06. Dia Kembali

2.3K 257 27
                                    

Lelaki dengan paras manis menatap getir pandangan luar yang saat ini sedang hujan deras. Di luar sana tampak gelap sekali, pasukan air yang riuh jatuh secara berbondong-bondong dengan suara gemuruh setelahnya membuat siapa saja ingin terlelap secepatnya.

Tapi tidak bagi Haechan. Jika ia terlelap pun dirinya akan terus memikirkan Mark. Arah pikirannya selalu berakhir tertuju pada sang suami. Bagaimanapun, Mark tetaplah pendamping hidupnya—meskipun mereka menikah atas dasar perjodohan.

Jujur, sejak awal menikah Haechan sudah merasakan debaran pada dadanya ketika melihat Mark mengucap janji suci dengan tegas. Ia jatuh cinta, begitu dalam tanpa ada yang mengetahui kecuali Tuhan dan dirinya sendiri. Jangankan menyadari, menghargai dirinya pun Mark tak sudi.

Haechan menghela napas berat. Mengapa mencintai seseorang sesakit ini? Apakah tak ada rasa bahagia sedikitpun meski rasa sakit dan kecewa amat terasa begitu menyesakkan di setiap kali hadirnya?

Mengapa harus sesakit ini?

Ia tak menyesal akan perasaannya yang mudah sekali dalam menjatuhkan hati pada seorang Mark Jung. Memang cinta tak pernah salah dalam memilih seseorang yang bisa membuat hati ini merasakan sedikit kebahagiaan, 'kan? Harusnya Haechan sadar diri bahwa pilihan Mark bukanlah dirinya, melainkan gadis itu. Harusnya juga Haechan tak terlalu mengharapkan Mark memilih dirinya sebagai seseorang yang dicintai.

Hujan di luar sana benar-benar memahami isi hatinya. Suara gemuruh semakin terdengar jelas hingga membuatnya terkejut sama seperti kedatangan mobil yang tak disangka-sangka akan kembali malam ini.

Apakah itu Mas Mark? Tapi bagaimana mungkin, Mas Mark tidak akan kembali secepat ini. Tapi tidak ada yang bisa menduganya selain melihatnya sendiri, begitu batin Haechan. Lelaki manis itu segera berlari menuju ke pintu utama dan membukanya untuk seseorang yang baru saja datang.

Seluas senyum tipis menghiasi wajah manisnya. Ternyata benar, orang itu adalah Mark yang telah kembali dari perjalanannya yang selalu diselimuti rasa bahagia. Namun berbeda dengan Mark, lelaki tampan itu hanya menunjukkan wajah teramat datar dan tak suka pada Haechan.

"Mas Mark kembali," gumam Haechan pelan. Selain itu, ia sedikit merasakan kebahagiaan kala Mark kembali ke rumah.

"Minggirlah, kamu menghalangi jalan saya."

Kasar, dingin, datar.

Haechan mengangguk, menggeser tubuhnya supaya Mark bisa melangkah sesuai yang dia inginkan. Tapi sebelum itu, sebuah pertanyaan keluar dari mulutnya secara tiba-tiba, "Mas Mark belum makan? Mau aku buatkan makanan sebelum Mas tidur?"

"Nggak perlu. Saya udah makan bersama kekasih saya, Gracia."

Seperti ditusuk oleh ribuan jarum tajam, hati Haechan sangat sakit setelah mendengar nama gadis itu. Seharusnya pertanyaan itu tak keluar dari mulutnya, seharusnya lagi Haechan tak perlu berharap Mark mau makan masakannya. Sudah ditolak berkali-kali, tapi Haechan tetap tidak akan menyerah. Ia akan membuktikan bahwa perasaannya yang akan menang.

Walaupun semuanya terasa mustahil, tidak mungkin terjadi.

"Dan lagi, jangan pernah menunjukkan wajah kamu di hadapan saya. Jangan pernah memasakkan sesuatu untuk saya atau sekedar menanyakan hal serupa. Saya nggak—"

"Kenapa aku nggak boleh nanya kayak gitu ke kamu, Mas? Aku istri Mas, aku pasangan hidup Mas meskipun kita menikah atas dasar perjodohan. Aku tahu Mas sangat membenciku, aku tahu Mas nggak suka dengan kehadiranku di sini. Tapi bisa nggak sedikit aja Mas menghargai posisiku? Bisa nggak Mas menghargai perasaan dan kerja kerasku selama ini? Makan sedikit aja masakan yang aku buat udah membuat hatiku bahagia. Aku mengizinkan Mas untuk keluar dan bersenang-senang bersama Gracia. Aku memiliki hak di sini dan aku nggak pernah sekalipun melarang Mas untuk mengakhiri hubungan kalian..."

Mas Mark [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang