Song I Sing Like I've Been Hurt Before

45 1 0
                                    

Semuanya berjalan dengan lancar. Jarak antara sidang Maia dan Ranya sekitar 2 minggu. Dalam waktu itu pula Maia berhasil menyelesaikan yudisiumnya. Itupun karena ia ingin pergi nonton konser tanpa terbayang-bayang harus menyelesaikan syarat-syarat mendaftar wisuda. Maia, Hema dan Lingga 3 hari berada di kota tempat konser itu diselenggarakan. H-1 konser untuk check in hotel, hari H konser, dan H+1 konser check out dari hotel dan perjalanan pulang. Sidang skripsi Ranya juga sama lancarnya. Supporter perempuan itu tidak main banyaknya. Maklum, ketua angkatan dan asisten praktikum paling disegani oleh adik-adik tingkat. Juga presiden study club yang mampu membawa study club nya mendapatkan penghargaan outstanding study club se-Asia Pacific. Dan seminggu setelahnya, Ranya sudah menyelesaikan yudisiumnya. Memang sehebat itu Ranya.

Tapi diantara kejadian hebat itu, yang paling hebat tetap kabar bahwa Ranya akan pergi mendaki gunung. Untuk pertama kalinya setelah 5 tahun. Entah perjanjian besar apa yang Ranya buat dengan teman-teman penghuni kontrakannya hingga membuat perempuan itu memutuskan ikut berangkat. Selain fakta bahwa pacar Ranya – Darrel Hwang – ikut serta. Ranya memang memiliki cerita tersendiri tentang gunung. Apalagi gunung yang akan didakinya kali ini. Gunung Lawu. Hingga membuat Ranya membutuhkan setidaknya 5 tahun untuk berani kembali kesana.

Sejak H-3 keberangkatan Ranya, Maia dan Chalya terus-terusan memborbardir perempuan itu untuk menanyakan keputusannya. Apakah ia benar-benar yakin atau hanya terbuai ucapan manis Darrel semata. Tapi Ranya terlihat begitu mantap mengutarakan jawabannya di depan kedua temannya yang khawatir setengah mampus itu. Mau tak mau, Maia dan Chalya harus membiarkan Ranya pergi. Pun kedua sahabat Ranya itu sampai menemani keberangkatan Ranya dari kontrakannya. Dan selama 3 hari setelah prosesi keberangkatan itulah Maia dan Chalya berada di kekhawatiran luar biasa.

Hari ketiga sejak keberangkatan Ranya, perempuan itu seharusnya sudah bisa memberi kabar pada Maia dan Chalya jikalau Ranya dan rombongannya sudah berada di basecamp. Maia tau betul perbekalan Ranya hanya cukup 3 hari, maka tidak mungkin jika tiba-tiba Ranya memperpanjang masa pendakian. Hari ketiga malam hari Maia putuskan untuk bertolak ke apartemen Hema di Solo dengan commuter line terakhir yang beroperasi. Melihat raut wajah pacarnya yang khawatir begitu mereka bertemu di stasiun membuat Hema ikut was-was. Apalagi ketika Maia meminta bantuan Hema untuk mengantarkannya ke basecamp pendakian Gunung Lawu. Hema harus sekuat tenaga membujuk Maia agar pergi ke basecamp pendakian esok hari. Setelah menjelaskan bahwa cuaca malam itu baik di Solo maupun di lereng Gunung Lawu sedang tidak bersahabat, Maia akhirnya tunduk patuh. Perempuan itu terpaksa menginap semalam di apartemen Hema.

Pagi-pagi sekali, berlomba siapa yang lebih dulu bangun dengan ayam jago, Hema akhirnya mengantarkan Maia ke basecamp Gunung Lawu via Candi Cetho. Satu setengah jam perjalanan akhirnya Hema memarkirkan mobilnya di salah satu tempat parkir yang pemiliknya pun masih berselimutkan sarung. Maia langsung bergegas menuju loket pendaftaran yang harus ditempuh dengan beberapa tangga terlebih dahulu. Hema menyusul setengah berlari di belakang perempuan itu.

Pemandangan pertama yang Maia dan Hema peroleh ketika tiba di loket pendaftaran adalah rombongan Tim SAR yang sedang melakukan briefing. Jantung Maia rasanya berhenti seketika. Tubuh perempuan itu tiba-tiba lemas. Apalagi ketika samar mendengar ketua rombongan Tim SAR itu menyebutkan agenda mereka hari ini.

"Pencarian pendaki hilang yang diestimatikan sudah tiba di basecamp hari Rabu, 5 Oktober 2022 kita mulai pukul setengah tujuh. Ketua rombongan atas nama Darrel Hwang dengan rombongan terdiri dari 9 orang termasuk ketua, yaitu Nayaka Janu, Javier Autumn, R.M. Hestamma, Handaru Raynar, Hiero Wirasagiv, Lydea Winnalora, Cadenza Jyotis dan Ranya Kainaya-" kaki Maia sudah tak memiliki kekuatan sama sekali. Perempuan itu jatuh terduduk. Kemudian berteriak histeris. Air matanya sudah tidak mampu dibendung lagi. Hema langsung merengkuh perempuan itu ke dalam pelukannya. Menenangkan Maia yang nyawanya sudah separuh terbang. Pasalnya, tangisan Maia sudah menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka.

Hema akhirnya mampu membawa Maia untuk duduk di pendopo di samping loket pendaftaran. Memberi perempuan itu chamomile tea yang ia siapkan dari apartemennya. Setelah Maia terlihat agak mendingan, dan bersamaan dengan keberangkatan Tim SAR, Hema langsung menelfon Brian untuk memberi tahu kabar buruk itu. Sekaligus mengabari Yugha agar sepupunya itu menggunakan sisa-sisa kekuasannya sebagai ketua BEM Fakultas Teknik NCIT untuk menyebarkan berita duka itu. 15 menit setelah tersebarnya kabar itu, Brian mengabari Hema bahwa ia dan beberapa teman-temannya akan bertolak ke Candi Cetho hari itu juga. Hema tak bisa untuk menahan gerakan sepupunya itu. ia tahu betul bahwa Brian Airlangga juga sama keras kepalanya jika menyangkut nyawa orang-orang yang laki-laki itu sayangi.

Tak lama setelah itu datang pula rombongan laki-laki dengan postur badan tegap berotot menggunakan batik dipadukan dengan celana bahan. 2 orang di depan rombongan. Di belakang mereka tak kurang 10 orang dengan pakaian mendaki lengkap berjalan sigap. Pemimpin rombongan itu adalah seorang bapak-bapak berusia sekitar 50 an dengan istrinya yang terlihat seumuran. Wajah keduanya sungguh berkelas sekali. Begitu juga tutur kata dan tindak tanduknya ketika para Tim SAR yang tersisa dan penjaga loket pendaftaran memberi sambutan atas kedatangan mereka. Setelah mencuri dengar, Hema tau bahwa mereka adalah orang tua Tamma yang statusnya masih pangeran keraton. Keluarga Tamma membawa rombongan pendaki handal sendiri untuk menyusul rombongan Tim SAR yang sudah berangkat.

Keluarga para pendaki terus berdatangan. Raut wajah mereka sebelas dua belas dengan kepunyaan Maia. Bahkan ibu si kembar Wira dan Winna sampai pingsan dan akhirnya ditidurkan di sebelah Maia. Loket pendaftaran pendakian Gunung Lawu via jalur Candi Cetho itu begitu ramai pagi ini. Keramaiannya disertai dengan mendung kelabu yang seakan ikut berperan dalam menyembunyikan keberadaan para pendaki yang dinyatan hilang 24 jam yang lalu itu. Cuaca 2 hari ini di Gunung Lawu memang sedang mengkhawatirkan. Tadi malam bahkan terjadi badai. Yang membuat Tim SAR mengundur agenda pencarian menjadi hari ini.

Rombongan Brian tiba sesaat sebelum hujan turun mengguyur. Hema hanya mengenali Brian, Chalya dan Yugha. Sisanya Hema benar-benar tak tahu. Tapi satu yang pasti, mereka sepenuhnya berada di pihak Maia yang sudah seperti mayat hidup itu dan Ranya yang belum diketahui keberadaannya.

Memang benar kata orang-orang, sesuatu yang berlebihan itu tidak selalu baik. Dan kebahagiaan pun selalu berdampingan dengan kesedihan. Maia menyesal terlalu cepat dan serius bahagia bersama Hema. Lihat sekarang? Maia bahkan tidak mampu untuk menutupi kesedihannya. Begitupun Chalya dan teman-temannya yang lain. Kehilangan Ranya setiba-tiba ini tidak pernah terlintas di benak perempuan itu. Walaupun Hema selalu ada di sampingnya untuk terus menguatkannya, fakta bahwa ia tidak bisa lagi melihat perwujudan seorang Ranya Kainaya masih terus menghantuinya. Ia belum siap. Ia belum sanggup.

***

End


Terima kasih telah menemani perjalanan Maia dan Hema dan teman-temannya dalam petualangan penuh kejutan ini. Stay healthy teman-teman semua, jangan lupa pakai masker dan cuci tangan! Have a great great day yeorobun^^

-Author-

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Let's continue their journey on :

Let's continue their journey on :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ConfelicityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang