BAGIAN 5
***
Adrian mengusap kasar wajahnya lalu segera beranjak duduk dengan raut frustasi. Ia menoleh ke samping hanya untuk memastikan jika sang putri masih terlelap nyaman.
Kepalanya masih pusing, namun kantuk tak kunjung datang. Setelah gagal tidur siang, ternyata malam pun matanya masih gagal terpejam. Dan semua itu gara-gara satu nama yang seharian ini terus menghantuinya.
Diana.
Dia pikir urusan mereka sudah berakhir setelah kemarin dia langsung meminta maaf. Namun siapa yang menyangka jika Diana ternyata menanggapi tawarannya dengan serius. Kedatangan sahabat Rania ke rumahnya tentu tidak pernah dirinya sangka-sangka.
Efek pusing sekaligus gugup membuatnya tidak bisa berpikir jernih sehingga memutuskan untuk menolak keinginan Diana tanpa berpikir panjang. Walaupun sebenarnya dialah yang memulai kegilaan itu sejak awal, namun kemudian bersikap masa bodoh. Tingkahnya pasti menyakiti Diana, lalu kini dia pun terkena imbasnya. Matanya enggan terpejam karena terus mengingat rasa bersalahnya.
Seandainya dia tidak membuat penawaran sejak awal, mungkin Diana tidak akan pernah berharap lebih padanya. Dia tahu betul rasanya dijodohkan oleh orang tua. Karena sebelum Diana mengalaminya, dia sudah lebih dulu merasakannya. Tapi sepertinya dia masih lebih beruntung dari Diana. Sebab, dia mendapatkan istri sebaik Naura dan usia mereka pun tidak terpaut jauh. Sementara Diana, dipaksa untuk menikah dengan lelaki yang berusia 15 tahun lebih tua.
Drtt.. Drtt..
Lamunan Adrian buyar saat mendengar suara getaran yang berasal dari ponselnya. Pria itu pun segera meraih benda pipih yang tergeletak di atas nakas.
"Mama," lirihnya pelan saat mendapati nama sang ibu tertera dilayar ponsel. Lalu tanpa berpikir panjang lagi, ia segera mengangkat panggilan telpon dari sang ibu.
"Assalamu'alaikum, Ma.."
"Wa'alaikumsalam.. Kenapa belum tidur jam segini?"
Adrian meringis begitu mendengar cercaan ibunya.
"Mama sendiri kenapa nelpon Adrian malam-malam begini?"
Sebenarnya belum terlalu malam mengingat sekarang baru pukul setengah sebelas.
"Ih, kamu ya, Mama tanya duluan malah kamu-nya tanya balik."
Adrian terkekeh pelan mendengar omelan ibunya disebrang telpon.
"Mama kangen sama Adrian 'kan? Adrian baik kok, Sha juga. Malah Sha udah tidur dari jam delapan."
Ia menatap wajah cantik putrinya sebelum melabuhkan tangannya untuk memberi usapan lembut pada puncak kepala sang putri.
"Tadi Adrian nggak berangkat kerja, Ma. Mungkin kecapekan karena seharian ini diajak main sama Papa-nya, makanya Sha hari ini tidur lebih awal." ucapnya lagi saat tak mendengar suara ibunya. Hanya helaan napas sang ibu saja yang menyambangi telinga.
"Jujur sama Mama, Ad. Kamu lagi sakit 'kan? Suara kamu agak bindeng."
"Adrian baik-baik aja kok."
"Nggak usah bohongin Mama, Ad. Dari pagi tuh perasaan Mama nggak enak, mau hubungin kamu takutnya lagi sibuk ngurusin Sha. Makanya iseng jam segini telpon dan ternyata kamu belum tidur."
Terdengar nada khawatir pada suara sang ibu. Sejak dulu ibunya memang yang paling peka akan dirinya. Mereka juga memiliki ikatan batin yang cukup kuat hingga tak mengherankan jika sang ibu merasa ada yang tidak beres mengenai kondisinya saat ini kendati ia sendiri tidak memberitahukan apapun.
"Adrian cuma lagi pusing aja kok, Ma. Tapi sekarang udah mulai mendingan."
Dia sedikit berdusta semata supaya sang ibu tidak terus-menerus menaruh rasa khawatir.
"Nanti kalau udah pensiun, Mama mau pindah ke Jakarta aja biar bisa ngurusin kamu sama Sha."
Ibunya bekerja sebagai seorang guru disalah satu SMA Negeri di Solo dan rencananya akan pensiun dalam dua tahun mendatang. Sementara ayahnya memiliki beberapa usaha salah satunya peternakan ayam.
Sebagai cucu semata wayang, dia mengalah dengan tinggal di Jakarta untuk menemani masa tua kakek dan neneknya. Lalu setelah keduanya meninggal, dia memilih menetap di Jakarta sekaligus untuk mengurusi beberapa ruko yang diwariskan oleh kakek-neneknya. Dan sekarang ruko-ruko itu telah ia sewakan pada orang lain. Dia hanya memanfaatkan dua ruko untuk membuka bengkel.
"Terus Papa gimana kalau Mama tinggal di Jakarta?" kekeh Adrian.
"Ya 'kan Papa kamu bisa bolak-balik Solo-Jakarta. Yang penting cucu Mama ada yang ngurusin."
"Adrian bisa kok ngurus Sha sendiri. Mama nggak usah khawatir."
Nyaris setiap hari ia bawa Shamika ke bengkel. Kebetulan ada salah satu penyewa ruko yang sangat menyukai anak kecil, bahkan menawarkan diri untuk menjaga Shamika. Jadi ia pun tidak merasa khawatir jika membawa sang putri ke tempat kerja. Dan sebagai gantinya, dia akan memberikan potongan sewa tiap bulannya. Ruko lantai dua di bengkel miliknya juga dia jadikan tempat bermain sekaligus kamar untuk Shamika. Untuk itu dia merasa lebih tenang membawa putrinya daripada dititipkan pada pembantu rumah ataupun tetangga. Karena dengan membawa Shamika ke tempat kerja, dia bisa memantau putrinya setiap saat.
"Ad, gimana kalau kamu nikah lagi? Kasih Mama buat Sha. Mama nggak tega sama kalian. Pasti repot 'kan, mengurus semuanya sendiri?"
Adrian terdiam beberapa saat.
"Mama carikan calon istri buat kamu ya?"
"Apa nggak apa-apa kalau aku nikah lagi, Ma?" tanyanya kemudian.
"Ya nggak masalah dong, Ad. Naura pasti bahagia kalau ada yang mengurus kalian dengan baik. Mama bisa bantu cariin calon buat kamu."
Adrian menggeleng cepat kendati ia tahu jika ibunya tidak melihat aksinya barusan.
"Nggak usah, Ma. Kan Adrian udah bilang kalau mau nyari sendiri."
"Jangan bilang kamu sebenarnya udah ada calon ya, Ad? Kenapa nggak cerita sama Mama sih,"
"Belum, Mama. Adrian bilang mau nyari, bukan udah ketemu."
"Ya udah deh buruan kamu nyari. Kan udah Mama wanti-wanti, coba cari istri lagi. Eh, kamu-nya selalu nolak. Padahal maksud Mama 'kan baik biar ada yang ngurusin kamu sama Sha. Sekarang kalau sakit gini siapa coba yang repot? Ya, kamu sendiri."
"Iya, Mama." Adrian hanya mengangguk pasrah jika ibunya sudah dalam mode mengomel begini.
"Kamu yakin cuma pusing aja? Mama perlu ke Jakarta nggak?"
"Nggak usah, Ma. Adrian udah mendingan kok. Kemarin sempat kehujanan, jadi kayaknya masuk angin deh."
"Lagian ada mobil, kenapa kamu hobi banget naik motor sih?!"
"Ya 'kan cuma pergi deketan, Ma."
"Ya udah jangan lupa periksa ke dokter. Udah sana tidur. Pokoknya kalau ada apa-apa langsung hubungin Mamah."
"Siap Nyonya." lalu Adrian terkekeh geli yang disambut dengusan sang ibu.
Setelah sambungan berakhir, dia tidak langsung tidur. Melainkan menatap tembok kamar sambil berpikir cukup lama. Sampai kemudian dirasa telah menemukan jawaban yang pas, barulah dia merebahkan tubuhnya lalu membawa Shamika ke dalam dekapan.
"Semoga pilihan Papa nggak salah ya, Nak." bisiknya pelan.
tbc..
Kamu tuh beneran butuh istri Mas, yuk sama aku *eh Mbak Di maksudnya 🤣
Jangan lupa vote & komen 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Found You
ChickLit[FULL NASKAH / E-BOOK HANYA TERSEDIA DI KARYA KARSA] Link ada di profil. *** Diana Arista percaya bahwa jodoh akan datang di waktu yang tepat. Sampai akhirnya di usianya yang nyaris menginjak 31 tahun, Diana mendadak diserbu rasa khawatir lantaran...