya untuk melihat keadaan Evan.

Tidak lama di rumah itu, Erin memilih pergi menuju bukit.

Sendiri itu kadang menyakitkan. Di bukit ini, Erin sangat merasakan perubahan itu. Tak ada Radit. Apalagi Evan. Radit sangat memperlakukannya dengan baik. Kini, tak ada yang dapat menyeka air mata itu. Tak ada rangkulan yang menenangkannya lagi. Tak ada pundak untuk bersandar. Tak ada kata maaf untuk siapa pun.

###

"Kalau kalian ngga percaya. Lihat saja sana di mading, semuanya lengkap." Semua murid bergerombolan menyesaki mading utama. Erin melihat setiap murid yang antusias mendatangi arah majalah dinding. Event besar apa yang akan diadakan?
"Maaf, kalian ngeliatin apa?"
"Ngaca dong. Nggak tau diri emang. Dasar!"

Hah?
"Beneran ini ada apaan?"
"Lihat aja sana muka kamu penuh di mading. Mempermainkan perasaan Radit seenaknya."
"Udah sukur Radit mau sama kamu. Masih ngegaet Evan lagi. Jahat ya kamu Rin."

Dari sekian pernyataan tersebut, Erin tak mengambil pusing dan sama sekali tak merespon. Di ujung sana terdengar suara ribut yang tak asing sumbernya. Sekar dan Novi tertangkap basah. "Kita sudah berusaha ngebujuk Maya buat ngga nempelin foto kamu itu ke mading Rin. Maaf banget. Kita ngaku salah."

"Iya, Rin. Kita tugasnya buat fotoin kamu doang, buat ngasi tau ke Radit bukan ke satu seko-"
"Apaa? "
"Novi, kamu ngapain ngasi tau..astagaa. Mati kitaa!"
"Gilaaa, kalian mau buat saya putus? Maksud kalian apa?"
"Iya bener, saya dapet foto-foto itu dari mereka berdua. Pasti kamu mengira saya kan yang foto. Temen kamu sendiri Rin. Temen macam apa kalian ini." Suasana menegang. Maya memperkeruh keadaan.

Jadi sekarang mana yang namanya temen baik?
Erin tidak menyangka kalau semua foto itu adalah perbuatan mereka. Sekar dan Novi. "Jadi gini Rin, kita cuman mau buat kamu sama Evan balikan lagi. Dia kan sayang banget sama kamu."
"Oiyaa, iya.. Bagus itu. Kalian balikan saja berdua." Maya berbicara.
"Diam May!." Susul Erin kesal.
"Ikut gue Rin." Danuar muncul di tengah ketegangan. Ia membawa Erin pergi.

Saat itu, sekolah tampak mulai sepi. Terlihat beberapa orang sedang sibuk membangun panggung untuk acara besok. "Jadi besok kamu harus datang Rin."
"Ulang tahun sekolah?" Erin menunduk lemas.
"Iya, saya jemput deh. Saya tahu kamu nggak mau ngeliat Radit nge-band kan? Tapi kamu harus Rin."

Di depan lab. Multimedia mereka duduk bersebelahan. "Saya ikut prihatin sama masalah kamu. Saya sebenernya ikut andil dalam masalah ini."
Erin menatapnya tajam. "Maksud kamu apa?" Dan menghela napas berat "gini Rin, saya udah ngasi tau Radit tentang hubungan kamu sama Evan. Dia terima-terima aja kok." Tak bergeming dengan tatapannya Erin terus bertanya. "Kapan? Maksud saya, sejak kapan kamu ngasi tau dia?"
"Dari awal Evan masuk sekolah ini." Mata Erin terbelalak.
"Tunggu bentar deh. Jadi, Radit selama ini tahu dan dia jaga sikap seolah ngga tahu."
Dan mengangguk pasti.
"Dia aman sama hubungan kalian. Tapi, dia nggak bisa terima sama sikap kamu Rin. Keluar jalan bareng sama Evan. Itu sakit bagi dia." Danuar menjelaskan.

Semua pernyataan Dan membuat Erin termenung. Sungguh, Erin merasa jadi cewek termunafik di dunia. Radit bisa bisanya menyimpan semua rasa sakitnya sendiri. Sedangkan ia seenak jidat main jalan bareng sama Evan.

"Ternyata ini maksudnya. Pantesan Radit selalu bilang dia sayang sama saya, dia nggak mau kehilangan saya. Seolah kita bakal pisah. Ternyata bener." Erin menatap Danuar sedih.

###

Malam itu, Erin tak bisa tidur dengan tenang. Ia berguling kanan lalu kiri, menghadap langit-langit kamar kemudian miring kanan lagi. "Saya harus tidur." Ucapnya dengan semangat.

Malam itu terasa panjang baginya.
Udara dingin yang terasa membuatnya enggan bangun dari tempat tidur. Kalau saja bukan karna Radit ia mana mau datang ke acara sekolah hari ini.

Semenjak foto itu tersebar luas. Erin mulai jadi bahan pembicaraan satu sekolah. Hot news. Ia memasang muka tak peduli.
"Jadi sekarang mau gaet temennya sendiri. Dan, kamu jangan deket-deket deh sama cewek ini."
Dan juga tak banyak merespon ucapan mereka.
Di tengah lapangan sana terlihat pembawa acara yang membuka semuanya. Erin dan Danuar berdiri tak jauh dari panggung. Cukup dekat untuk melihat penampilan Radit sebentar lagi.

Tatapan sinis tak bisa hilang menatapi Erin. Untung saja Dan masih mau berteman dengannya. Kalau tidak, tinggalah ia sendiri. Tak ada siapapun yang mau mendekat. Sekar dan Novi? Erin tak peduli. Maya menjadi otak di balik mata sinis itu. Ia terus melebar-lebarkan masalah ini ke semua murid sekolah. Ia ingin Erin benar-benar putus dengan Radit. Misi yang sempurna.

Dari sekian banyak pengisi acara, semua tampak sama saja. Membosankan menunggu penampilan Radit yang cukup lama. Erin mulai risih. Semakin lama ia berdiri, semakin banyak orang yang membenci kehadirannya. Ia tau sebagian besar mereka adalah murid perempuan yang suka dengan Radit. "Udah, ngga usah dipikirin. Santai aja!" Ucap Dan merespon tingkahnya.

Merasa siap menyaksikan, Erin berdiri dengan tegap, ia berharap Radit melihatnya. Ia mau Radit kembali.

Saat MC memanggil nama band mereka, suara gemuruh kembali mengaum memenuhi isi sekolah. Musik dimainkan, suara merdu Radit mulai terdengar. Sangat menyentuh. Sangat pas rasanya ia menyanyikan lagu melow saat itu. Disaat seperti ini, Erin merasa jatuh cinta untuk kedua kalinya. Perasaan pertama yang pernah ia rasakan saat bersama Evan.

Cukup serius melihat penampilan Radit, Maya datang menyenggolnya. "Hisss," Gumam Erin tak suka. "Kamu nggak malu ngeliatin Radit yang berjaya disana? Orang yang kamu selingkuhin."

On My Way Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang