FY | BAB 2

1.9K 222 9
                                    

Yuhuuuu,, akhirnya aku up juga. Tapi kayaknya masih jarang up ya, soalnya masih mager. Nggak enak kalo nggak di up2, mana udah lama lagi 🤭🤣

Btw, aku ada cerita baru lagi dong 😭 Judulnya Iris. Yuk, mampir. Masukkin ke perpus dulu 😁🥰

Jangan lupa vote & komen 😘

***

BAGIAN 2

***

Baginya jodoh itu sudah seperti jam pulang kerja. Yang mana sangat ditunggu-tunggu sejak pagi, namun kedatangannya begitu lambat sekali hingga diri merasa mati kebosanan. Herannya, di saat sedang banyak pekerjaan, jam pulang justru melaju cepat hingga orang-orang mendesah dibuatnya.

Sama seperti jodoh. Dulu di saat dia begitu menantikannya, hadirnya tak kunjung nampak. Namun di saat dia telah merasa benar-benar menikmati hidup meski tanpa pasangan, tiba-tiba saja langsung dihadapkan pada pernikahan yang sejujurnya tak pernah dirinya kehendaki.

Sebuah perjodohan yang dilakukan para orang tua membuatnya frustasi hingga tidak bernafsu makan. Bahkan pernah seharian tidak ada satupun nasi yang masuk ke dalam mulut begitu tahu jika pria yang akan dinikahkan dengannya adalah seorang juragan sapi yang 15 tahun lebih tua darinya.

Sungguh, bukan karena fisik yang membuatnya meradang. Namun sifat berlebihan pria itu yang membuatnya ilfeelBagaimana tidak, jika Rudi--nama pria itu, gemar sekali membuat status whatsapp. Masalahnya, hal apapun selalu pria itu masukkan ke dalam status. Demi apapun, dia merasa tidak sanggup jika harus hidup dengan lelaki selebay itu.

"Huwaaaaaaa, gue nggak mau nikah.."

Plak.

Diana yang sedang mendalami perannya sebagai wanita menyedihkan terpaksa menghentikan tangis saat merasakan tabokan cukup kencang di lengannya.

"Eh, kurang ajar ya kamu, Rona!!" omelnya pada sang adik yang tujuh tahun lebih muda darinya itu. "Mau kamu kena kutukan gara-gara kurang ajar sama kakak sendiri?!"

"Justru tadi aku lagi menangkal kutukan loh, Mbak Di." ujar Rona cengengesan. "Jangan bilang nggak mau nikah, ora ilok. Nanti kalau beneran nggak dikasih jodoh gimana coba?" katanya dengan bahasa campuran kendati sebenarnya dia tidak sepandai sang kakak dalam berbicara Bahasa Jawa. Mengingat sejak kecil ia tumbuh di ibu kota, sementara kakaknya bertahun-tahun bekerja di kampung halaman orang tua mereka.

"Mending nggak nikah lah, daripada harus sama si Rudi. Udah lebay, genit pula." seru Diana berapi-api.

"Ya udah sih Mbak Di tinggal bilang aja ke Ibu sama Bapak kalau nggak mau menerima Kang Rudi."

Diana memutar bola mata jengah. "Mbak udah ngomong berulang kali, tapi mereka tetap aja kekeuh maunya Mbak sama si Rudi."

"Berarti nggak ada cara lain, kecuali Mbak Di ada calon sendiri."

Lagi, Diana memutar bola mata.

"NGGAK NANYA!!"

Rona ikut mendesah panjang seraya melipat kakinya di atas ranjang milik sang kakak yang entah sudah berapa lama menangisi nasib lantaran esok hari akan dijodohkan dengan juragan sapi.

"Memangnya pas kerja di Jogja, nggak ada satupun cowok yang naksir sama Mbak Di?"

Kakaknya tidak jelek-jelek amat. Diana memiliki tinggi sekitar 169 cm yang membuatnya pernah didapuk menjadi model baju lokal sebelum bekerja kantoran di Daerah Yogyakarta. Walaupun tidak secantik para artis ibu kota, namun kakaknya cukup cantik dengan bibirnya yang tipis, pipi tirus, serta alis mata yang tebal. Ah, ada bagian wajah sang kakak yang kerap membuatnya merasa iri. Diana memiliki mata bulat yang menggemaskan dengan bulu mata yang lentik.

Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang