02. Terlalu Berharap

3.2K 327 19
                                    

Mark dan Haechan baru saja tiba di rumah baru mereka—hadiah dari Ayah Seo—yang tentu saja benar-benar mewah dan luas. Mark tak sedikit pun ada niatan untuk membeli rumah baru, toh ternyata hadiah rumah ini lebih bagus dari dugaannya.

Saat di tengah perjalanan Mark lebih banyak diam, sedang Haechan lebih banyak mengeluarkan suara indahnya. Berbicara apapun yang ada dipikirannya, bertanya tentang kesukaan sang dominan dan banyak hal lagi yang membuat kepala Mark menjadi pusing. Benar-benar pusing!

"Mas mau aku siapkan air hangat untuk mandi?"

Mark menggeleng, ia bisa menyiapkan air hangat sendiri untuknya. Tidak perlu pelayanan dari si bawel.

"Mas mandinya cepetan, ya. Aku juga udah gerah kali nih, pengen cepet-cepet mandi," pesan Haechan. Tapi selanjutnya pemuda manis yang baru saja menyandang marga keluarga sang suami kini menaik turunkan alisnya sembari menyeringai. "Atau kita mandi berdua aj—"

Pletak!

Aksi menggodanya berakhir menjadi ringisan. Sebab Mark menjitak dahinya kuat tanpa tersirat perasaan cinta. Sakitnya itu bukan maen! Mungkin Mark menjitaknya memakai tenaga dalam hulk.

"Dalam mimpimu."

"Selain mandi, kita bisa melakukan sesuatu yang panas, Mas! Kita bisa melakukan malam pertama sebagai pasangan suami-istri dan aku juga bisa mendesahkan nama Mas dengan suaraku yang indah. Memangnya Mas nggak mau?"

"Memangnya kamu lupa bahwa kita menikah atas perjodohan?" Mark balik bertanya. "Saya nggak suka kamu, saya nggak nerima perjodohan konyol ini. Kalau dari awal saya bisa menolak, saya akan langsung menolak, Seo Haechan. Sayangnya saya nggak bisa menolak hal yang bisa membuat kepala saya benar-benar pusing dan muak."

Lagi dan lagi Mark menamparnya dengan kata-kata pedas yang sialnya kenyataan itu.

"Kita nggak bisa, ya, jadi pasangan suami-istri sungguhan?" gumam Haechan.

"Kamu udah tau jawabannya."

Setelah mengatakan itu, Mark langsung melenggang pergi ke kamar mandi. Sedang Haechan menghela napas kecewa. Bagi Haechan tidak ada malam pertama tidak apa-apa, ia hanya ingin Mark menerima sekaligus menghargainya sebagai seorang istri, dan bukan orang asing.

"Kalau Mas udah bisa nerima aku sebagai istri Mas, jangan lupa bilang ke aku, ya! Dan kalau Mas belum juga nerima aku, dicoba perlahan Mas. Aku yakin Mas bisa nerima aku sebagai istri Mas Mark. Usaha nggak akan mengkhianati hasil akhir."

***

"Mas mau makan apa malam ini?"

"Saya nggak lapar."

Haechan kembali menghela napas berat. Mengambil hati sosok pria cuek seperti Mark sangatlah sulit. Bukan hanya perjuangan saja, tapi tenaga juga benar-benar dibutuhkan.

"Sekali aja Mas nyobain makanan buatanku. Aku yakin Mas pasti suka bahkan ketagihan."

"Sekali aja kamu nggak usah berisik dan maksa saya, bisa?"

Entah berapa kali sudah Haechan tertohok dengan kalimat-kalimat pedas dari seorang Mark Jung. Namun tetap saja, Haechan semakin mendekat dan cerewet kepada pria cuek itu. Ya meskipun berakhir dengan ia yang sakit hati sendiri.

"Kalau Mas nggak makan, nanti Mas sakit. Pusing kepala itu bener-bener nggak enak, Mas. Mau, ya, makan malam ini?" Haechan terus membujuk sang suami. Harus semangat 69 pokoknya.

"Saya bisa masak sendiri."

Agak terkejut dengan ucapan itu sebenarnya. "Bubu bilang Mas Mark nggak bisa masak. Sebelum menikah, Bubu pernah cerita kalau saat Mas goreng telur, telurnya dulu yang dimasukkan daripada minyaknya."

Mas Mark [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang