Selain melamun, kegiatan yang cukup sering Maia lakukan adalah berbicara dengan dirinya sendiri. Saling beradu argument dengan otaknya yang sepertinya tak henti-hentinya memberikan masalah untuk diperdebatkan. Tak terkecuali ketika perempuan itu sedang berkendara. Poin plusnya, fokus Maia tidak akan pernah luput dari jalanan di hadapannya walaupun otaknya sedang kemana-mana.
Seperti sore itu misalnya. Perempuan itu sedang dalam perjalanan kembali ke kosnya dari membeli makan untuk makan malam. Nasi ayam penyet menjadi pilihannya sore itu. Otak perempuan itu sedang memikirkan hal-hal apa saja yang akan ia lakukan setibanya ia di kos. Karena sudah hafal medan, mudah saja bagi Maia untuk berkendara seperti biasanya. Namun hari itu Tuhan memperingatkannya. Di tikungan terakhir menuju kosnya, atau yang biasa ia sebut titik buta lantaran para pengendara tidak ada yang tau akan ada kendaraan yang lewat dari barat maupun timur, motornya bertemu dengan motor pengendara dari arah barat. Karena sama-sama tidak tau akan kehadiran satu sama lain, motor mereka berakhir dengan bertumbukan. Posisi tidak menguntungkan Maia karena berada tepat di samping pagar rumah yang berbentuk tembok membuat perempuan itu ambruk ke kiri dan terdesak.
Ia gunakan tangan kirinya untuk menahan beban tubuhnya yang terjatuh sementara kaki kirinya sibuk menyelamatkan diri agar tidak tertimpa motornya. Kecelakaan itu begitu cepat terjadi tanpa Maia sadari. Pengendara dari arah barat tersebut tergopoh-gopoh menghampiri Maia yang terduduk bengong. Laki-laki itu langsung menyingkirkan motor Maia dari tubuh perempuan itu. Begitu mata mereka bertemu ketika laki-laki itu menanyakan kondisi Maia, perempuan itu terkejut. Sama terkejutnya dengan laki-laki itu.
"Loh Mbak Maia?"
"Eh? Malik?"
"Mbak Maia nggak papa?"
"Nggak papa kok cuma kaget aja"
"Kita ke UGD ya mbak, aku telfon temenku dulu"
"Eh nggak usah, aku nggak papa, sumpah"
"Itu kaki kiri Mbak Maia darahnya banyak banget lho" Adik tingkat Maia yang bernama Malik itu sudah sibuk dengan handphonenya untuk menelpon seseorang. Membuat Maia langsung menutupi layar handphone Malik dengan tangannya sendiri.
"Beneran gausah Mal, serius aku nggak papa" Maia lantas menggeser tangan kirinya. Dan yang ia peroleh adalah sakit yang luar biasa. Wajahnya tidak mampu untuk menyembunyikan rasa sakit itu. Maia meringis menahan tangis. Terpaksa ia kembali menatap Malik.
"Sakit banget huaaaaaaa" sekarang, ia benar-benar menangis.
"Tuh kan, dibilangin juga apa. Bentar aku telpon temenku dulu biar bawa motornya Mbak Maia ke bengkel. Nanti Mbak Maia kuanterin ke UGD" Maia hanya mengangguk pasrah.
5 menit dari Malik mengakhiri panggilannya, teman yang Malik telpon datang juga. Adalah Yasa. Yang langsung membantu Maia berdiri sampai merasa aman di boncengan motor Malik. Laki-laki itu juga sigap membawa motor Maia ke bengkel begitu melihat Malik sudah beranjak pergi menuju UGD.
Sesampaianya di UGD dan menjalani serangkaian pemeriksaan, dokter yang menangani Maia memberikan informasi adanya tulang yang retak pada telapak tangan perempuan itu. Sekaligus meminta persetujuan Malik – sebagai wali Maia – agar tenaga medis diperbolehkan melakukan prosedur pemasangan gips pada tangan kiri perempuan itu. Walaupun sempat shock karena cidera yang dirasakan Maia akibat ulahnya bisa separah itu, Malik masih menguasai dirinya. Laki-laki itu masih mampu menyuruh Yasa datang ke rumah sakit jika sudah selesai dengan urusan bengkel. Hampir sekitar 2 jam setelah dokter memulai proses pemasangan gips pada tangan kiri Maia, teman Malik itu akhirnya muncul juga.
"Gimana Mbak Maia?"
"Di gips tangannya. Haduh bego banget sih aku pake segala ngebut di jalan kampung"

KAMU SEDANG MEMBACA
Confelicity
FanfictionConfelicity (n) con·fe·lic·i·ty A much-underused word meaning delight in someone's happiness; pleasure in another's happiness; participation in the joy of others. Starring Karina of aespa and Heeseung of Enhypen (First publish : 10th of June, 2022 L...