Selama perjalanan Abel hanya diam memeluk Abil. Beberapa kali Abel membisikkan kembali agar Abil tidak lagi mengulangi kejadian hari ini. Abil pun hanya menganggukkan kepala dan bersandar pada sang ibu karena ia mulai mengantuk. Dimas juga membiarkan Abel tenang dengan keadaannya saat ini.
Ketika sampai di depan rumah, kebetulan Mbok Nah tengah membuang sampah sehingga Dimas bisa langsung memasukkan mobil di carport. Abel memintanya untuk menunggu di ruang tamu sembari ia meletakkan Abil di kamarnya. Dari arah dapur Bunda muncul membawa semangkuk buah potong. Ia cukup kaget melihat Dimas ada di rumahnya. Pasalnya, ia masih ingat jika saat ini putrinya masih meminta jeda pada Dimas.
"Lho Dim, kamu disini?" tanya Bunda menerima uluran tangan Dimas yang menyalami dirinya.
"Iya Bunda, tadi anter Abel sama Abil pulang." Kemudian kembali duduk di sofa yang berbeda dengan Bunda.
"Kok bisa? Bukannya ini belum lewat sebulan ya Dim?"
Mendengar pertanyaan Bunda, entah kenapa Dimas menjadi salah tingkah dan hanya menggaruk kepala belakangnya yang tidak benar-benar gatal.
"Hehe iya Bunda, belum sebulan. Sebenarnya tadi ada suatu kejadian makanya Dimas bisa disini." Dimas tampak ragu untuk memberi tahu Bunda sekarang.
"Kejadian apa emang?"
"Ehm, seharusnya Abel sih yang lebih baik cerita sama Bunda. Maksudnya, Dimas perlu Abel juga tahu."
Tepat setelah Dimas mengatakan begitu, Abel sudah muncul di ujung tangga. Mata gadis itu terlihat sembab kembali. Ia kembali meneteskan air mata saat mengganti baju seragam Abil. Gadis itu lalu duduk di samping Dimas. Bunda yang mengetahui jika putrinya baru saja menangis semakin bingung sebenarnya ada apa.
"Sebenarnya ada apa sih ini? Ada sesuatu yang terjadi apa?"
Dimas yang mengetahui jika Bunda menunggu mereka berdua menjelaskan sesuatu kemudian menoleh pada Abel. Mata yang masih berkaca-kaca itu membuat Dimas sangat ingin memeluknya. Ia pun menawarkan untuk menjelaskan pada Bunda tentang kejadian hari ini yang langsung Abel setujui.
"Sebenarnya tadi Abil sempat hilang Bun waktu di sekolah."
"Apa? Kok bisa? Tadi kamu telepon Bunda lho Bel. Kenapa nggak kasih tahu Ayah sama Bunda?"
"Maaf Bunda." lirih Abel.
"Maaf Bunda, tadi kita memutuskan untuk cari Abil dulu dan berusaha nggak mau buat semakin banyak orang yang khawatir. Waktu Abel sampai di sekolah, Abil nggak ada di depan ruang guru saat itu."
Dimas kemudian melanjutkan menceritakan kronologi kejadian hari ini dan berusaha sebisa mungkin meredakan emosi Bunda. Bukan Bunda marah pada keduanya karena membuat Abil hilang, namun marah dan kecewa karena putrinya tidak jujur dan berusaha menutupi meskipun dengan maksud baik agar tidak membuat orang tuanya khawatir. Dimas juga menjelaskan kondisi Abil yang baik-baik saja. Setelah mendengarkan penjelasan dan cerita dari Dimas, Bunda berdiri menghampiri Abel yang sejak tadi menundukkan kepalanya selama laki-laki di sampingnya ini berusaha menjelaskan pada Bunda.
Bunda sadar, putrinya juga sama khawatir dan ketakutan tentang kejadian menghilangnya Abil hari ini. Ini jelas pengalaman pertama bagi Abel menghadapi situasi menakutkan ini. Bunda memeluk putrinya untuk memberikan kekuatan dan tidak menyalahkan Abel untuk situasi Abil yang hilang. Abel terus bergumam kata maaf dalam pelukan Bundanya.
Bukan Abel yang terlalu berlebihan atas kejadian ini, namun ia kembali teringat ketika ia pertama kali menghadapi Abil yang ternyata sedang sakit dan diperparah dengan Abil yang ternyata alergi dengan kacang. Saat itu ia sedang sibuk dengan pekerjaannya dan betapa kagetnya ketika ia mendapat kabar jika Abil dibawa ke rumah sakit karena kondisinya yang sudah lemas. Jika terlambat sedikit saja untuk sampai di rumah sakit saat itu, nyawa Abil bisa tidak tertolong. Rasa hampir kehilangan Abil itu yang muncul kembali yang membuat Abel sejak tadi masih menitikan air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe in You
ChickLitKeputusan yang cukup besar Abel ambil membuatnya harus melepaskan beberapa hal. Bahkan dirinya sampai harus melepas laki-laki yang pernah mengisi hatinya. Ia melepas laki-laki itu dengan rasa kecewa yang besar. Bukan kecewa karena keputusannya untuk...