lima

103 19 0
                                    

"Jae—" ucapan Asahi yang harusnya berupa sapaan di pagi hari, sekedar basa basi ketika melihat kekasihmu pulang sehabis bekerja semalaman. Dan kini semua itu berubah menjadi sapaan yang membuat Asahi cukup terkejut. 

Sebuah ciuman yang menuntut dari kekasihnya yang berbau sedikit anyir namun tertutup oleh bau disinfektan yang terlalu kuat. Asahi tidak mempermasalahkan itu. Sungguh. Yang ia permasalahkan adalah dirinya baru saja terbangun dan beberapa menit lalu ia merasa menjadi sampah terkotor dan terbesar di dunia. Dan kini ia diperlakukan oleh seorang yang lebih bersih dan lebih suci dibandingkan siapapun.

Ia tidak suka. Gagasan tentang hubungan antara si pecundang licik dan peri penolong bukanlah kisah cinta yang Asahi sukai. Ia lebih menyarankan untuk menggunakan kisa cinta yang setara. Antara pecundang dengan pecundang atau peri baik dengan peri baik pula. Sehingga mereka bisa saling mempercundangi satu sama lain tanpa harus merasa bersalah. Maupun saling menolong, melindungi, memberi kasih tanpa perlu terluka di kemudian hari.

Lidah itu mengetuk bibirnya. Asahi menutupnya rapat dan mendorong tubuh Jaehyuk menjauh. Mengusap wajah lelah dari sang dokter muda dari ujung mata hingga rahangnya. Menelisik tiap inci dari wajah kekasihnya itu tak pernah membuat Asahi bosan. Membayangkan bagaimana bisa dokter muda yang dipekerjakan seenaknya seperti dia masih bisa memiliki kulit wajah sesempurna ini. Seolah tanpa celah.

"Kau butuh tidur dan aku butuh makan," jelas Asahi masih setia mengusap garis rahang Jaehyuk. Entahlah, itu candu baru bagi pria Jepang ini. Berpikir mungkin rahangnya tidak akan pernah semenawan rahang milik kekasihnya itu. Dan ia iri karena fakta tersebut sepertinya akan menjadi kenyataan.

Asahi melepaskan tangannya dari wajah Jaehyuk. Memberikan sengatan listrik pada lelaki super kelelahan itu dengan sebuah kecupan singkat sebelum benar-benar berlalu kebelakang counter dapur. Berpikir untuk membuat sarapan untuk dirinya saja karena mungkin Jaehyuk lebih mengantuk dibandingkan kelaparan.

Dan ternyata tebakannya salah. Jaehyuk lebih bernafsu ke arah lain dibandingkan memperdulikan tentang kantuknya atau fakta bahwa dirinya bahkan belum makan apapun sejak kemarin siang. Tidak sehat meskipun dia adalah seorang dokter, jika kalian tanya pendapat Asahi. Semena-mena pada tubuhnya sendiri dengan alasan bisa menyembuhkannya sendiri? Ayolah, menjadi seorang dokter bukan berarti Jaehyuk bisa selamat dari kematian akibat kelaparan.

Dan juga tidak bisa menyelamatkan Asahi dari perasaan bersalahnya.

Pun tidak menyelamatkan Asahi dari sentuhan-sentuhan Jaehyuk yang perlu diketahui oleh khalayak umum sangatlah meresahkan. Sungguh, Asahi hanya ingin membuat sarapan dan kini ia harus berurusan dengan Jaehyuk yang nampaknya tidak bisa mengontrol hormonnya sendiri. Bahkan telur yang ia ambil dari lemari es saja belum dia pecahkan.

"Jae, kau butuh tidur, ok buddy—"

"Why don't we sleep together? It's kinda cold out there," rajuk Jaehyuk setengah terpejam. Menciumi tengkuk Asahi. Menurunkan kerah kaos belel yang terlihat begitu indah di tubuh Asahi. Jika saja Asahi membuka jasa untuk menjadi seorang model, maka Jaehyuk akan senang hati membuka sebuah agensi hanya untuk membuat Asahi terkenal dan menjuluki pria Jepang itu sebagai model yang bisa membuat baju jelekmu terlihat menawan.

"But you'll sleep inside the bedroom—" Asahi memberikan penekanan pada kata bedroom. Menggeliat agar melepaskan Jaehyuk yang kini mulai menjilat kecil tengkuk Asahi. Dan itu membuat dirinya perlu mengatupkan mulutnya kuat, tak sudi memberikan sebuah desahan sekecil apapun. Tolonglah, Asahi hanya lapar dan dia membutuhkan makanan, bukan kecupan. "Jaeplease."

"Itu bukan maksudku 'Sahi." Sesungguhnya Asahi kini baru saja bersorak kegirangan karena akhirnya kekasih yang berbau disinfektan menyengat itu akhirnya memberi jarak antara bibir basah dan juga permukaan kulitnya. Meskipun terkadang ia masih bisa merasakan hembusan nafas pelan dan konstan milik Jaehyuk.

Kini lelaki Hamada itu lebih mudah bergerak. Mengambil beberapa barang dan juga mulai memasak apapun yang bisa ia masak. Dalam waktu sesingkat mungkin yang ia bisa. Mengingat salah satu rekan kerjanya memberikan hadiah berupa setumpuk revisi untuk ilustrasinya—alih-alih memberikan hadiah sebagai ucapan selamat ulang tahun bagi Asahi.

Oh ya, ini adalah hari ulang tahun Asahi—hanya sekedar mengingatkan. Ia tidak ingin mengingat hari yang tidak terlalu penting ini. Dibandingkan mengingat hari dimana dirinya lahir ke dunia dan mulai bertahan untuk hidup, lebih baik mengingat hari dimana dirinya akan mendapatkan upah atau gaji. Semua orang menyukai uang, termasuk Asahi.

Terobsesi jika perlu penjelasan singkat. Asahi hidup dalam kemiskinan sejak lama. Baginya bisa makan adalah lebih baik dibandingkan mempertahankan harga dirinya sendiri. Kali pertama ia mendapatkan uangnya sendiri adalah sehari setelah ia mengerjakan tugas dari seorang teman kelasnya. Tidak terlalu besar memang, tapi ada satu uang koin satu Yen yang selalu ia simpan sebagai jimat dalam dompetnya. Berpikir mungkin uang koin yang sudah berubah warna menjadi gelap itu bisa memanggil teman-temannya yang lain untuk masuk ke dompet Asahi.

Itu bukan kiasan. Itu adalah murni pemikiran dan juga imajinasi Asahi. Ia selalu membayangkan beberapa benda mati dapat bergerak atau setidaknya mengeluarkan bunyi. Seperti uang koin itu dia ibaratkan memiliki suara seperti bayi, jadi ketika koin itu merengek maka uang yang lebih dewasa—lebih besar nominalnya—akan masuk dan mencoba menenangkan si koin.

Atau ketika ia membayangkan jeritan kesakitan dari telur yang baru ia masukkan ke penggorengan. Ketika bayangan jeritan itu semakin memuakkan, Asahi menghancurkan kuning telur itu dan membuat scramble egg dengan air mata yang hampir saja tertumpah. Ia merasa bersalah pada sebutir telur yang bahkan memang ditakdirkan untuk dimakan, bukan ditangisi.

"Setidaknya mandi dulu, aku akan membuatkanmu sarapan—" lalu satu kecupan singkat lagi diterima Jaehyuk. "—lalu kau tidur dan aku mengerjakan pekerjaanku. Saat kau bangun aku sudah selesai dengan pekerjaanku, dan kita punya waktu bersama."

"That's ma boy."

"I'm a growing ass man, Jae."

Jaehyuk terkekeh garing. Persis seperti suara kekehan garing dan tak berjiwa milik Yedam—pemilik toko yang menjadi satu-satunya teman Asahi di negara ini, teman sebenarnya teman. Asahi sedikit menyesali kenapa Jaehyuk harus berteman dengan orang yang memiliki jiwa seaneh Yedam, kenapa tidak bisa mencari seseorang yang lebih normal.

Saat pertama kali bertemu dengan Bang Yedam, Asahi dibuat terkejut karena melihat sosok malaikat dengan tanduk setan. Sekali lagi, itu hanya imajinasi Asahi saja. Dia selalu membayangkan Yedam sebagai seseorang yang penuh tipu muslihat dibalik penampilannya yang menarik. Sangat menarik jika kalian menanyakan spesifiknya. Oh ayolah, lelaki muda dengan suara indah dan gaya berpakaian yang menarik. Terlihat menawan untuk ukuran penjaga toko yang kekurangan sinar matahari.

"By the way, Sahi—" Jaehyuk berhenti sebelum benar-benar masuk ke dalam kamar mandi. "Selamat ulang tahun—sayang."

Asahi menahan dirinya untuk tidak tersipu malu. Dan justru mencoba melemparkan tatapan tajam khas orang tua yang kesal karena anaknya tak kunjung mandi. Tapi semburat merah di pipi kini menjalar ke telinganya pula, maka, kini wajah Asahi terlihat seperti buah tomat yang berusaha garang. 

Setelah tubuh dan suara Jaehyuk tak lagi nampak di indra Asahi, barulah ia menghela nafasnya berat. Panjang dan berat. Ia tidak pernah tahu jika ternyata berpura-pura bisa semelelahkan ini. Hanya dengan mendengar kata sayang bisa membuat nyalinya ciut. 

Nampaknya Asahi harus membongkar lagi barang bawaannya.

***

Hello.

Cie ada yang comeback. Selamat atas comebacknya dan semoga kedepannya semakin baik-baik saja. Semakin plus plus, semakin bahagia dan semakin disayang oleh semua orang wkwkwk. 

Selamat menikmati cerita ini dan juga lagu Treasure yang baru, Hello.

are you listening? || jaesahi || TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang