9

1 0 0
                                    

Setelah acara sekolah malam itu usai, aku terus memikirkan Radit. Pasalnya ia belum saja membalas setiap pesan dariku. Aku telah berusaha mengirimkan pesan maaf kepadanya dan menghubunginya sebanyak mungkin, namun tetap saja tidak ada jawaban. Hari ini libur semester dimulai. Sekitar 2 minggu kedepan aku akan berada di luar kota dan aku tidak mau menjadikan ini sebagai beban pikiranku. Aku ingin bertemu dengannya, meluruskan semuanya. Aku tidak peduli apa yang akan terjadi padaku, entah ia akan mengakhiri hubungan ini atau tidak.

Pagi ini aku masih berada di kamar dan menunggu pesannya tiba. “Rin, ada tamu.” dari luar suara mama memanggil. Sepagi ini mama sibuk di dapur, ia akan menyuruhku untuk membuka pintu. Jaket maroon yang kupakai semalam ku raih kembali untuk kugunakan menyambut tamu di depan. Rambut yang masih berantakan ku kuncir saja dengan asal.

“rinnnn!!” mama kembali bersuara. “Iyaa ma, ini mau jalan.” sahutku seraya melangkah membuka pintu. Ini baru jam 7 pagi, aku tidak tahu siapa yang datang sampai ku buka pintu rumah dan mendapati Evan dihadapanku. Ia datang dengan kaos hitam berlengan panjang, celana casual semata kaki dan memakai topi berwarna hitam. Mobilnya terpakir tepat di halaman rumah karena rumah ini tidak berpagar. Hari ini aku harus berangkat ke luar kota untuk menemui keluargaku yang lain disana, lalu buat apa ia datang setelah semua yang telah terjadi.

“Ikut aku Rin.” Ucapnya meraih lengan kananku namun tak sempat karena aku menolaknya
“Vaaan, cukup!” aku menghela napas panjang, mataku menatapnya dengan serius seolah berkata mau apa lagi dia. Seharusnya hal ini tidak terjadi di awal aku bertemu lagi dengannya. Aku merasa bersalah telah menyakiti hati Radit dan pergi bersama Evan. Angin pagi itu cukup kencang dengan awan gelap yang tiba-tiba saja datang. Aku menolak ajakan Evan dan berkata bahwa pagi itu akan turun hujan. Aku tidak ingin kemana mana sementara mama sibuk sendirian di dapur. Ia sedang mempersiapkan sarapan pagi dan membuat cemilan untuk kami nikmati di jalan menuju rumah keluarga di luar kota. Evan mengerti dengan alasanku, ia tersenyum dan mendadak masuk untuk bertemu mama di dapur.

“Van mau kemana, saya nggak mempersilahkan kamu masuk ya!”
Mama melihat Evan dengan sedikit terkejut “Evan ini kamu? astaga kamu sudah tiba dari Jerman. Kapan?” Evan mendaratkan sebuah pelukan hangat padanya. Mama menoleh padaku. Melirikku dengan arti agar aku segera mempersiapkan meja makan. “Makan dulu yuk, semua sudah siap. Tepat sekali kamu datang pagi ini, mama sama Erin mau ke rumah keluarganya. “

Aku menyendok nasi goreng untuk mama dan Evan. Menu pagi ini nasi goreng dengan teh hangat. Evan dan mama mengobrol banyak hal sampai aku pun tidak sempat bicara apa-apa. “Ma makan dulu ya, ceritanya dilanjut nanti Evan gak jadi nyuap tuh.” ucapku.
Meja makan kembali hening, kami melanjutkan makanan kami masing-masing dengan lebih banyak diam. “Mama duluan ya sayang. Evan, Erin habiskan ya makanannya.” kami berdua mengangguk. Evan menoleh kepadaku, tersenyum dengan manis entah apa maksudnya.

“Kamu cantik ya kalau lagi makan gitu.” ucapannya membuatku tersedak sampai hampir saja memuntahkan makananku kembali. Ia kemudian sigap memberiku minum dan membantuku agar tidak tersedak lagi. Drama sarapan pagi ini cukup membuatku kewalahan. Piring kotor yang tergeletak di meja ku bawa ke dapur dan segera ku cuci saat itu juga. “Rin, kamu serius mau ikut ke luar kota? aku pasti bakal kangen banget sama kamu.” ucapnya seraya membantuku menata piring yang sudah kering. Seharusnya ia sudah tahu jawabannya. Setelah piring selesai dibersihkan aku menyuruhnya untuk duduk di ruang tamu sementara mama sedang berada di kamarnya mempersiapkan pakaian untuk ia bawa.

“Rin, kamu sama Radit gimana?” Tanya Evan. Radit. Aku baru saja teringat Radit kembali. Bagaimana bisa aku lupa kalau sedang menunggu pesan darinya. Setelah Evan duduk, aku menuju kamar memeriksa pesan dari Radit jika memang ada. Tidak, tidak ada. Masih tidak ada juga. “Erin kamu di mana? Evan Erin dimana?” aku mendengar suara mama mencariku. “Disini maa.” ucapku dengan sedikit keras. “Aku mandi dulu” sambungku, lalu segera menuju kamar mandi.

#####

Pagi yang melelahkan. Sehabis mandi pun aku masih saja tidak merasa segar seperti biasanya. Evan sepertinya sudah lama menungguku bersiap. Tapi, aku tidak tahu Evan sebenarnya ingin kemana denganku. Tidak apalah aku pakai baju santai saja dan tidak lupa sweater hangat berwarna navy. Di luar sepertinya ada hujan turun. Aku keluar kamar tapi tidak melihat Evan di ruang tamu. Benar, di luar ternyata hujan sudah sangat deras dan aku tidak melihat mobil Evan disana. Kemana dia?

“Terimakasih ya van.” suara mama menjawab pertanyaanku. Mama dan Evan datang dari arah pintu menuju kepadaku yang sedang kebingungan. “Darimana ma?” tanyaku padanya. Evan baru saja mengantar mama membeli barang yang ia perlukan untuk ke luar kota dan mengejutkannya Evan akan mengantar kami pulang dengan mobilnya. “Kita bisa pakai bus ma. Nggak usah repotin Evan.” aku menawar agar kami tidak pulang dengan mobilnya. Tidak untuk saat ini. Aku masih menunggu Radit membalas pesanku. “Kamu udah siap Rin? kita bisa berangkat sekarang.” ucap mama sambil berjalan mengambil barang-barangnya.

Evan menghampiriku. Ia berdiri tepat di depan ku. Ia sepertinya sadar aku sedang tidak baik-baik saja. Tangannya mengambil lenganku, matanya menatap kedua mataku. “Kamu lagi kepikiran Radit kan?” tanyanya yakin. Aku mengangguk. Sepertinya tadi Evan ingin mengajakku pergi, kenapa jadi harus berangkat ke luar kota sekarang. “Aku gak bisa berangkat tanpa tahu kabar Radit dulu Van. Dia gak ada respon dari kemarin.” Setelah menjelaskan apa yang sedang kupikirkan, Evan mengajakku menuju Rumah Radit. Tidak. Aku tidak siap jika harus bertemu dengannya. “Ini jalan satu-satunya Rin. Ayo sana!”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

On My Way Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang