Never Expected That We Met

159 8 0
                                    

Bagi Maia, tinggal di lingkungan baru bukanlah suatu hal yang harus dibesar-besarkan. Maka ketika sore tadi kedua temannya mengajaknya untuk pergi makan bersama dan ia menolak dengan alasan tidak sedang berada di area kampus, ia langsung dibombardir beribu pertanyaan tentang keberadaannya saat itu. Dengan santainya ia menjawab bahwa ia sedang berada di kota lain. Melakukan kewajibannya sebagai mahasiswa. Magang. Bukannya merasa tenang, kedua temannya itu malah menjadi-jadi lantaran merasa dihianati oleh Maia yang tidak bercerita apapun tentang magangnya.

"Parah sih Mai. Bisa-bisanya nggak bilang-bilang kalo lolos ke PEP" sudah tidak terhitung berapa kali telinga Maia menerima kalimat serupa sejak 1 jam yang lalu Ranya dan Chalya menelfonnya. Maka untuk kalimat serupa kesekian kalinya itu Maia tidak sanggup menanggapinya lagi. Ia memilih untuk mendengarkan ocehan kedua sahabatnya itu.

"Udah dapet cowok belum bestie?" bukan Ranya jika tidak memasukkan topik cowok ke obrolan sehari-hari mereka.

"Lo tu ya gabisa gitu ga mikirin cowok? Maia kan magang bukan mau cari pacar. Jadi cowok di kosmu ada berapa?" Chalya tidak ada bedanya dengan Ranya

"Yeu sama aja" mereka berdua tertawa sementara Maia sedang panik mencari earphone untuk meredam suara dua makhluk itu yang volumenya sudah diambang batas. Sialnya, begitu menemukan earphonenya, benda itu tiba-tiba saja luput dari cengkeraman Maia. Meluncur bebas keluar kamar yang kebetulan pintunya terbuka. Dan ketika Maia kembali berdiri tegak setelah memungut earphonenya, di hadapannya sudah berdiri seorang laki-laki yang tersenyum ke arahnya. Buru-buru Maia menghubungkan earphone ke handphonenya dan memasang benda kecil itu ke telinganya.

"Hai! Aku Alaric, kamar kita seberangan" tangan laki-laki itu terulur di hadapan Maia. Membuat Maia mau tak mau menyambutnya.

"Maia"

"Anak NCIT ya?"

Telinga Maia sudah riuh oleh sorakan Ranya dan Chalya di seberang sana. "Kok tau?"

"Itu" Alaric menunjuk ke arah PDL yang Maia gantung di jemuran di depan kamarnya. "Kalau kamu?"

"SMCU"

"Jurusan?"

"PE. Kamu?"

"Geologi"

"18 kan?"

"Heem"

"Aku masuk dulu ya mau ngrapiin ini" Alaric menunjukkan plastik yang ia bawa kepada Maia. Plastik berwarna ungu transparan yang berisi laundryan. Maia hanya menganggukkan kepalanya kemudian cepat-cepat masuk ke kamarnya juga begitu Alaric hilang dari pandangan.

"Canggung banget Ya Rabb"

"Mai saran gue sih lo resign aja ya dari head of external department"

"Salahku apa anjir?"

"Ya kalo diajak kenalan tu ya mbok basa basinya dipanjangin kek. Lagian he will be your neighbor for 1 month straight. Masa iya cuman nanya univ, prodi, sama angkatan?"

"Lah kan dia yang pamitan duluan mau ngrapiin laundry"

"Dia mah pamitan cuman basa-basi aja soalnya lo nggak ada tanda-tanda mau diajak ngobrol lebih jauh"

Maia menganggukkan kepalanya. Berusaha memahami kesalahan-kesalahan yang baru saja ia buat setelah sekian lama tidak berkenalan dengan orang baru. Namun, belum sampai 10 menit bertukar sapa dengan tetangga kosnya, bahkan Maia masih duduk di ambang pintu, laki-laki itu tiba-tiba saja keluar dari kamarnya lagi.

ConfelicityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang