16th

224 30 2
                                    

"mana dia?"

"dimana dia?!"

"bahkan dihari melahirkan anakmu saja dia tidak datang."

Jihan terdiam saat sang wanita paruh baya itu membantak dirinya dan bertanya-tanya dimana pasangan yang dirinya katakan selalu disisinya. Iya Juan.

"ma, harus berapa kali aku bilang karena mama aku harus hilang dari mata dia saking malunya dengan semua tindakan yang mama lakukan." jelas Jihan dengan suara bergetar.

"berani kamu berbicara seperti itu kepada mama!? beruntung ada cucu mama didalam tubuh kamu, jika tidak." wanita tua itu diam sebentar untuk melanjuti caciannya.

"jika tidak?" tanya Jihan menantang. Mata hitam legam itu menatap tajam kearah sang orang tua.

"jika tidak saya tidak segan untuk menampar kamu." lanjut wanita itu membuang wajahnya tidak berani menatap wajah sang anak mata wayangnya.

"lakukan." jawab Jihan masih tetap menatap wanita yang melahirkannya itu.

"menampar bukan kah hal yang biasa mama lakukan terhadap aku?" lanjut Jihan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Tidak tahu malu memang, keduanya bertengkar didalam kamar rumah sakit VVIP yang bahkan ada seorang laki-laki yang ikut melihat keduanya beradu mulut sejak tadi.

Wanita tua itu terdiam. "kamu sudah tidak waras. Cepat lahirkan saja cucuku lalu kalian berdua menikah." ujar wanita itu sebelum keluar dari dalam kamar Jihan dan meninggalkan anaknya dengan laki-laki yang bisa dibilang alasan anak-anak yang berada didalam perut Jihan ada.

"bahkan dia masih bisa bilang jika anak ini adalah cucunya? sialan." gumam Jihan sebelum dirinya mulai pecah menangis karena emosi.

Laki-laki yang berada didepannya menatap Jihan dengan sendu. "Ji." panggil laki-laki itu.

Tetapi Jihan tidak perduli Ia tetap menangis tersendu-sendu dengan apa yang sudah dirinya dapati dikehidupan ini. "Jihan berhenti." ujar laki-laki itu mulai mendekati tubuh Jihan yang sedang lemah didalam brangkar rumah sakit.

"jika kamu menangis seperti ini anak yang berada didalam perut kamu akan ikut bersedih." lanjut laki-laki tampan itu. Dia dengan ragu mulai mengelus punggung Jihan dengan lembut, mencoba menguatkan sang teman.

"terima kasih, dan maaf." jawab Jihan lirih.

"terima kasih sudah mau direpotkan sejauh ini, dan aku minta maaf karena udah buat kamu jadi ikut masuk kedalam masalah ini." lanjut wanita itu dengan suara bergetar.

"ssttt." laki-laki itu berdesis meminta Jihan untuk diam. "sudah ya? besok kamu harus melahirkan anak-anak manis dari perut kamu dengan keadaan sehat loh." jawab laki-laki itu, dengan perlahan dirinya memberanikan diri untuk memeluk tubuh Jihan dari belakang, memberi kekuatan.

Keduanya berpelukan singkat lalu laki-laki itu memutus pelukan hangat tersebut. "kamu istirahat, lupakan apa yang sudah mama kamu ucapi tadi. Oke?" pinta laki-laki itu dengan senyum tulus.

Jihan tersenyum tipis lalu mengangguk sebagai jawaban. "terima kasih bubu."

Yang dipanggil bubu itu pun ikut tersenyum. Bubu panggilan dari laki-laki rupawan bernama Theodor Lewis dengan senyuman manis khasnya.

"kamu harus semangat ya? aku sudah buat mama tidak datang kesini dengan berbagai alasan, jadi aku mohon kamu fokus ke operasi ini dulu saja. Ya?" pinta Theo ke Jihan yang tersenyum tipis dari ranjangnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sugar Mom?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang